tag:blogger.com,1999:blog-4343230189327797682023-06-20T21:01:30.949+07:00BevanmaniaBevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.comBlogger34125tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-10849982204321376192009-11-13T15:48:00.000+07:002009-11-13T15:49:29.123+07:00Pendanaan TerorismeCombating Terrorism Financing atau perang melawan pendanaan terorisme tidak dimulai karena adanya peristiwa 9/11. Usaha ini telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh Amerika Serikat dan Inggris. AS semakin serius dalam usahanya mencegah pendanaan teroris melalui the USA’s Antiterrorism and Effective Death Penalty Act (AEDPA) of 1996. Undang-undang ini mampu mengkriminalkan warganegara AS yang terbukti menyediakan dana atau dukungan material terhadap kelompok yang oleh Sekretariat Negara AS dianggap sebagai Organisasi Teroris Internasional. Bahkan UU ini juga mengatur pembekuan aset organisasi teroris dan penolakan visa kepada anggota atau pemimpin organisasi teroris. Embrio AEDPA of 1996 berawal dari Money Laundering Control Act 1986 yang merupakan undang-undang pertama di dunia yang menentukan money laundering sebagai kejahatan. UU tersebut melarang setiap orang untuk melakukan transaksi keuangan yang melibatkan hasil yang diperoleh dari specified unlawful activity. <br /><br />Pentingnya perang melawan pendanaan teroris ini berdasarkan kenyataan bahwa pendanaan terorisme mendukung usaha perekrutan dan pemberian motivasi melalui insetif keuangan serta mampu menjaga kekuatan moral dan motivasi dengan keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan aksi terornya. Teroris juga masih memerlukan infrastruktur sistem keuangan untuk memobilisasi dan menyalurkan dananya. Tetapi yang membuat pendanaan terorisme menjadi sangat berbahaya dibandingkan bentuk kriminal lainnya dikarenakan strategi mereka dalam menggunakan organisasi amal atau nirlaba sebagai sumber pendanaan dan kemampuannya menginfiltrasi sistem keuangan negara-negara miskin dan berkembang. Selain itu sumber dana terorisme yang dapat pula berasal dari sumber yang halal atau legal mempersulit penelusuran dan pembuktian aliran dana terorisme dibandingkan dengan money laundering yang sumber dananya hanya dari hasil tindak pidana. Pemalsuan identitas dengan semakin menjamurnya e-business dan kemudahan transaksi keuangan via internet di era globalisasi semakin memperumit aliran dana teroris.<br /><br />Dari masa ke masa proses aliran pendanaan terorisme menunjukkan karakteristik yang berbeda. Pada tahun 1970an, sumber terpenting dari pendanaan terorisme justru berasal dari badan intelijen sebuah negara. Teroris digunakan oleh badan intelijen tersebut sebagai sebuah senjata militer unkonvensional untuk menghadapi musuh dalam mencapai tujuan stratejik mereka. Misalnya beberapa organisasi dari Palestina yang dianggap sebagai teroris oleh beberapa pihak diindikasikan mendapat bantuan dana yang sebagian besar berasal dari badan intelijen negara-negara di Asia Barat dan Afrika Utara. Beberapa organisasi Palestina yang dianggap sebagai teroris ini memutar dana yang mereka peroleh dari beberapa badan intelijen dan negara-negara yang bersimpati dengan mendirikan perusahaan bisnis. Laba yang mereka dapatkan dari perusahaan bisnis ini digunakan mereka sebagai tambahan sumber pendapatan bagi pendanaan aksi terorisme. <br /><br />The Palestine Liberation Organization atau PLO yang pernah dianggap sebagai lambang perjuangan rakyat Palestina menghadapi zionisme Israel memiliki karakteristik aliran pendanaan yang hampir sama sebagaimana tersebut diatas. Sebelum Irak menginvansi Kuwait, yang didukung Yassir Arafat, PLO mendapat limpahan dana dari negara-negara Arab yang kaya minyak termasuk bagian penerimaan pajak yang dipungut negara-negara Arab tersebut terhadap orang-orang Palestina yang bekerja di wilayah mereka. Dana yang melimpah tersebut digunakan untuk dua kepentingan. Pertama, kepentingan pembangunan di wilayah teritori Palestina yang meliputi bantuan terhadap rumah sakit, universitas, pusat komunitas, surat kabar dan bantuan bulanan kepada ribuan keluarga Palestina. Kedua, kepentingan berinvestasi di beberapa sektor usaha seperti farmasi, tekstil, real estate, pertanian dan duty free shop di beberapa negara Afrika dan Timur Tengah serta pabrik furniture, baju dan produksi barang dari kulit di beberapa negara. Meskipun demikian dana yang melimpah tersebut ternyata dikelola secara otoriter oleh Yassir Arafat dengan beberapa akun bank rahasia. Tetapi pasca dukungan Arafat terhadap invasi Irak ke Kuwait, anggaran dana PLO menyusut hingga hampir 50%. Peristiwa ini menjadi pukulan telak kedua bagi PLO setelah runtuhnya Uni Soviet yang mengakibatkan hilangnya bantuan finansial, teknik dan pendidikan dari negara komunis tersebut, terutama di bidang the arts of terrorism and espionage.<br /><br />Pada tahun 1980an dan 1990an, badan amal kemanusiaan atau badan keagamaan mulai menjadi sumber penting pengumpulan dana untuk kepentingan aksi terorisme. Hal ini terjadi setelah pada masa tersebut terorisme yang termotivasi secara relijius menggantikan peran terorisme yang berlatar belakang ideologi dan etnik sebagai sumber kekerasan yang paling serius. Terorisme menggunakan badan amal dalam dua bentuk, pertama memang didirikan organisasi teroris sebagai organisasi terdepan untuk pendanaan terorisme dan kedua didirikan oleh pihak lain untuk kepentingan amal tetapi kemudian hasilnya dimanipulasi dan digunakan sendiri oleh organisasi teroris. Masih pada tahun 1980an, narkotika terutama heroin menjadi sumber utama pendanaan terorisme selama perang di Afghanistan dan memiliki peran yang lebih besar dibanding aliran dana dari badan intelijen. Heroin bahkan digunakan sebagai senjata bagi pejuang Mujahidin Afghanistan untuk melemahkan kemampuan bertempur pasukan Uni Soviet.<br /><br />Sedangkan paska peristiwa 9/11 pada tahun 2001, pemerintah Inggris mengeluarkan tipologi pendanaan terorisme yang terdiri dari donasi dan kriminalitas. Donasi dan kriminalitas bisa diibaratkan sebagai sumber halal dan sumber tidak halal. Dalam hal donasi, terdapat bukti kuat bahwa donasi dalam jumlah besar telah diberikan oleh seseorang kaya raya di Timur Tengah kepada sebuah organisasi amal yang mempunyai hubungan dengan organisasi teroris. Pemberian donasi ini diibaratkan sebagai pembayaran untuk mencari perlindungan ala Mafia. Sedangkan kriminalitas dianggap sebagai sumber pendanaan yang lebih konsisten dengan beberapa jenis kegiatannya. Organisasi teroris sendiri akan memilih kegiatan kriminalitas yang berkarakter high return low risk. Kegiatan kriminalitas yang menjadi sumber utama bagi pendanaan terorisme meliputi pemerasan, penyelundupan, kegiatan amal terselubung (yang mulai marak digunakan sejak tahun 1980an), pencurian dan perampokan serta jaringan narkoba.<br /><br />Lalu lintas perdagangan narkoba atau lebih dikenal dengan istilah drug trafficking menjadi salah satu faktor (selain kejahatan bidang keuangan atau financial fraud) dibentuknya Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) oleh negara-negara yang tergabung dalam kelompok G-7 pada tahun 1989. FATF sebagai sebuah lembaga internasional khusus didirikan untuk memerangi pencucian uang yang oleh Billy Steel disebut sebagai ”the world’s third largest industry by value”. Standar kegiatan untuk memerangi money laundering diatur dalam 40 rekomendasi yang dikenal dengan istilah FATF 40. Sebagai reaksi langsung atas peristiwa 9/11, FATF mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi khusus untuk pendanaan terorisme dan melakukan revisi terhadap FATF 40 karena terdapat sedikit perbedaan antara karakteristik sumber keuangan teroris dengan kriminal lainnya. Tujuannya adalah untuk menghalangi akses bagi teroris dan pendukungnya untuk masuk ke dalam sistem keuangan internasional. Revisi terhadap FATF 40 dan penambahan rekomendasi khusus terhadap pendanaan terorisme (terakhir berjumlah 9 rekomendasi) kemudian dikenal dengan istilah FATF 40+9. Kepatuhan terhadap FATF 40+9 menjadi dasar bagi FATF untuk mengeluarkan daftar Non Cooperative Countries/Territories (NCCT), sebuah daftar hitam negeri/wilayah yang menjadi surga pencucian uang dan pendanaan terorisme.<br /><br />Salah satu poin penting dalam 9 Rekomendasi Khusus FATF adalah meminta semua negara untuk sesegera mungkin meratifikasi hasil the United Nations Convention on Suppression of Terrorist Financing 1999 (STF 1999) dan melaksanakan the United Nations Security Council Resolution 1373 (2001) atau UNSCR 1373. Semua negara terikat dengan persyaratan dan ketentuan dalam konvensi yang telah ditandatangani dan diratifikasinya. Artinya setiap negara diharuskan segera mengambil langkah-langkah legislatif dan eksekutif untuk mensahkan konvesi dan mengadopsi kebijakan serta mengambil tindakan untuk memastikan pelaksanaan yang efektif atas STF 1999 berdasarkan sistem hukum nasional masing-masing negara. Dalam prakteknya FATF maupun STF 1999 menghasilkan kegiatan di bank atau institusi keuangan berupa customer due diligence, pelatihan staf, pemantauan dan pelaporan transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan. Sama seperti rekomendasi khusus FATF, salah satu isi UNSCR 1373 juga menghimbau negara anggota PBB untuk meratifikasi STF 1999. Dengan demikian baik FATF 40+9 maupun UNSCR 1373 menghendaki semua negara di dunia untuk menjadi pihak yang menandatangani hasil konvensi STF.<br /><br />Baik STF 1999, FATF 40+9 maupun UNSCR 1373 menghendaki adanya sebuah kerjasama multilateral atau tindakan bersama banyak negara dalam memerangi pendanaan terorisme. Australia menjadi motor kerjasama negara-negara di Asia Pasifik melalui The Annual Meeting of the Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG). Pertemuan tahunan ini untuk semakin memperkuat komitmen negara-negara anggota APG menerapkan standar sistem anti money laundering and combating the financing of terrorism (AML/CFT) sebagai pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi FATF termasuk masalah peningkatan transparansi. Pertemuan APG menyediakan technical assistance dan pelatihan untuk mempercepat proses implementasi standar sistem AML/CFT, termasuk membuat perjanjian dengan ASEAN untuk meningkatkan koordinasi pelaksanaan technical assistance dan pelatihan. Selain menjadi motor APG, Australia melalui The Australian Transaction Reports and Analysis Centre (AUSTRAC) juga mengadakan kerjasama bilateral dengan banyak negara di dunia seperti Philipina, Brazil, Mauritius, Perancis, Kanada, Panama, Kroasia termasuk Indonesia. <br /><br />Dengan Philipina, AUSTRAC mengadakan kerjasama pertukaran informasi intelijen keuangan mengingat Philipina sudah memiliki unit intelijen keuangan yang efektif dan menjadi anggota dari the Egmont Group of Financial Intelligence Units, sebuah kelompok kerjasama intelijen di bidang keuangan. Sedangkan dengan Indonesia, AUSTRAC menandatangani MoU dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sebagai unit intelijen keuangan di Indonesia. Kerjasama pertukaran intelijen keuangan diharapkan mampu mencegah dan mendeteksi tidak hanya pendanaan terorisme tetapi juga kejahatan keuangan, pencucian uang dan kejahatan serius lainnya. Kerjasama pertukaran intelijen ini berdasarkan atas standar “the international best practice” yang dikembangkan oleh the Egmont Group of Financial Intelligence Units. Sejak tahun 2003 AUSTRAC menyediakan bantuan proyek pengembangan kapasitas kepada PPATK sebagai bagian dari paket dana bantuan sebesar 10 juta Dollar Amerika yang dipicu oleh peristiwa Bom Bali 2002.<br /><br />Selain secara multilateral, anggota APG juga memerangi pendanaan terorisme secara unilateral melalui kebijakannya masing-masing sesuai STF 1999. Australia misalnya menerapkan standar baru yang mewajibkan dilakukan customer due diligence kepada institusi keuangan dan memperluas kewajiban anti pencucian uang kepada institusi bisnis non keuangan dan kaum profesional seperti agen real estate, dealer metal, akuntan, perusahaan jasa, profesional hukum atau notaris. Negara kanguru ini bahkan membentuk Special Intelligence Operation on Identity Fraud untuk mengatasi maraknya masalah pemalsuan identitas dalam transaksi keuangan. Sementara Singapura mengeluarkan sistem regulasi bagi organisasi nirlaba dan lembaga swadaya masyarakat (NGO). Organisasi nirlaba diklasifikasi menjadi organisasi sosial (societies) dan badan amal (charities). Keduanya wajib terdaftar di komisi masing-masing berdasarkan undang-undang. Membuat laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh kantor akuntan publik yang telah disetujui. Bahkan permohonan peningkatan dana untuk keperluan amal luar negeri harus mendapatkan ijin terlebih dahulu berdasarkan regulasi termasuk diaudit oleh auditor yang disetujui dan terdaftar di komisi. Sedangkan NGO juga diawasi agar aktivitas dan dana tidak digunakan untuk tujuan yang melanggar hukum.<br /><br />Bagaimana dengan AS sebagai negara lokomotif dilaksanakannya STF 1999, FATF 40+9 maupun UNSCR 1373? Mereka ternyata baru menyadari pentingnya perbaikan sistem keuangan di seluruh bisnis sejak terjadinya peristiwa 9/11, meskipun serangan teroris itu sendiri justru menunjukkan kelenturan dan kekuatan pasar finansial AS menghadapi dampak serangan tersebut. Serangan 9/11 memang berdampak langsung menghancurkan properti, sistem komunikasi, sistem pembayaran, sistem perdagangan, industri asuransi dan menghambat perdagangan pasar modal serta menjatuhkan indeks harga saham. Tetapi kebijakan bank sentral The Fed yang mampu menenangkan dan menstabilisasi sektor keuangan dan perbankan Amerika, bantuan The SEC (bapepamnya AS) yang melenturkan ketentuan perdagangan lantai bursa dan stimulus fiskal yang dikeluarkan Departemen Keuangan untuk membantu industri yang terkena dampak 9/11, ternyata mampu mengembalikan kepercayaan investor sekaligus dengan cepat memulihkan kondisi pasar finansial yang drop pasca serangan 9/11. Waktu pemulihan pasar finansial AS bahkan tercepat di dunia dibandingkan negara-negara Eropa dan Asia yang tidak terkena dampak langsung 9/11. Selain itu saluran komunikasi yang selalu terbuka/transparansi dialog dari otoritas moneter dan finansial dan koordinasi antar otoritas baik dalam negeri maupun lintas negara, juga menjadi salah satu faktor penentu cepatnya proses pemulihan pasar finansial AS.<br />Seperti telah disinggung diatas, AS baru menyadari pentingnya perbaikan sistem keuangan di seluruh bisnis sejak terjadinya serangan 9/11. Pertama dengan menambah penilaian faktor serangan teroris ke dalam sistem operasi/manajemen keuangan berbasis risiko. Kedua dengan mengembangkan kerangka kerja sistem keuangan yang memadai untuk mencegah pendanaan teroris. Perspektif risiko terjadinya serangan teroris pada sistem keuangan menuntut pembuatan rencana kontigensi bisnis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari praktek bisnis yang baik di sektor keuangan. Sedangkan tujuan pencegahan pendanaan teroris menghasilkan rekomendasi khusus dan standar sistem AML/CFT yang dikoordinasi oleh FATF selain rekomendasi soal pencucian uang yang telah ditetapkan. Perang melawan pendanaan terorisme memunculkan kebutuhan pendekatan multidisiplin selain bersandar pada sumber intelijen, yaitu kerjasama intelijen dengan instansi penegak hukum, institusi keuangan atau supervisor pasar. Standar FATF juga menghendaki semua bank, perusahaan asuransi dan dealer sekuritas secara penuh terintegrasi, melakukan upgrade sistem dan diatur untuk kepentingan AML/CFT, tidak hanya AS tetapi juga di seluruh dunia agar kerangka kerja regulasi sistem keuangan menjadi efektif dalam pelaksanaannya.<br /><br />Apakah Indonesia telah meratifikasi STF 1999, melaksanakan FATF 40+9 dan UNSCR 1373? Kewajiban dan rekomendasi dalam rangka perang melawan pendanaan teroris sebagian besar telah diakomodasi dalam perundang-undangan nasional yaitu UU Nomer 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU Nomer 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan UU Nomer 1/2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. Bagaimana dengan pelaksanaannya? Indonesia pernah masuk dalam daftar NCCT (2nd report) yang dibuat FATF karena saat itu Indonesia dinilai tidak memiliki perundang-undangan yang memenuhi standar internasional dan FATF masih tidak puas dengan hasil kerja Indonesia. Kondisi ini menghasilkan UU Nomer 25/2003 sebagai perubahan atas UU Nomer 15/2002 yang menghasilkan lembaga PPATK serta aktif melakukan kerjasama dengan lembaga sejenis PPATK di luar negeri seperti AUSTRAC-nya Australia. Saat ini Indonesia tidak masuk dalam daftar NCCT terakhir. PPATK sendiri berdasarkan data per 31 Mei 2007 telah menerima 39 STR (suspicious transaction report) yang terkait dengan kegiatan terorisme dari PJK (penyedia jasa keuangan). Ke-39 STR disampaikan atas permintaan penyidik maupun atas inisiatif PJK sendiri. Berdasarkan penjelasan Wawan Purwanto kepada Media Indonesia terbitan 15 Nopember 2005, aliran dana teroris di Indonesia biasanya masuk melalui transfer tunai bank yang dilakukan perorangan dengan sistem cut out. Artinya orang tersebut hanya dipakai sekali dan langsung dilepas atau diputus hubungan setelah melaksanakan tugas. PPATK juga telah mengedarkan consolidated list sebagai pelaksanaan UNSCR 1373 yang dilakukan dengan membuat hyperlink pada situs PPATK.<br /><br />Sejauh pengamatan penulis, sistem AML/CFT berkembang baik menghambat pendanaan teroris yang melalui sistem keuangan online karena adanya tekanan Amerika dan PBB kepada negara-negara di dunia untuk meratifikasi SFT 1999, kerjasama yang kuat antara Amerika dan Eropa dan dukungan penuh dari Saudi Arabia sebagai negara tempat awal berkembangnya al Qaeda. Meskipun beberapa negara Asia menurut Sutan R. Sjahdeini tidak melaksanakan sungguh-sungguh undang-undang anti pencucian uangnya, tapi faktanya daftar NCCT terakhir hanya menyebut Myanmar, Nauru dan Nigeria. Sayangnya bagi Indonesia sistem AML/CFT belum mampu mengatasi larinya dana hasil tax evasion dan kejahatan finansial termasuk korupsi ke negara lain karena adanya kepentingan pribadi beberapa negara.Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-5677623291884424042009-11-13T15:41:00.001+07:002009-11-13T15:43:32.325+07:00Pilihan Kontra-terorisme AmerikaMayoritas elemen dalam strategi kontra terorisme memiliki dua pilihan tujuan yang berbeda, yaitu menghancurkan kelompok teroris beserta kegiatannya; atau mengubah lingkungan secara keseluruhan untuk mengurangi kemarahan kelompok atau mempersulit teroris untuk mendapatkan dana atau merekrut anggota baru. Kedua pendekatan ini baik secara teori dan kenyataannya didukung dalam Strategi Keamanan Nasional yang dibuat Gedung Putih pada tahun 2006. Tetapi dalam prakteknya, dua pendekatan ini justru membingungkan Amerika pada saat dilakukan secara bersamaan. Contohnya saat disatu sisi Amerika menyediakan dukungan finansial, bantuan intelijen dan bantuan lain kepada sekutu Muslimnya dan di sisi lain Amerika mengkampanyekan penyebaran demokrasi ke dunia Muslim. Kebingungan muncul saat pemimpin sekutu Muslimnya ternyata seorang diktator yang sangat dibenci masyarakatnya. Apa yang harus dilakukan Amerika? Haruskah mengganti pemimpin diktator yang justru mendukung kampaye perang anti terorisme? Bila kita melihat kasus Presiden Hosni Mubarak di Mesir bisa dilihat apa yang menjadi pilihan Amerika saat ini. <br /><br />Lemahnya pendekatan kontra terorisme yang dilakukan Amerika menggambarkan kebingungan mereka tentang bagaimana cara untuk memenangkan perang melawan terorisme, khususnya bagaimana cara untuk menghancurkan al Qaeda dan sekutunya. Hal ini dikarenakan selama ini kajian kotra terorisme hanya membahas kasus-kasus terorisme yang pernah terjadi atau justru menjelaskan kelompok teroris yang berbeda karakternya dengan al Qaeda yang memiliki keunikan tersendiri. Daniel Byman menganalisis dan membandingkan tujuh pilihan stratejik untuk mencari al Qaeda dan para sekutunya, yaitu (1) menghancurkan kelompok teroris secara langsung dengan kekuatan besar; (2) mengandalkan sekutu Amerika untuk menyerang kelompok teroris; (3) melokalisir kelompok teroris untuk membatasi keefektifan gerakan mereka sekaligus membantu fokus aktifitas divisi internal Amerika; (4) memperbaiki pertahanan menghadapi terorisme; (5) mengalihkan target kelompok terorisme dari Amerika ke target yang lain; (6) deligitimasi alasan aksi kelompok terorisme; dan (7) mentransformasi negara tempat teroris berkembang dengan mempromosikan demokrasi. Beberapa pilihan ada yang saling berhubungan tetapi beberapa pilihan ada yang saling berlawanan satu sama lain. Menurut hasil penilaian Byman, pendekatan terbaik adalah bekerja sama dengan sekutu Amerika untuk menghadapi terorisme dengan harapan melokalisir aktifitas teroris dan dalam jangka panjang diharapkan kelemahan-kelemahan teroris akan dapat tereksploitasi.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Strategi menghancurkan al Qaeda secara unilateral</span><br />Strategi ini diilhami oleh keberhasilan Turki mengatasi pemberontakan suku Kurdi. Pendukung strategi ini sendiri mengatakan pembunuhan teroris dalam skala besar akan mengurangi jumlah teroris dan membuat takut mereka yang masih bertahan. Strategi ini harus dilakukan secara langsung oleh Amerika karena sekutu diragukan melakukan “pekerjaan kotor” ini untuk kepentingan Amerika.<br /><br />Tetapi strategi ini kurang tepat jika diterapkan kepada al Qaeda karena kelompok teroris tersebut memiliki sel dan jaringan di banyak negara di dunia. Akibatnya Amerika membutuhkan kehadiran intelijennya dalam jumlah besar di banyak negara karena strategi ini sangat membutuhkan kemampuan intelijen. Sedangkan Amerika sendiri mengalami kesulitan dalam hal sumber daya manusia dan kemampuan bahasa asing. Jika aksi ini dilakukan sendirian maka kegiatan kontra terorisme yang dilakukan Amerika harus dilakukan secara tersembunyi karena akan melanggar hukum negara yang bersangkutan.<br /><span style="font-weight:bold;"><br />Strategi menghancurkan al Qaeda secara multilateral</span><br />Strategi diilhami keberhasilan Mesir mengatasi kelompok militan Islam. Tetapi salah satu dari kelompok ini diluar justru bersenyawa dengan al Qaeda dan menjadikan Amerika bukan Mesir sebagai musuh utamanya. Amerika melakukan kerjasama dengan beberapa negara untuk menghadapi gerakan internasional teroris sekaligus sebagai solusi atas kelemahan strategi menghadapi al Qaeda secara unilateral termasuk soal biaya. Kerjasama ini menghasilkan informasi intelijen dari negara yang bersangkutan untuk Amerika yang berguna untuk menghancurkan teroris di beberapa negara sekaligus mencegah teroris masuk ke Amerika.<br /><br />Tetapi strategi ini juga memiliki kelemahan. Pertama, soal kompetensi karena beberapa sekutu tidak mempunyai kekuatan militer dan teknologi sehebat dan secanggih Amerika. Beberapa anggota dinas rahasia sekutu juga diindikasikan bersimpati kepada kelompok teroris. Kedua, beberapa sekutu ragu-ragu bekerjasama dengan Amerika karena hal tersebut justru menjadikan mereka sebagai target aksi terorisme meskipun dilain pihak justru mempertegas al Qaeda sebagai musuh bersama. Ketiga, kebijakan negara-negara sekutu hanya terdengar di wilayah ibukota dan kota-kota besar dan tidak menjangkau banyak wilayah di negara yang bersangkutan. Keempat, negara-negara sekutu meminta imbal balik sebagai balas jasa atas dukungan mereka kepada Amerika menghadapi teroris.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Strategi melokalisir aktivitas teroris</span><br />Strategi containment (melokalisir) didasari kesulitan dalam menemukan teroris atau mengurangi kemampuan kelompok teroris sampai ke kapasitas low-tech attack. Strategi tersebut berasumsi ancaman teroris dapat dikelola dan bahkan bisa dianggap sebagai masalah sepele karena yang namanya terorisme akan tetap terus ada. Containment menjadi strategi kontra terorisme Amerika selama bertahun-tahun dengan hanya menangkap anggota teroris tertentu tanpa keinginan mencari anggota teroris secara keseluruhan. Strategi ini menguntungkan kegiatan kontra terorisme di dalam negeri Amerika karena divisi internal mereka, FBI, bisa fokus kepada aktivitas teroris dalam negeri sehingga kasus terorisme seperti Oklahoma tidak terjadi lagi. <br /><br />Containment bisa menjadi strategi potensial bagi kemenangan dalam jangka panjang dengan munculnya friksi intenal di tubuh al Qaeda yang akan memecah belah organisasi, menimbulkan pertarungan internal dan bahkan memunculkan kerjasama satu kelompok yang berseteru dengan pihak intelijen. Kondisi ini akan memperlemah kekuatan al Qaeda meskipun tidak dengan pemikiran mereka. Strategi kontra terorisme ini memiliki kelebihan soal penghematan biaya karena kurangnya keterlibatan militer dan intelijen serta mengurangi belanja negara untuk kepentingan pertahanan dalam negeri. Selain itu strategi ini membutuhkan sedikit pengorbanan politik saat menghadapi tuntutan konsesi dari negara-negara sekutu. Satu bukti keberhasilan yang ingin ditonjolkan strategi containment adalah bahwa tidak ada lagi serangan besar teroris di Amerika saat ini meskipun aktivitas terorisme al Qaeda justru menyebar ke beberapa negara lain.<br /><br />Strategi ini tetap memiliki beberapa kelemahan. Kontra terorisme yang di masa lalu dianggap berhasil terhadap beberapa kelompok teroris di masa kini menunjukkan kelemahannya. Saat ini target utama kelompok teroris tersebut tidak hanya Amerika tetapi juga beberapa negara lainnya. Kemudian dalam kasus al Qaeda, sel dan jaringannya sudah menyebar ke beberapa negara dengan beberapa aksi terorisme. Kelemahan lain muncul karena negara-negara sekutu enggan mendukung strategi lokalisasi teroris dan cenderung memilih menghancurkan sumber ancaman terorisme. Penolakan muncul dari masyarakat domestik yang menjadi korban atau terancam oleh aksi terorisme karena strategi ini adalah antitesis dari strategi ”penghancuran” yang dimata mereka mengurangi kredibilitas pemerintah dan memberi ruang bagi teroris untuk membangun kekuatan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Strategi Pertahanan</span><br />Pertahanan adalah sebuah istilah dalam lingkup luas meliputi keadaan siap siaga darurat, intelijen domestik, pengawasan pertahanan yang lebih baik, inisiatif keamanan pelabuhan dan keadaan lainnya yang diatur untuk mencegah serangan teroris. Strategi ini diilhami keberhasilan Israel dalam menangani ancaman serangan pejuang Palestina ke wilayahnya. Strategi pertahanan diperlukan karena terkadang kegiatan intelijen tidak bisa mencegah terjadinya serangan teroris.<br /><br />Kelebihan strategi pertahanan dibanding strategi lainnya yaitu karena strategi ini tidak menggantungkan kerjasama dengan para sekutu tetapi justru lebih mengutamakan hubungan dengan para tetangga. Tetapi banyak kelemahan justru muncul. Strategi pertahanan justru menimbulkan banyak pertanyaan mengenai obyek vital mana yang harus diberi perhatian lebih dalam strategi pertahanan. Strategi ini akan memakan banyak biaya dan waktu karena banyaknya obyek yang harus dipertahankan dalam level tinggi serta rumitnya prosedur yang harus dilakukan. Tingginya tingkat pertahanan juga tidak menjamin serangan teroris tidak terjadi karena faktor manusia yang melaksanakan sistem dan inovasi serangan yang dirancang teroris.<br /><br />Kegiatan intelijen domestik sebagai salah satu bentuk pertahanan justru mengancam kebebasan sipil dan keterbukaan terhadap masyarakat luar. Warganegara Amerika keturunan Arab atau yang beragama Islam kebebasannya terganggu karena kegiatan pengintaian dan pengawasan. Sedangkan banyak terjadi penolakan terhadap pengajuan visa dari negara-negara yang diindikasi memiliki sel dan jaringan al Qaeda, meskipun mereka ingin datang untuk tujuan belajar.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Strategi Mengalihkan Perhatian</span><br />Diversion (mengalihkan) dilakukan dengan memainkan konflik di wilayah lain untuk memanasi musuh seperti saat Amerika mengkritik Rusia atas tindakannya di Chechnya, bersimpati terhadap masalah yang dihadapi kaum Muslim di Eropa, prihatin dengan kekerasan India di Kashmir dan tindakan lain yang menunjukkan rasa simpati kepada umat Muslim atas tekanan yang dilakukan pihak lain. Tujuan strategi ini adalah menimbulkan masalah (terorisme) di pihak lain sehingga perhatian terorisme tidak lagi mengarah ke Amerika. Strategi juga pernah dilakukan negara lain. Meskipun demikian strategi ini menjadi tidak logis dimata kaum militan karena dukungan Amerika terhadap pemimpin dictator di beberapa negara Muslim. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">Analisis</span><br />Jika membaca The Siege of Mecca karya seorang jurnalis Wall Street Journal, kita seperti membaca cerita sejarah yang melatarbelakangi lahirnya al Qaeda dengan Osama bin Ladennya. Persenyawaan Ikhwanul Muslimin dari Mesir dan aliran Wahabi militan yang dibawa Juhaiman terjadi di Arab Saudi. Melahirkan Jamaah Islamiyah dan al Qaeda yang melakukan aksi terorisme melawan Amerika dan sekutunya, termasuk negara-negara Muslim. Semuanya berawal dari perlawanan terhadap kediktatoran di Mesir dan Arab Saudi.<br /><br />Saya pribadi hanya akan membawa 5 dari 7 pilihan yang disediakan untuk kebijakan kontra terorisme Amerika. Pilihan mengalihkan target kelompok terorisme dari Amerika ke target yang lain saya buang karena merupakan sebuah pilihan yang sangat tidak bijak karena dengan sengaja mengorbankan dan mengalihkan permasalahan ke negara lain dan justru akan semakin memperkuat kelompok terorisme mengingat beberapa negara yang rentan dengan aksi teror tidak mempunyai kekuatan militer dan teknologi sehebat dan secanggih Amerika. <br /><br />Pilihan mentransformasi negara tempat teroris berkembang dengan mempromosikan demokrasi tidak saya pakai karena justru menunjukkan wajah kemunafikan dan kebancian sikap Amerika soal demokrasi. Selama srategi keamanan nasional Amerika mewujudkan perdagangan bebas dan pasar bebas tercapai (dalam dokumen berjudul The National Security Strategy of the USA tanggal 22 September 2002) dan selama ketahanan atau keamanan energi (minyak dan gas) yang merupakan komponen dasar bagi keamanan nasional masih kuat (Spencer Abraham sebagaimana dikutip Michael T. Klare dalam buku The Dangers and Consequences of America’s Growing Petroleum Dependency), maka omong kosong dengan yang namanya demokrasi. Program deradikalisasi yang dilakukan sendiri oleh negara tempat berkembangnya pemikiran teroris justru bisa menggantikan pilihan ini.<br /><br />Dari 5 pilihan sisa yang tersedia, pilihan bekerja sama dengan sekutu Amerika untuk menghadapi terorisme dengan harapan menghancurkan teroris di negara yang bersangkutan sekaligus mencegah teroris masuk ke Amerika (containment) menjadi pilihan paling realistis untuk pendekatan kontra terorisme mengingat karakteristik sel dan jaringan al Qaeda yang menyebar ke banyak negara. Pilihan improving defences dan deligitimasi menjadi pilihan berikutnya yang dapat dilakukan bersamaan dengan pilihan terbaik yang telah dipilih. Perbaikan pertahanan tidak dilakukan dengan penambahan biaya yang besar melainkan melalui peningkatan kepedulian dan ketaatan terhadap standar operasi dan prosedur pertahanan.Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-10991191457102905452009-10-29T18:51:00.001+07:002009-10-29T18:54:21.236+07:00Terorisme : Arnold Toynbee/Samuel Huntington + Michael T. Klare/Jurgen HabermasPada tahun 1950-an, sejarawan Inggris bernama Arnold Toynbee dalam bukunya Civilization on Trial dan The World and The West menyebutkan prediksinya bahwa perang sejati di abad berikutnya bukanlah antara komunis dan kapitalis, tetapi antara Barat dan Muslim. Hal ini terjadi karena menurut Toybee, Barat dengan pemimpinnya Amerika bertekad menguasai seluruh dunia, untuk menjadi kekuasaan terbesar dalam sejarah. Soviet yang menjadi penghalang (saat itu) tidak akan bertahan lama karena mereka tidak beragama, tidak beriman dan tidak mempunyai substansi di belakang ideologi mereka. Suatu saat kaum Muslim akan menggantikan posisi Soviet karena mereka memiliki sesuatu yang tidak dimiliki Soviet.<br /><br />Pada tahun 1990-an, prediksi tersebut justru lebih populer didengungkan oleh Samuel P. Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization and the Remaking of World Order. Menurut Huntington, peradaban Barat dengan pemimpinnya Amerika yang semakin menghegemoni dunia memunculkan perlawanan dari kubu Islam karena identifikasi westernisasi merupakan ancaman bagi agama Islam sebagai satu-satunya sumber identitas, makna, stabilitas, legitimitasi, kemajuan, kekuatan dan harapan.<br /><br />Tetapi pendapat Huntington ini dibantah oleh Michael T. Klare satu dekade kemudian dalam bukunya The Resource Wars: The New Landscape of Global Conflict. Menurut Klare, sumber konflik pasca Perang Dingin bukan peradaban sebagaimana dikemukakan Samuel Huntington, melainkan perebutan akses terhadap sumber daya alam seperti berlian, emas, tembaga, kayu, tanah, air serta minyak dan gas bumi. Pada abad ke-20, minyak bumi bersama sumber-sumber daya mineral lain merupakan salah satu sumber konflik. Tetapi pada abad ke-21 menurut Klare, minyak bumi menjadi sumber konflik paling penting dibanding sumber-sumber daya lainnya.<br /><br />Sejalan dengan apa yang dikemukakan Klare, seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman bernama Jurgen Habermas juga menolak hipotesis yang diajukan Huntington dalam tulisan Merekonstruksi Terorisme. Menurut Habermas dalam tulisan yang menjadi materi mata kuliah Terrorism and Counter Terrorism, penyebab penyakit komunikasi yang ditimbulkan oleh globalisasi bukan bersifat kultural melainkan ekonomis. Hal ini terjadi karena banyak negara berkembang mempersepsikan politik luar negeri Barat sebagai garis depan imperialisme dan sifat konsumerisme Barat dianggap banyak merugikan mereka. Kondisi ini membangkitkan reaksi spiritual yang dilihat sebagai satu-satunya jalan untuk keluar dari sikap bungkam mulut dan penurut. Atau dengan kata lain benturan peradaban (agama) sebenarnya dipicu oleh persepsi imperialisme ekonomi. Istilah imperialisme ekonomi ini dipopulerkan oleh James Petras dan Henry Veltmeyer dalam buku Empire with Imperialism sebagai imperialisme abad 21.<br /><br />Imperialisme ekonomi yang dilakukan Barat, dalam hal ini Amerika, dinyatakan tersirat dalam strategi keamanan nasional mereka. Dalam dokumen berjudul The National Security Strategy of the United States of America bertanggal terbit 22 September 2002 secara tegas menyebutkan misi mewujudkan free markets dan free trade ke seluruh penjuru dunia sebagai key priorities pada strategi keamanan nasional Amerika. Sedangkan Spencer Abraham, US Secretary of Energy di masa pemerintahan George W. Bush sebagaimana dikutip Michael T. Klare dalam buku Blood and Oil: The Dangers and Consequences of America’s Growing Petroleum Dependency, mengatakan bahwa ketahanan atau keamanan energi adalah komponen dasar bagi keamanan nasional karena energi adalah sumber utama tempat bergantung seluruh infrastruktur ekonomi, industri dan pertahanan Amerika.<br /> <br />Jika bicara soal terorisme maka tidak akan lepas dari nama kelompok Al Qaeda dengan Osama bin Laden sebagai pemimpinnya, yang jejaringnya telah menyebar hingga Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini berkaitan dengan peristiwa penyerangan World Trade Center atau dikenal sebagai peristiwa 9/11 dimana Al Qaeda oleh Amerika dianggap bertanggung jawab atas terjadinya serangan teroris yang dianggap paling menghancurkan dan paling mematikan di sepanjang sejarahnya. Bin Laden berasal dari negara Saudi Arabia, sebuah negara kerajaan Islam yang memiliki kandungan minyak bumi terbesar di dunia. Jika dikaitkan dengan uraian tersebut diatas, hipotesis mana yang lebih tepat digunakan untuk menggambarkan kemunculan terorisme dalam kasus Osama bin Laden, apakah Arnold Toynbee/Samuel Huntington atau Michael T. Klare/Jurgen Habermas? Untuk menjawab hal ini, kita lanjutkan membaca uraian dibawah.<br /><br />John Perkins dalam bukunya Confessions of an Economic Hit Man menggambarkan kebobrokan monarki feodal Saudi Arabia dengan pangeran korup dan bejat moral serta ideologi keagamaan konservatif yang rentan menghasilkan kelompok-kelompok fundamentalis. Pendapatan minyak yang sangat luar biasa telah mengikis keyakinan relijius Wahabi yang tegas dalam keluarja kerajaan atau House of Saud. Keyakinan relijius yang konservatif bahkan telah tergantikan oleh bentuk baru bernama materialisme yang menurut Perkins menjadi pintu masuk bagi Amerika untuk memanfaatkan kekayaan kerajaan Saudi Arabia dengan topeng pertumbuhan ekonomi, kelangsungan industri dan perdagangan. Baik Perkins maupun Michael Moore dalam filmnya Fahrenheit 9/11 juga mengulas kedekatan Saudi Arabia sebagai sekutu lama Amerika. Milyaran dolar dalam bentuk kontrak, hibah dan pendapatan lain telah masuk ke saku banyak mantan pejabat tinggi Amerika. Bahkan seperti digambarkan dalam film Fahrenheit 9/11 maupun ulasan majalah Vanity Fair edisi Oktober 2003, keluarga Bush dan House of Saud adalah dua dinasti yang telah mempunyai ikatan pribadi, bisnis dan politis yang erat selama lebih dari 20 tahun.<br /><br />Berdasarkan kajian terhadap ribuan halaman catatan pengadilan, laporan intelijen Amerika dan asing dan dokumen-dokumen lainnya serta wawancara terhadap sejumlah pejabat pemerintah dan para pakar terorisme dan Timur Tengah, majalah US News & World Report terbitan tanggal 15 Desember 2003 menulis kajian mendalam berjudul The Saudi Connection yang diantaranya berisi keinginan Amerika agar House of Saud mendukung Osama bin Laden dalam Perang Afghanistan menghadapi Uni Soviet selama tahun 1980-an. Bahkan majalah tersebut menyebutkan sumbangan Saudi Arabia dan Amerika kepada bin Laden dan mujahidinnya mencapai 3,5 milyar Dollar Amerika. Hal yang sama juga dibeberkan Michael Moore dalam film dokumenternya yang meraih penghargaan prestisius Palm d’Or dalam Festival Film Cannes, selain juga membeberkan kedekatan George W. Bush dan pemimpin Taliban Afghanistan saat menjadi Gubernur Texas pada tahun 1997 atau tepat 4 tahun sebelum Amerika menginvansi Afghanistan dengan alasan menangkap Osama bin Laden yang telah dianggap sebagai teroris.<br /><br />Lantas peristiwa apa yang menjadi turning point permusuhan Amerika dengan Osama bin Laden? Berdasarkan tulisan profil Osama bin Laden di Wikipedia, invansi Irak ke Kuwait pada tahun 1991 yang diyakini mengancam kerajaan Saudi Arabia menjadi titik awal pecahnya hubungan baik yang terjalin selama perang Afghanistan. Pilihan Raja Fahd berpaling ke Amerika dan menolak tawaran bantuan bin Laden menghadapi ancaman invasi Irak menimbulkan kemarahan dalam diri Osama bin Laden dengan alasan kehadiran pasukan asing di Saudi Arabia justru akan mengotori tempat suci kaum Muslim. Penolakan terhadap rencana Raja Fahd yang dilakukan secara terbuka mengakibatkan Osama bin Laden diasingkan ke Sudan yang pada akhirnya melahirkan serangkaian kegiatan yang diyakini Amerika sebagai sebuah bentuk terorisme global. Jika membaca kedekatan House of Saud dengan Amerika sebagaimana diuraikan diatas, tidak mengherankan jika Raja Fahd lebih memilih Amerika untuk mengamankan kekuasaannya di Saudi Arabia.<br /><br />Berdasarkan uraian tersebut diatas, saya berpendapat kemunculan terorisme dalam kasus Osama bin Laden merupakan proses sekuens dari hipotesis Michael T. Klare/Jurgen Habermas yang memicu kemunculan hipotesis Arnold Toynbee/Samuel Huntington. Persis dengan apa yang digambarkan oleh Jurgen Habermas dalam merekonstruski terorisme yaitu bahwa sikap imperialisme dan sifat konsumerisme Barat membangkitkan reaksi spiritual (religius) yang dilihat sebagai satu-satunya jalan untuk keluar dari sikap bungkam mulut dan penurut terhadap perilaku Barat.<br /><br />Jika dikaitkan dengan hipotesis James A. Piazza dalam artikel Rooted in Poverty?: Terrorism, Poor Economic Development, and Social Cleavages, yang menyebutkan beberapa variabel yang menyebabkan terorisme seperti populasi, keanekaragaman etnis dan agama, meningkatnya represi oleh negara dan struktur sistem partai politik sebagai variabel paling signifikan, maka beberapa variabel yang dirangkum sebagai social cleavage theory tersebut merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi cepat dan lambatnya berkembangnya ideologi terorisme di negara-negara yang berpotensi membuktikan sekuens hipotesis Michael T. Klare/Jurgen Habermas dan Arnold Toynbee/Samuel Huntington. Jika Indonesia diambil sebagai contoh, maka berdasarkan buku Confessions of an Economic Hit Man dan The Secret History of the American Empire karya John Perkins dan buku Di Bawah Bendera Asing karya M. Kholid Syeirazi, proses sekuens hipotesis mulai terlihat di Indonesia pada masa Orde Baru dibawah Presiden Soeharto untuk membuktikan pendapat Michael T. Klare/Jurgen Habermas. Dan munculnya beberapa kelompok Islam garis keras di Indonesia yang sering memprotes kebijakan pemerintah dan tindakan Amerika, membuktikan hipotesis Arnold Toynbee/Samuel Huntington mengenai terjadinya benturan peradaban.<br /><br />Tetapi maraknya teror bom (terorisme) di Indonesia pada masa Reformasi yang menyerang pusat-pusat bisnis dan wisata dikarenakan adanya variabel versi Piazza yang melekat pada karakteristik negara Indonesia seperti besarnya jumlah populasi, keanekaragaman etnis dan agama serta munculnya banyak partai politik di era Reformasi. Atau dengan kata lain hipotesis Michael T. Klare/Jurgen Habermas dan Arnold Toynbee/Samuel Huntington bisa saja terjadi di suatu negara dan memunculkan bibit terorisme, tetapi apakah ideologi itu akan berkembang sangat cepat atau sangat lambat tergantung dari keberadaan variabel-variabel versi James A. Piazza dalam karakteristik negara yang bersangkutan. Perbandingan Indonesia dan Singapura dapat dijadikan contoh mudah untuk memprediksi di negara mana ideologi terorisme bisa diprediksi berkembang cepat.Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-72839810305642957652009-10-29T18:44:00.001+07:002009-10-29T18:46:35.181+07:00It's all about Battle for Devil's ExcrementNukilan dari buku Di Bawah Bendera Asing karya M. Kholid Syeirazi yang menurut saya penting untuk disharing ke mereka yang belum membaca buku ini. It’s all about battle for devil’s excrement. Pablo Perez Alfonso, salah satu pendiri OPEC dari Venezuela, menyebut minyak dunia sebagai devil’s excrement atau kotoran iblis. Komoditas yang seolah ditakdirkan sebagai kutukan iblis yang memicu pertikaian bangsa-bangsa di dunia. Well, selamat menikmati tulisan dibawah ini.<br /><br />Dalam pemikiran geopolitik klasik, politik internasional pada intinya adalah perjuangan untuk merebut dan menguasai pusat-pusat kekuasaan dunia. Salah satu pusat utama kekuasaaan dunia adalah energi yang menjadi sumber daya penggerak ekonomi politik peradaban manusia modern. Dengan kata lain, kompetisi geopolitik dunia memusat di jantung-jantung geografis yang menyimpan sumber energi, terutama migas. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman dan China bersaing untuk mendapatkan jaminan pasokan minyak dari negara-negara di kawasan Teluk Persia dan Laut Kaspia, pemilik cadangan migas terbesar di dunia. Kompetisi geopolitik ini bisa menjadi sumber konflik dan ketegangan baru di antara kekuatan besar dunia. Menurut Michael Klare, sumber konflik pasca Perang Dingin bukan peradaban sebagaimana dikemukakan Samuel Huntington, melainkan perebutan akses terhadap sumber daya alam seperti berlian, emas, tembaga, kayu, tanah, air, serta minyak dan gas bumi. Pada abad ke-20, minyak bumi bersama sumber-sumber daya mineral lain merupakan salah satu sumber konflik. Pada abad ke-21, menurut Klare, minyak bumi menjadi sumber konflik paling penting dibanding sumber-sumber daya lainnya.<br /><br />Ketegangan-ketegangan global menyusul Peristiwa 11 September, seperti invasi Amerika Serikat terhadap Irak, adalah konfirmasi terhadap tesis Klare. Serangan militer AS terhadap Irak, sebagaimana diakui Larry Lindsey, salah satu ekonom penasihat ekonomi Presiden George W. Bush, adalah karena alasan minyak. Dari perspektif Gedung Putih, keberadaan rezim Saddam Husein dianggap mengancam jaminan keamanan pasokan minyak Teluk Persia ke Amerika Serikat. Karena itu, pergantian rezim di Irak mutlak dilakukan untuk menambah pasokan minyak dunia 3-5 juta barel per hari. Kontrol terhadap Irak, pemilik cadangan minyak terbesar ketiga di dunia, membuat AS memiliki posisi dominan di kawasan Teluk Persia dan menjadi landasan untuk menjamin kekuasaaannya di wilayah ini saat berhadapan dengan China, Rusia dan Uni Eropa. Untuk beberapa dekade ke depan, pertumbuhan ekonomi China, Uni Eropa dan Jepang sangat mengandalkan pasokan minyak bumi kawasan Teluk Persia dan Laut Kaspia. Di kawasan Laut Kaspia, Rusia sedang meluaskan pengaruh, begitu pula China dan AS.<br /><br />Minyak bumi menjadi salah satu senjata penting dalam diplomasi politik dunia. China, kandidat raksasa ekonomi dunia yang membutuhkan jaminan suplai minyak dalam jumlah besar, kini terlibat persaingan dalam mendapatkan akses minyak. China bersaing dengan Jepang dalam proyek pipanisasi gas alam dari Siberia – daerah cadangan minyak bumi terbesar di Rusia. Yukos, perusahaan minyak bumi terbesar di Rusia, akan memasok 718 milyar ton minyak ke Chinese National Petroleum Company (CNPC) selama 25 tahun sejak 2005. Bersama Rusia, China mencoba merintangi sanksi yang dijatuhkan PBB terhadap Sudan menyusul tragedi kemanusiaan di Darfur pada tahun 2003. Diplomasi itu terkait dengan politik minyak. China telah memasang dan membangun pipa sepanjang 1.650 kilometer untuk menyalurkan minyak dari Sudan ke Laut Merah, agar lebih mudah diangkut ke kapal-kapal tanker minyak China. Lebih dari setengah ekspor minyak Sudan dibeli China, yang membayar dengan uang dan senjata.<br /><br />China, bersama Rusia, sekali lagi mencoba merintangi sanksi yang dijatuhkan PBB kepada Iran karena program pengayaan uraniumnya. Walaupun akhirnya ikut meloloskan terbitnya Resolusi 1747 DK PBB yang memperluas sanksi terhadap Iran, China tetap melindungi negara itu karena telah mengikat kontrak pembelian minyak Iran senilai USD 100 milyar selama 25 tahun. China juga membantu Iran membangun proyek metro di Teheran, membangun jaringan tenaga listrik dan proyek kapal tanker gas alam serta jalan raya hingga ke Laut Kaspia.<br /><br />Pada bulan Desember 2004, khawatir AS akan menghalangi akses ke Amerika Latin melalui Terusan Panama, China menyusun rencana pembangunan pipa untuk menyalurkan minyak Venezuela ke Samudera Pasifik tanpa harus melalui Terusan Panama. Bersama beberapa negara, China menghimpun dana bagi pembangunan pipa minyak Myanmar dan mengabaikan sanksi AS dan Eropa. Walaupun pemerintahan diktator militer Myanmar menahan peraih nobel Asung San Suu Skyi, negeri ini memiliki cadangan gas yang sangat dibutuhkan China. Bersaing dengan kartel-kartel raksasa minyak dunia seperti Chevron dan ExxonMobil (Amerika Serikat), Total (Perancis), Gazprom dan Lukoil (Rusia), China merancang jalur pipa sepanjang 1.000 km untuk mengalirkan minyak Kazakhstan, pemilik cadangan minyak terbesar di Asia Tengah (39,6 milyar barel), ke Propinsi Xinjian. China termasuk negara yang paling agresif dalam memburu minyak bumi. Sebagai net oil importer dengan tingkat impor minyak mencapai 3,7 juta barel per hari (bph), China tidak hanya menandatangani berbagai kontrak jangka panjang untuk mendapat pasokan migas dari negara-negara pemilik deposit terbesar. Perusahaan-perusahaan minyak negeri itu juga agresif mengakuisis saham perusahaan-perusahaan minyak di negeri lain.<br /><br />Persaingan global karena motif minyak tampaknya akan mewarnai konstelasi politik dunia dalam beberapa dekade ke depan. AS, negara pecandu minyak (addicted to oil), akan menggunakan berbagai cara untuk mengamankan pasokan minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Ekonomi AS adalah ekonomi minyak. Hampir semua sektor ekonomi AS seperti transportasi, industri dan perdagangan tergantung pada minyak bumi sebagai sumber energi. Karena itu, tanpa harga minyak murah, ekonomi AS hampir mustahil dapat bertahan. Begitu harga minyak dunia menjulang, ekonomi AS dipastikan mengalami kontraksi. Hampir semua resesi ekonomi sejak Perang Dunia II terkait dengan kelangkaan minyak dan melambungkan harga minyak dunia. Bukan hanya di bidang ekonomi, ketergantungan AS terhadap minyak juga berlangsung di sektor pertahanan. Tanpa minyak, Departemen Pertahanan AS tidak akan bisa berbuat banyak dalam menggalakkan sektor pertahanannya.<br /><br />Suka atau tidak suka, ekonomi politik AS dipertaruhkan di negeri-negeri minyak yang penuh gejolak. Selagi AS bergantung pada cadangan minyak dari Teluk Persia, Laut Kaspia dan negara-negara Afrika yang labil, sejauh itu pula AS akan terlibat dalam gejolak politik, konflik dan terorisme. Ketergantungan demikian menempatkan AS pada posisi rentan terhadap konflik geopolitik minyak internasional. AS sering kali harus mengikuti keinginan mitra-mitra minyaknya lebih dari sekedar uang, tetapi kompensasi lain berupa dukungan di PBB, transfer persenjataan canggih, perlindungan militer, operasi intelijen dan sebagainya. Posisi ini dapat dengan mudah menyeret AS masuk ke dalam kancah perang minyak dunia yang sesekali dibungkus jargon perang melawan terorisme.<br /><br />Ketergantungan AS terhadap minyak juga membentuk kebijakan politik AS. Bersama lembaga-lembaga multilateral pendukungnya, AS memaksa pelaksanaan regulasi suatu negara yang akomodatif terhadap kepentingan energi AS. Dalam kasus Indonesia, campur tangan AS secara langsung maupun tidak langsung dalam persoalan migas sangat nyata. Pemerintah AS mengambil peran langsung menjamin investasi energi perusahaan-perusahaan migas swasta AS di luar negeri, termasuk Indonesia. Kemenangan ExxonMobil Indonesia (EMOI) sebagai kepala operator Blok Cepu dan perpanjangan kontrak EMOI yang akan berakhir di Blok Natuna, diyakini tidak lepas dari kedatangan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice ke Indonesia pada tanggal 14-15 Maret 2006 dan Presiden AS George W. Bush pada tanggal 20 Nopember 2006. Pengakuan terbuka lembaga-lembaga multilateral yang bekerja dibawah pengaruh AS seperti IMF, World Bank, USAID dan ADB bahwa mereka terlibat dalam merancang draft UU Migas menegaskan bahwa perburuan minyak AS menjangkau seluruh penjuru bumi, termasuk Indonesia, pemilik terbesar ke-23 cadangan minyak dunia.Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-12681771660294379842009-10-29T18:37:00.001+07:002009-10-29T18:48:32.821+07:00Review Film New World Order“<span style="font-style:italic;">When a single story has a thousand sides</span>”<br />Saya meminjam judul movie review NY Times dari film Rendition untuk menggambarkan apa yang saya rasakan setelah selesai menonton film New World Order (NWO) karya sutradara Luke Meyer dan Andrew Neel. Film NWO menggambarkan perjuangan Alex Jones dan rekan-rekannya menuntut kebenaran yang mereka yakini, terutama soal penyelidikan kembali peristiwa penyerangan World Trade Center yang lebih dikenal dengan sebutan 9/11. Selain kontroversi peristiwa 9/11, film NWO juga mengurai beberapa kontroversi lainnya seperti pembunuhan Presiden John F. Kennedy di Texas, kekuatan The Bilderberg Group untuk mengatur dunia, pengaruh simbol masonic di Washington DC, fakta yang terjadi dalam perang di Irak atau NWO sebagai kekuatan setan yang menguasai dunia.<br /><br />Apakah film NWO sebuah film propaganda? Tergantung dari sisi (keyakinan) mana kita melihatnya. Bagi pemerintah Amerika dan mereka yang meyakini 9/11 sebagai sebuah produk serangan teroris, film NWO akan dianggap sebagai sebuah film propaganda dan teori konspirasi belaka. Tetapi bagi mereka yang berdiri dari sisi berlawanan, film NWO tentu tidak mereka anggap sebagai sebuah film propaganda, melainkan sebuah film perjuangan untuk menuntut kebenaran, keadilan dan jawaban atas segala pertanyaan Alex Jones dkk akan kejanggalan dalam peristiwa 9/11.<br /><br />Orang seperti Alex Jones biasanya akan ”dilecehkan” karena dianggap menyuarakan teori konspirasi, sebuah teori yang mengundang sinisme dan bahan lelucon karena sulitnya menyajikan alat bukti positif. Sebuah pemikiran atau gagasan baru dengan sumber mengutip ucapan orang, media, organisasi ataupun catatan buku juga sangat sulit untuk tidak dianggap teori konspirasi jika orang, media, organisasi atau buku tersebut tidak dianggap cukup layak oleh mereka yang berkuasa. Sebagai contoh, dapatkah seorang Steve E. Jones, profesor ilmuwan dari Brigham Young University (bukan universitas terkenal atau dari Ivy League) dianggap layak sebagai sumber untuk mengemukakan teori baru penghancuran WTC yang berlawanan dengan hasil investigasi resmi pemerintah Amerika melalui badan NIST (National Institute of Standards and Technology) ? Sekali lagi tergantung di sisi mana anda berdiri.<br /><br />Film NWO sendiri hanya mempunyai satu sisi pandang yaitu anti kemapanan informasi. Sisi keyakinan bahwa kontrol dan penguasaan atas sumber informasi, media dan pengetahuan merupakan elemen kekuasaan pemerintah Amerika yang sangat berpengaruh hingga pendemo harus menyuarakan ”End The Media Black Out!”. Recheck pada sisi yang sama seperti contoh kasus The Bilderberg Group pada sang penulis buku Daniel Estulin akhirnya menjadi sebuah pilihan wajar bagi film ini.<br /><br />Bulan Oktober ini hadiah nobel Fisika salah satunya jatuh ke tangan Charles Kuen Kao yang dianggap berjasa meletakkan teori bagaimana melewatkan cahaya ke jarak jauh melalui kabel serat optik. Sebuah teori yang tidak hanya membuat video film NWO dapat ditransfer ke seluruh penjuru dunia melalui media Youtube dalam hitungan detik tetapi juga membuat segala informasi atau kabar berita bisa melaju dengan cepat melalui internet. Sebuah kondisi yang saat ini memunculkan medan pertempuran baru yaitu information warfare dalam bentuk battle for mind. Pada akhirnya kita akan kembali mendengar.... “<span style="font-style:italic;">when a single story has a thousand sides</span>”.Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-22740179855817453892009-10-29T18:11:00.004+07:002009-10-29T18:47:55.268+07:00The Criminologist was asking us...<span style="font-style:italic;"><span style="font-weight:bold;">Dalam sistem politik yang sehat kecil kemungkinan terdapat gerakan teror. Masalahnya, walau Indonesia mengaku telah cukup sehat sistem politiknya, masih ada saja gerakan teror bahkan dalam bentuk yang amat ekstrim. Bagaimana menjelaskannya?</span></span><br /><br />Pertama, adalah mencari definisi sistem politik yang sehat. Indonesia mengaku telah cukup sehat sistem politiknya, cukup sehat menurut siapa? Menurut Mancur Olson, sistem dua partai akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efisien dan berhasil daripada sistem multi partai. Sedangkan kondisi di parlemen Indonesia justru diwakili oleh sembilan partai politik. Berdasarkan pendapat Olson, sistem politik di Indonesia tidak bisa dikatakan cukup sehat. <br />Arend Lijphart dalam Democracy in Plural Societies berpendapat bahwa apapun sistem partai yang digunakan akan dapat stabil seandainya negara tersebut berkarakter homogen dan memiliki sedikit ketegangan sosial. Indonesia tidak memiliki karakter yang disebut Lijphart. Berdasarkan pendapat Lijphart, sistem partai di Indonesia akan sangat sulit untuk stabil karena karakteristik kondisi negara.<br /><br />Kedua, mengacu pada hasil penelitian James A. Piazza sebagaimana tertuang dalam Rooted in Poverty?: Terrorism, Poor Economic Development, and Social Cleavages, negara berpopulasi besar dengan sistem politik multi partai rentan terhadap kemunculan terorisme. Demikian juga dengan perpaduan antara jumlah populasi besar dan keanekaragaman etnik dan agama, berdasarkan hasil penelitian membuat negara tersebut rentan terhadap aksi terorisme. Dan sayangnya, Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki dua kombinasi dari tiga variabel penelitian tersebut. Jumlah populasi yang sangat besar (terbanyak keempat di dunia), banyaknya jumlah partai yang mengikuti pemilihan umum (menghasilkan sembilan partai di parlemen) dan keanekaragaman etnik dan agama (didominasi etnik dan agama tertentu).<br /><br />Ketiga, jika kita bandingkan jumlah kasus pengeboman di Indonesia antara masa Orde Baru dan Reformasi (sebelum dan sesudah Mei 1998), maka hipotesis Piazza seakan mendapatkan kebenaran yaitu bahwa negara berpopulasi besar dengan sistem politik multi partai rentan terhadap kemunculan terorisme. Pada masa Orde Baru, Indonesia hanya mengenal tiga partai politik dalam pemilihan umum (Golkar saya anggap sebagai sebuah partai politik). Sebaliknya pada masa Reformasi, jumlah partai politik yang mengikuti pemilihan umum justru berkembang hingga lima belas kali lipat. Dampaknya jumlah partai politik yang duduk di parlemen juga semakin banyak. Beberapa kajian penelitian membuktikan hubungan antara sistem multi partai dan adanya peluang untuk melakukan sebuah ketidakpatuhan politik dan ekstrimisme politik. Penelitian Robert W. Jackman dan Karin Volpert pada kasus 103 pemilihan umum di 16 negara menemukan fakta bahwa sistem multi partai membantu perkembangan partai politik ekstrim<br /><br />Apabila mengacu pada hipotesis Piazza dan beberapa penelitian, maka bertambahnya jumlah partai politik di Indonesia adalah penyebab dari munculnya terorisme dengan sejumlah aksi teror bom. Tetapi apakah benar itu yang terjadi di Indonesia?<br />Perkembangan pemilihan umum di Indonesia dari tahun ke tahun justru tidak membantu perkembangan partai politik ekstrim di Indonesia. Jika partai politik berpaham agama bisa kita sebut sebagai partai politik ekstrim, keterwakilan mereka di DPR justru semakin berkurang dari periode ke periode. Bahkan beberapa mengubah platform keagamaan mereka menjadi nasionalis demi status permanen di kursi DPR. Di Aceh, meskipun tidak lepas dari perjanjian Helsinki, partai politik akhirnya yang menjadi penyaluran mantan anggota GAM untuk lepas dari aksi kekerasan.<br /><br />Keempat, saya mengelaborasi hipotesis James A. Piazza dan Arend Lijphart dengan hipotesis Jurgen Habermas untuk lebih tepat menjawab pertanyaan diatas.<br />Menurut Habermas dalam Merekonstruki Terorisme, penyebab penyakit komunikasi yang ditimbulkan oleh globalisasi bukan bersifat kultural melainkan ekonomis. Hal ini terjadi karena banyak negara berkembang mempersepsikan politik luar negeri Barat sebagai garis depan imperialisme dan sifat konsumerisme Barat dianggap banyak merugikan mereka. Kondisi ini membangkitkan reaksi spiritual yang dilihat sebagai satu-satunya jalan untuk keluar dari sikap bungkam mulut dan penurut.<br />Jadi jika dihubungkan dengan kondisi di Indonesia dimana sering terjadi terorisme dengan aksi teror bom bermotif religius, maka menurut saya reaksi spiritual dipilih sebagai satu-satunya jalan karena mereka tidak melihat sistem multi partai yang ada sekarang dapat menyalurkan aspirasi mereka untuk menentang kondisi yang mereka anggap sebagai sebuah imperialisme Barat. Bagi kelompok ini mungkin saja sistem politik di Indonesia tidak cukup sehat karena tidak efisien dan tidak berhasil mengaspirasi keinginan mereka. Populasi besar dengan keanekaragaman etnik dan agama yang didominasi oleh etnik dan agama tertentu semakin menyuburkan kondisi ini karena pihak yang berbeda bisa dianggap sebagai perwakilan bentuk imperialisme Barat versi Habermas.<br /><br /><br /><span style="font-style:italic;"><span style="font-weight:bold;">Kekuatan negara liberal adalah juga kelemahannya terkait dengan aktivitas terorisme. Apa maksudnya?</span></span><br /><br />Pertama, pengertian dan paham negara liberal merujuk pada kebebasan warganegara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perwujudan liberal sebagai sebuah demokrasi dalam negara harus mengutamakan kebebasan warganegara. Secara teori, demokrasi liberal merupakan sebuah konsep politik yang diusung John Locke dengan prinsip dasar dimana setiap individu memiliki hak untuk bebas, merdeka dan berkuasa.<br /><br />Kedua, menurut Jurgen Habermas dalam Between Fact and Norms: Contribution to A Discourse Theory of Law and Democracy, demokrasi liberal mempunyai dua kelemahan bagi sebuah negara modern yang majemuk yaitu demokrasi liberal di satu sisi telah mengurangi kebebasan individu dari kelompoknya dan di sisi lain menciptakan individu-individu egoistis.<br /><br />Ketiga, kebebasan dalam negara liberal justru menjadi sumber konflik karena mengandaikan setiap individu mempunyai kebebasan mutlak yaitu hak untuk bebas, merdeka dan berkuasa. Karena hak tersebut dilandasi oleh egoistis maka setiap individu menjadi ingin dihargai pendapatnya dan ingin menjadi dominan yang mengakibatkan lahirnya konflik.<br /><br />Keempat, keputusan untuk melakukan teror dalam negara liberal dapat dibenarkan sebagai kebebasan untuk bertindak dan memilih sikap dan keputusan untuk taat pada alasan yang dia pegang. Kebebasan yang diatur oleh negara tersebut menjadi disalahgunakan dan keputusan negara untuk menyerahkan semua hukum pasar pada kebebasan justru pada akhirnya menjadi senjata makan tuan. Timothy McVeigh pun melakukan pengeboman di Oklahoma dengan dasar keyakinan militan yang dia anut. Sebagaimana dimuat di Kompas tanggal 13 Agustus 2009, laporan the Southern Proverty Law Center tanggal 11 Agustus 2009 menyebutkan bangkitnya kekuatan militan sayap kanan di Amerika Serikat yang mulai meluas ke sejumlah daerah di Amerika Serikat. Laporan tersebut menyebut krisis finansial, ketidakpuasan kebijakan ekonomi, rasisme dan sistem pemerintah liberal sebagai beberapa faktor penyebab.<br /><br />Jean Paul Sartre dan Frantz Fanon bahkan memaklumi dilakukannya kekerasan dalam sebuah demokrasi liberal dengan menilai kekerasan sebagai bentuk liberative dan cathartic (meluapkan perasaan). Menurut mereka dalam kondisi tertentu kekerasan sepenuhnya dituntut, dan kadang merupakan cara efektif yang unik, untuk mencapai tujuan politik meskipun dalam kerangka demokrasi liberal.<br />Hal yang sama juga dikemukakan Ted Honderich dalam Violence for Equality yang mengatakan bahwa kekerasan sebagai cara untuk mengurangi penderitaan dan strategi bertahan hidup adalah ilegal, sah dan dapat diterima dalam sebuah demokrasi liberal seperti yang dilakukan oleh IRA, PLO dan ANC.<br /><br />Kelima, dengan demikian kekuatan negara liberal yang sekaligus menjadi kelemahan terkait dengan aktivitas terorisme terletak pada sifat dasar dari negara liberal itu sendiri itu yaitu kebebasan. Untuk mengatasi kelemahan yang pasti muncul ini diperlukan pondasi dasar ketiga dari negara liberal yaitu The Role of Force untuk menegakan hukum. Sebuah kekuatan penegakan hukum oleh negara terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh warganegara sebagai wujud yang diyakini sebagai bentuk kemerdekaan berpikir dan bertindak dalam sebuah negara liberal.Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-53978915461131136312009-06-06T03:53:00.001+07:002009-06-06T04:29:36.232+07:00Bangalore!<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CTOSHIBA%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="Street"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="address"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Latha; panose-1:2 0 4 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:1048579 0 0 0 1 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CTOSHIBA%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Latha; panose-1:2 0 4 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:1048579 0 0 0 1 0;} @font-face {font-family:Georgia; panose-1:2 4 5 2 5 4 5 2 3 3; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> </p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;">This is for you, Juba! ;D</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Chapter pertama buku The World Is Flat karya Thomas L. Friedman langsung menyuguhkan tulisan yang membuatku takjub dengan sebuah negara yang bernama India. Ibarat nonton film di opening scenenya kita langsung disuguhi adegan action super duper seru yang membuat mata kita tak berkedip. Apa yang membuatku sampai geleng-geleng kepala dengan India dan kemudian merasa kagum dengan negara ini. Cerita tentang pesona sosok superstar Shahrukh Khan kah? Atau kepiawaian Friedman melukis keindahan Aishwarya Rai atau Rani Mukherje dalam sebaris kata-kata? Andai saja Friedman mengulas keindahan Bollywood disini... hehehe</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Selama ini kita mendapat banyak informasi mengenai pesatnya perkembangan ekonomi India hingga Jan Nederveen Pieterse dalam tulisannya Globalization the next round: Sociological perspectives, memasukkan India dalam BRIC sebagai kelompok negara yang siap menantang negara-negara maju. </span><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">BRIC sendiri merupakan kependekan dari Brasil, Russia, India dan China. Perkembangan ekonomi India ini banyak ditopang oleh kemajuan teknologi informasi dan outsourcing di negara tersebut. Mereka mempunyai wilayah lembah silikon di kota Bangalore dan dari kota inilah semua “kegilaan” India berawal dengan perusahaan bernama Infosys sebagai salah satu lokomotifnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Jika kita melihat sejarah perkembangan India, bibit kemajuan India dalam teknologi informasi berawal dari usaha Perdana Menteri pertama India Jawaharlal Nehru mendirikan 7 (tujuh) Institut Teknologi India (ITI). Dasar pemikirannya, meskipun memiliki kekayaan alam yang dapat ditambang baik itu batu bara, bijih besi atau intan, tetapi dengan begitu banyaknya penduduk yang harus diberi makan, India tidak bisa hanya mengandalkan sumber daya alam. India harus menambang daya pikir warga negaranya dengan mendidik sebagian besar kelompok elit di bidang ilmu pengetahuan, rekayasa dan kedokteran. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Dari tahun 1951 hingga saat ini, ratusan ribu orang India bersaing masuk dan lulus dari ketujuh ITI dan bahkan katanya lebih sulit masuk ITI daripada ke Harvard atau MIT. Kompetisi ini membuat India menjadi seperti pabrik yang menghasilkan dan mengekspor sebagian orang berbakat di bidang rekayasa, ilmu komputer dan software kepada dunia. Saat krisis komputerY2K atau millenium bug mengancam, orang-orang India menjadi penyelamat banyak perusahaan Amerika yang akhirnya menjadi tonggak kebesaran nama India dimata dunia. Bahkan Thomas L. Friedman sendiri menyebut Y2K pantas disebut sebagai Hari Kemerdekaan India kedua disamping tanggal 15 Agustus.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Nah “kegilaan” apa yang terjadi di Bangalore seperti aku sebutkan diatas? Silicon valley di Bangalore selain sebagai pusat riset dan pengembangan TI juga dikenal sebagai pusat outsourcing bagi perusahaan-perusahaan Amerika dan negara-negara berbahasa Inggris lain. Bagaimana mereka mengelola jasa outsourcing dan mendapat kepercayaan dari orang-orang Amerika menjadi letak dari “kegilaan” yang aku maksudkan diatas. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Kasus pertama. Saat ini banyak pemerintah federal atau negara bagian di Amerika dan perusahaan akuntan publik baik besar maupun kecil di Amerika mempercayakan pekerjaan accounting dan pembuatan tax report kepada perusahaan India. Hal ini didukung dengan kecanggihan dan tingginya tingkat keamanan teknologi informasi yang dimiliki perusahaan India untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Dan untuk soal SDMnya, India ternyata juga mampu menyediakan tenaga akuntan yang bisa dipercaya hasil pekerjaannya oleh perusahaan Amerika.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Kasus kedua. Banyak rumah sakit dan menengah di Amerika yang mempercayakan tugas pembacaan CAT scan kepada dokter-dokter di India. Hal ini biasanya terjadi karena ahli radiologi disana tidak mempunyai cukup staf untuk memberikan layanan rumah sakit saat weekend atau pada malam hari. Dengan pengembangan teknologi kompresi, perusahaan penyedia jasa outsourcing di India mampu mengirimkan hasil CAT scan lewat internet dengan lebih baik, mudah dan cepat. Sama halnya dengan akuntan, hasil pekerjaan dokter-dokter di India juga dipercaya oleh banyak rumah sakit di Amerika.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Kasus ketiga. Kantor berita Reuters mengembangkan operasinya khusus di Bangalore untuk melayani semakin meningkatnya permintaan informasi dan analisa mengenai bisnis dan keuangan baik dari para bankir investasi, pialang saham, koran, radio, televisi hingga situs internet. Reuters pun memperkerjakan dan melatih orang-orang India berlatar belakang akuntansi untuk membuat berita dan melakukan analisis berita bisnis dan keuangan. Kasus skandal analisis keuangan pada perusahaan besar di Wall Street semakin mendorong Reuters untuk meng-outsource pekerjaan analisis ke Bangalore dengan didukung pengembangan software penyampaian berita. </span><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Hebat, analisis Bangalore lebih dipercaya daripada para analisis di Wall Street, New York.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Kasus keempat. Perusahaan India banyak menyediakan jasa asisten eksekutif jarak jauh kepada para eksekutif di Amerika. Pelanggan mereka banyak datang dari para konsultan kesehatan yang seringkali harus melakukan banyak perhitungan dan menyusun presentasi power point dan bank investasi serta perusahaan layanan keuangan yang seringkali harus menyiapkan pamflet menarik dilengkapi grafik untuk menggambarkan keuntungan IPO atau tawaran merger. Semua pekerjaan itu dipercayakan kepada asisten mereka yang berada jauh di India.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Kasus </span><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;">kelima. Nah ini yang paling gila. Sebuah pusat layanan informasi bernama 24/7 Customer di Bangalore menyediakan jasa outsourcing pada banyak perusahaan Amerika dan negara lain dalam hal layanan customer service, call center, delivery order atau marketing. Jadi bayangkan, di sebuah tempat bernama 24/7 Customer, orang-orang India harus menerima telepon dari seluruh dunia atau memutar nomor telepon untuk menerima keluhan, saran, pemesanan, permintaan bantuan atau untuk menawarkan sebuah produk maupun menagih tunggakan. Hebatnya orang Amerika yang menelpon tidak tahu jika mereka sebenarnya sedang berbicara dengan orang India yang sedang berada di negara India dan bukan di negara mereka sendiri. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Apa yang dilakukan perusahaan India penyedia jasa ini sehingga bisa mengelabui banyak orang Amerika? Bekerja sama dengan perusahaan pengguna jasa, mereka melakukan pelatihan prosedur khusus menangani panggilan telepon dalam program yang disebut netralisasi aksen. Calon pegawai di perusahaan tersebut harus menjalani pelatihan untuk menutup logat kental India mereka dan menggantinya dengan logat Amerika, Kanada atau Inggris, tergantung dari asal perusahaan pengguna jasa.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Apa sebenarnya yang menjadi kelebihan SDM India di mata orang-orang Amerika? Tom Glocer dari Reuters mengatakan India adalah tempat yang kaya akan orang untuk direkrut, baik yang memiliki ketrampilan teknis, maupun finansial. Sedangkan Jack Welch dari General Electric menyebutkan India adalah negara berkembang dengan kapabilitas intelektual maju, begitu kaya bakat yang dapat dimanfaatkan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Bagaimana menurut orang India sendiri? Rajesh Rao, seorang CEO perusahaan India menyebutkan beberapa kelebihan India karena memiliki banyak orang yang bisa berbahasa Inggris yang terpelajar dan berupah rendah dimata orang Barat, memiliki kandungan DNA berupa budaya melayani, etos pendidikan yang sangat tinggi dan semangat wirausaha.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Kelas intensif pada malam hari (hingga jam 10 malam) dan dilakukan 7 (tujuh) hari seminggu menjadi kehidupan biasa bagi siswa kelas 3 SMA di India untuk merebut perguruan tinggi terbaik. Bahkan di buku World Is Flat digambarkan para siswa ini setelah pulang ke rumah, kebanyakan dari mereka akan meneguk secangkir kopi manis kental untuk membantu mereka agar tetap terjaga untuk belajar beberapa jam lagi. Bagi mereka yang tidak dapat menempuh pendidikan tinggi di jalur formal, berlomba-lomba mencari bimbingan atau latihan di bidang TI dan Bahasa Inggris.<span style=""> </span>Booming IT dan outsourcing yang menyediakan gaji besar untuk ukuran orang India (tetapi kecil bagi orang Barat) menjadi harapan mereka untuk lepas dari kemiskinan, sebuah kondisi yang sebenarnya masih banyak terjadi di negara berpenduduk lebih dari 1 milyar ini.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Bagaimana dengan Indonesia? Well.. seperti yang dikatakan Rajesh, dunia adalah lapangan sepakbola, orang harus cukup bagus agar dapat tetap dalam tim yang bermain di lapangan, siapa yang tidak cukup bagus, harus menonton dan duduk di bangku cadangan atau diluar lapangan. Dan masalahnya sekarang adalah efisiensi, kolaborasi, daya saing dan terus menjadi pemain di lapangan.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">Rab ne bana di jodi yuk? hehehe</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family:Georgia;font-size:85%;">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /><span lang="IT" style="font-family:Georgia;"><o:p></o:p></span></p> <p></p> Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-74717114062503283882009-06-05T00:19:00.003+07:002009-06-05T00:37:54.947+07:00Indonesian Airlines in Pricing Rivalry<span style="font-weight: bold;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">LATAR BELAKANG</span><br />Undang-undang Nomer 15 Tahun 1992 menjadi turning point dalam perkembangan bisnis penerbangan di Indonesia, khususnya kategori penerbangan niaga berjadual. Berkat undang-undang tentang penerbangan ini, jumlah perusahaan jasa penerbangan semakin meningkat di Indonesia. Sebelum berlakunya undang-undang ini, persaingan perusahaan jasa penerbangan di Indonesia untuk kategori penerbangan niaga berjadual hanya diisi oleh Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, Bouraq Airlines dan Mandala Airlines. Berdasarkan data pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara Departemen Perhubungan (Dephub), industri jasa penerbangan di Indonesia terus mengalami pertumbuhan dan mencapai puncaknya pada tahun 2001. Saat itu jumlah perusahaan penerbangan niaga berjadual mencapai 19 buah perusahaan. Sedangkan saat ini berdasarkan data Ditjen Perhubungan Udara Dephub, jumlah perusahaan penerbangan niaga berjadual tercatat sebanyak 13 buah perusahaan. Beberapa perusahaan penerbangan bertumbangan sebagai hasil ketatnya tingkat persaingan harga antar operator transportasi udara, krisis moneter yang melanda Indonesia dan dampak peristiwa 9/11 di Amerika Serikat.<br />Adanya perang tarif pada industri penerbangan ini antara lain disebabkan karena adanya kebijakan dari Menteri Perhubungan (Menhub) pada tanggal 1 Februari 2002 melalui Keputusan Menhub Nomer KM.8/2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi dan Nomer KM.9/2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi. Adapun keputusan tersebut mendasarkan pada koridor batas atas yang harus dipatuhi semua operator penerbangan dalam penentuan tarif. Sedangkan penentuan tarif batas bawah diserahkan kepada setiap perusahaan penerbangan dengan syarat biaya operasional terutama biaya perawatan tidak dapat diturunkan untuk alasan keselamatan penerbangan. Penentuan tarif batas bawah ini dikenal dengan tarif referensi. Kebijakan inilah yang langsung menciptakan "perang terbuka" dalam menetapkan tarif angkutan udara serendah mungkin. Sebelum adanya dua surat keputusan tersebut, pemberlakuan tarif penerbangan diatur oleh asosiasi maskapai penerbangan nasional INACA (Indonesian National Air Carriers Association), dimana besaran tarif INACA itu dipatok dalam kurs dolar AS, yaitu 11 sen per seat per kilometer.<br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">LOW COST CARRIER DAN LOW FARE CARRIER</span><br />Di dunia penerbangan internasional pada tahun 1990an muncul sebuah konsep baru mengenai model penerbangan yang unik dengan strategi penurunan biaya operasional. Konsep tersebut muncul sebagai lawan dari full service carrier (FSC) yang diadopsi maskapai penerbangan untuk kenyamanan para penumpangnya. Konsep ini dikenal sebagai low cost carrier (LFC) yang sering juga disebut dengan budget airlines atau no frills flight atau juga discounter carrier. Dengan melakukan efisiensi biaya di semua lini, sebuah maskapai penerbangan melakukan hal-hal diluar kebiasaan maskapai pada umumnya. Kalau perusahaan penerbangan pada umumnya melakukan penambahan layanan yang memiliki value added maka LCC justru melakukan eliminasi layanan maskapai tradisional yaitu dengan pengurangan catering, peniadaan koran atau majalah, penghapusan in flight entertainment atau minimasi reservasi dengan bantuan teknologi informasi sehingga layanan nampak sederhana dan cepat.<br />Pelayanan yang minimalis ini berakibat pada penurunan biaya, namun faktor safety tetap dijaga untuk menjamin keselamatan penumpang sampai ke tujuan. LCC adalah redefinisi bisnis penerbangan yang menyediakan harga tiket yang terjangkau serta layanan terbang yang minimalis. Intinya produk yang ditawarkan senantiasa berprinsip low cost untuk menekan dan mereduksi biaya operasional sehingga bisa menjaring segmen pasar bawah yang lebih luas. LCC juga menerapkan outsourcing dan karyawan kontrak terhadap SDM non vital termasuk pekerjaan ground handling pesawat di bandara.<br />Konsep LCC dirintis oleh maskapai Southwest di Amerika Serikat. Efisiensi yang mereka lakukan meliputi harga yang murah, teknologi, struktur biaya, rute hingga berbagai peralatan operasional yang digunakan. Keberhasilan Southwest kemudian banyak ditiru maskapai penerbangan lainnya di dunia seperti Ryanair, Shuttle, MetroJet, Delta Express, Continental Lite dan lain-lain. Mereka sebagian besar anak perusahaan dari maskapai yang lebih besar. Langkah LCC kemudian juga ditiru di Asia dengan munculnya AirAsia dengan CEO-nya Tony Fernandes dan Virgin Blue di Australia. Kemudian di Indonesia, Rusdi Kirana lewat Lion Air dan anak perusahaannya Wings Airlines juga pernah mengklaim perusahaannya sebagai maskapai penerbangan LCC.<br />Menurut Joko Sugiarsono, seorang pengamat dunia penerbangan nasional, di Indonesia belum ada maskapai penerbangan yang bisa disebut menerapkan pola bisnis LCC sejati karena biaya operasional beberapa maskapai nasional yang mengklaim sebagai LCC di Indonesia masih diatas rata-rata maskapai LCC pada umumnya, termasuk diantaranya Lion Air. Banyak analisis keuangan masih menyatakan bahwa cost per available seat miles dari beberapa maskapai yang dianggap LCC di Indonesia masih berada diatas ambang standard operating cost dari suatu LCC yang sejati. Namun karena price structure-nya sendiri sudah sesuai dengan konsep LCC, maka akan lebih tepat disebut sebagai low fare carrier (LFC) karena hanya menawarkan harga murah tetapi belum sepenuhnya mendukung prinsip-prinsip LCC dimana struktur cost dan produktifitas maskapai masih tergolong mahal. Adanya konsep LFC tentu sangat menguntungkan konsumen transportasi di Indonesia karena mereka dihadapkan pilihan menggunakan transportasi udara yang berbiaya murah dan cepat. Seringkali harganya jauh lebih murah dari perjalanan darat dengan bus atau kereta api yang membutuhkan waktu lebih lama.<br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">KARAKTER KONSUMEN</span><br />Konsep LFC yang digunakan banyak maskapai penerbangan Indonesia melalui penerapan tarif murah sejalan dengan hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh YLKI pada tahun 2003 terhadap rute penerbangan Jakarta-Medan, Jakarta-Batam, Jakarta-Yogyakarta dan Jakarta-Pekanbaru, alasan yang paling sering dipakai oleh responden untuk memilih salah satu operator angkutan udara adalah harga tiket yang murah. Alasan tersebut sangat masuk akal karena naluri konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk secara alamiah adalah berusaha untuk memaksimalkan keuntungan yang diperolehnya dengan mengeluarkan biaya serendah mungkin, hal ini sesuai dengan prinsip utility maximisation. Survey YLKI yang dilakukan terhadap 600 orang responden penumpang pesawat udara di bandar udara internasional Soekarno-Hatta menghasilkan komposisi utama alasan pemilihan maskapai penerbangan sebagai berikut: harga murah (28%), pelayanan baik (18%), tepat waktu (7%), keamanan/keselamatan (6,17%), jadual/jaringan banyak (6%) dan kenyamanan (5,67%).<br />Selanjutnya dari responden tersebut sebanyak 32,8% berpendapat bahwa persaingan harga tiket pesawat terbang seharusnya dibiarkan karena konsumen dapat diuntungkan dari adanya persaingan tersebut. Sebanyak 41,3% responden kurang setuju dengan alasan persaingan harga tiket antar maskapai penerbangan akan merugikan maskapai penerbangan lainnya. Dari data tersebut disimpulkan bahwa persaingan antara operator angkutan udara memberikan keuntungan kepada konsumen karena konsumen dapat memperoleh kemudahan dalam memilih operator angkutan udara yang memberikan penawaran harga tiket terendah. Meskipun demikian sebanyak 35,8% orang responden setuju apabila pemerintah tetap perlu untuk membuat aturan yang ketat tentang harga tiket pesawat terbang.<br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">MARKET SHARE</span><br />Berdasarkan data Annual Report 2007 yang dikeluarkan INACA, terlihat bahwa industri penerbangan di Indonesia hanya didominasi oleh 9 maskapai penerbangan pada tahun 2007 dengan 3 diantaranya tidak bergabung dalam INACA yaitu Adam Air, Wings Airlines dan AirAsia. Dengan sudah tidak beroperasinya Adam Air menyusul tragedi jatuhnya pesawat mereka di perairan Sulawesi, praktis saat ini persaingan penerbangan di Indonesia diikuti oleh 8 pemain utama. Meskipun demikian masing-masing maskapai memiliki strategi yang akan membedakan jasa penerbangan yang mereka lakukan. Dalam pembahasan strategi yang digunakan perusahaan penerbangan, penulis akan fokus pada 3 maskapai yaitu Garuda Indonesia, AirAsia dan Lion Air.<br />Berdasarkan komposisi market share-nya, struktur pasar konsumen maskapai penerbangan berbentuk pasar oligopolistik. Pasar oligopolistik adalah suatu bentuk persaingan pasar yang didominasi oleh beberapa produsen atau penjual dalam satu wilayah area. Struktur pasar ini memiliki beberapa sifat yaitu harga produk yang dijual relatif sama, pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses, sulit masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar dan perubahan harga akan diikuti perusahaan lain.<br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">KOMPOSISI HARGA TIKET PESAWAT</span><br />Sebelum membahas lebih lanjut persaingan harga tiket di industri penerbangan, dibawah ini adalah komponen-komponen yang ada dalam penentuan sebuah harga tiket pesawat, yaitu:<br />Pertama, tarif dasar, merupakan tarif promosi yang sering diiklankan oleh maskapai, umumnya tarif dasar ini berdasarkan tarif subclass atau bertingkat dari harga murah kemudian berjenjang ke harga yang lebih tinggi sesuai dengan tingkat layanan yang diberikan oleh maskapai. Semakin mahal harga tarif dasarnya, maka biasanya semakin bagus layanan dan value added services yang diperoleh calon penumpang<br />Kedua, komponen tarif pajak dari pemerintah untuk penerbangan domestik yang biasanya bernilai 10% dari tarif dasar.<br />Ketiga, tarif asuransi atau sering disebut IWJR.<br />Keempat, tarif fuel surcharge (FS), yaitu tarif tambahan yang dikenakan sesuai kebijakan masing-masing maskapai yang nilainya bisa berbeda antara rute yang satu dengan rute yang lain, di mana tarif FS dibuat akibat adanya seringnya terjadi perubahan terhadap harga fuel atau avtur, yang merupakan dampak tidak stabilnya harga minyak dunia pada saat ini.<br />Oleh karena itu, jika kita melihat banyak perusahaan penerbangan gencar mempromosikan harga tiket murah seperti banyak diiklankan di media massa, maka calon penumpang tidak akan membayar sesuai dengan yang diiklankan tersebut. Perusahaan penerbangan hanya mencantumkan tarif dasarnya saja dalam berpromosi, sehingga harga keseluruhan yang harus dibayar oleh calon penumpang bisa jauh lebih besar dari tarif yang dipromosikan karena harga tiket yang dipromosikan belum ditambah oleh komponen biaya lainnya seperti asuransi, pajak, dan komponen tarif FS. Tetapi ada juga perusahaan penerbangan yang tidak memasukkan tarif FS dalam komponen harga tiketnya seperti yang diterapkan oleh AirAsia.<br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">PRICING RIVALRY</span><br />Berdasarkan penjelasan dynamics of pricing rivalry dalam buku Economics of Strategy karangan Besanko, Dranove, Shanley and Schaefer, dalam pasar oligopolistik keputusan harga biasanya berada di segelintir pemain, walaupun berada diantara banyak pemain. Dalam konsep cooperative pricing, sebagai price leaders, segelintir pemain ini bisa membuat skema sebagai berikut: perusahaan oligopoli berkonspirasi dan berkolaborasi untuk membuat harga monopoli dan mendapatkan keuntungan dari harga monopoli ini, pemain oligopoli akan berkompetisi dalam harga sehingga harga dan keuntungan menjadi sama dengan pasar kompetitif serta harga dan keuntungan oligopoli akan berada antara harga di pasar monopoli dan pasar kompetitif.<br />Mardiharto Tjokrowasito, seorang peneliti dari Bappenas, mengutip Koran Tempo tanggal 10 April 2002 untuk menggambarkan perang tarif penerbangan domestik di Indonesia, khususnya pada rute Jakarta-Surabaya yang merupakan salah satu jalur gemuk (golden route). Saat itu jalur penerbangan Jakarta-Surabaya dilayani oleh 6 perusahaan penerbangan, yaitu Garuda Indonesia, Mandala Airlines, Bouraq Airlines, Star Air, Kartika Airlines, dan Indonesian Airlines (IA). Adanya perang tarif tersebut terlihat antara IA, sebagai maskapai penerbangan baru pada masa itu dan Garuda sebagai maskapai penerbangan yang sudah lama beroperasi. IA adalah maskapai penerbangan baru mulai mulai beroperasi pada akhir Maret 2002. Pada jalur Jakarta-Surabaya, IA menetapkan tarif sebesar Rp 530 ribu. Garuda sebagai maskapai penerbangan terbesar tidak mau kalah dan menurunkan tarifnya dari Rp 600 ribu menjadi Rp 499 ribu. Merespon hal tersebut IA menurunkan harga tiketnya lagi dari Rp 530 ribu menjadi Rp 390 ribu, sementara itu maskapai penerbangan lain juga melakukan penyesuaian harga tiketnya seperti Kartika dan Pelita langsung mematok tarif Rp 336 ribu dan Rp 333 ribu. Menanggapi hal tersebut Garuda ternyata justru merevisi kembali harga tiket penerbangan rute Jakarta-Surabaya dari harga promosi yang sekarang yaitu Rp 499 ribu kembali pada harga yang biasa (published rate) yaitu Rp 650 ribu.<br />Cerita diatas menggambarkan ketatnya persaingan industri penerbangan domestik yang sudah menjurus pada hyper competition alias persaingan gila-gilaan. Hyper competition dengan model perang harga memang sudah tak bisa dihindari dalam penerbangan domestik sejak Menhub menetapkan batas atas dan tarif referensi pada tarif penerbangan. Murahnya harga tiket pesawat oleh maskapai penerbangan yang mengklaim dirinya sebagai penerbangan LCC mengakibatkan maskapai tradisional lain mau tidak mau harus menurunkan harga tiketnya, baik melalui sistem tarif promo atau penerapan tarif subclass berdasarkan jangka waktu pemesanan tiket. Tetapi tidak semua perusahaan penerbangan akhirnya larut dalam perang tarif, seperti Garuda Indonesia, karena adanya diferensiasi dalam produk mereka melalui kelebihan pelayanan dan brandvalue atau brand image yang dimiliki. Berikut ini akan diuraikan strategi yang digunakan 3 (tiga) perusahaan penerbangan, yaitu Garuda Indonesia, AirAsia dan Lion Air dalam menghadapi hyper competition.<br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">Garuda Indonesia</span><br />Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memudahkan pendirian sebuah maskapai penerbangan, banyak bermunculan maskapai penerbangan baru. Hal ini tentu menambah tingkat persaingan antar maskapai. Dampak persaingan ini adalah semakin murahnya harga tiket pesawat yang menguntungkan konsumen. Untuk menjawab tantangan itu Garuda Indonesia selaku maskapai yang sudah cukup berpengalaman di Indonesia ternyata mempunyai strategi untuk memenangkan persaingan. Salah satunya adalah dengan menerapkan sistem marketing yang terencana dan terpadu. Bentuk strategi marketing yang ditawarkan Garuda Indonesia adalah etravel. Garuda Indonesia berupaya mewujudkan kenyaman dan ketepatan bagi pelanggannya untuk melakukan perjalanannya. Selain itu untuk menjawab tantangan persaingan yang semakin tinggi Garuda meluncurkan layanan Citilink yang menawarkan penerbangan murah dengan mengedepankan ketepatan waktu.<br />Pada umumnya perusahaan penerbangan di Indonesia memandang krisis, dalam hal ini kecelakaan pesawat, sebagai sebuah ancaman (threat) sehingga ditangani dengan sikap defensif. Padahal jika jeli melihatnya, krisis bisa diubah menjadi sebuah peluang. Hal ini karena ketika krisis menimpa sebuah perusahaan tentunya mereka akan mendapatkan publikasi yang cukup besar. Kuncinya dalam hal ini adalah perusahan itu harus mampu mengontrol informasi. Bersikap defensif tidak akan menyelesaikan krisis, hal ini justru kan merusak brand image perusahaan tersebut. Dalam dunia pemasaran, brand image adalah kumpulan asosiasi merek yang saling berkaitan. Bila image merek terganggu karena terjadinya suatu krisis yang tidak dapat ditangani dengan baik, maka harus ada perbaikan dalam asosiasi dari merek tersebut. Dalam sebuah perusahaan penciptaan dan perbaikan brand image biasanya menjadi tanggung jawab public relations.<br />Sebagai sebuah perusahaan penerbangan yang mempunyai pengalaman yang cukup lama di Indonesia, Garuda telah mempunyai metode penanganan krisis (kecelakaan pesawat) yang baku dan terlatih. Dalam kecelakaan GA-200 di Yogyakarta pada bulan Maret 2007, Garuda Indonesia telah melakukan tindakan tepat yaitu menangani krisis dengan mengunakan pendekatan komunikasi dan sepenuh hati menunjukan rasa tanggung jawabnya. Informasi mengenai kecelakaan mudah diakses dan korban beserta keluarganya tidak terlantar. Uang simpati berupa uang asuransi, uang simpati dan biaya pengganti bagasi dibayarkan kepada seluruh penumpang dalam waktu kurang dari 1 bulan.<br />Bentuk tanggung jawab tersebut diperkuat dengan sikap Presiden Direktur Garuda Indonesia Emirsya Satar yang bersikap kooperatif dengan wartawan dan langsung terjun ke lokasi kejadian sesaat setelah accident GA-200 terjadi. Emirsyah Satar tidak segan untuk meminta maaf dan menyampaikan rasa simpati kepada semua pihak. Hal ini membedakan Garuda Indonesia dengan maskapai penerbangan domestik lain dalam hal penanganan kasus kecelakaan. Umumnya maskapai penerbangan domestik lain lebih bersikap defensif dan terkesan tidak siap jika sebuah kecelakaan menimpa armadanya.<br />Garuda Indonesia tidak larut dalam perang harga karena mereka kembali ke positioning perusahaan FSC yang berorientasi pada jasa (service orientation) setelah sebelumnya sempat berorientasi pada pasar (market orientation). Hal ini dilakukan karena customer satisfaction konsumen terhadap pelayanan Garuda masih cukup menggembirakan. Garuda Indonesia juga menetapkan dirinya bermain pada pasar premium yaitu menyasar konsumen penerbangan kelas menengah ke atas. Sedangkan pasar menengah ke bawah diserahkan ke Citilink dengan manajemen terpisah. Akibatnya secara tactical decision, market share pasar konsumen penerbangan Garuda semakin tergerus dari tahun ke tahun. Tetapi secara strategic decision, keputusan tersebut justru menguatkan segmen Garuda di pasar premium dan bahkan mereka menjadi monopoli di pasar tersebut. Dalam aspek profit taking, kinerja perusahaan juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.<br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">AirAsia</span><br />Meniru konsep LCC yang dianut Southwest di Amerika Serikat dan Ryanair di Inggris, Tony Fernandes mendirikan perusahaan penerbangan AirAsia di Malaysia. Segera setelah strategi dan cara yang ditempuh berhasil, AirAsia pun melebarkan sayapnya ke Indonesia, Singapura dan Thailand. Tony Fernandes berkali-kali menyatakan bahwa AirAsia memiliki pangsa pasar yang berbeda dengan maskapai penerbangan besar di Malaysia, Indonesia atau Thailand karena mereka fokus pada kelas konsumen yang sensitif terhadap harga dan mereka yang sebelumnya tidak pernah membayangkan bisa naik pesawat terbang.<br />Untuk memastikan rendahnya harga jual tiket AirAsia, Tony Fernandes melancarkan strategi penghematan di segala bidang sebagai nafas perusahaan. Beberapa diantaranya adalah dengan menghapuskan hidangan makanan dalam pesawat, satu rute penerbangan hanya memakan waktu 3 – 3,5 jam perjalanan sehingga untuk penerbangan pulang pergi AirAsia hanya menggunakan awak pesawat yang sama dan tidak ada gaji lembur maupun akomodasi, pesawat AirAsia lepas landas dan mendarat di landasan udara termurah, pelanggan disarankan untuk membeli tiket melalui internet sehingga menghemat sewa konter dan gaji petugas, pesawat AirAsia tidak menggunakan garbarata di bandara, AirAsia membeli bahan bakar pesawat dengan membayar di muka dan AirAsia menggunakan pesawat Airbus yang kapasitas seatsnya lebih banyak. Bahkan Tony Fernandes mengklaim kantornya adalah yang terkecil dan terhemat diantara seluruh airlines di dunia. Salah satu indikator dari keberhasilan strategi penghematan ini adalah tidak dimasukkannya tarif FS dalam komponen harga tiket penerbangan AirAsia. Pada masa tertentu dan untuk kuota jumlah kursi tertentu, AirAsia juga menerapkan strategi tarif promo dengan harga tiket dibawah harga normal untuk mengantisipasi kosongnya kursi pesawat.<br />Memasuki pasar penerbangan Indonesia, AirAsia harus siap menghadapi perang harga diantara maskapai. Konsep LCC yang diusung AirAsia harus menghadapi banyaknya maskapai penerbangan Indonesia yang mengklaim menggunakan konsep LCC walaupun pada kenyataannya lebih tepat disebut LFC. Strategi lain apa yang dilakukan AirAsia menghadapi perang harga yang sengit? Cabin AirAsia dan tray table dibuat tidak polos dengan ditempeli stiker sebuah merek produk yang tengah gencar membangun image sebagai produk global. Sementara cabin airlines lain diusahakan bersih dan elegan, cabin AirAsia justru menjadi sarana promosi dan sumber pemasukan. AirAsia juga memperhatikan fast turn-around sebagai salah satu key perfomance indicator yaitu menghitung selisih menit kedatangan dan keberangkatan disuatu bandara. Menurut mereka pesawat akan bernilai ekonomis ketika ia terbang di udara. Sedangkan di terminal, di darat, pesawat justru tak perlu berlama-lama.<br />Untuk menambah turnover, AirAsia menjual makanan dan minuman selama penerbangan termasuki mie instan. Menariknya, AirAsia juga berjualan merchandise seperti topi, t-shirt, baby jumper, magic bag atau mini airplane berlogo Air Asia. Pramugari Air Asia pun dituntut tak berjarak dengan penumpang. Mereka akan dengan ramah, tanpa segan, mengobrol dengan penumpang. Mereka tahu bahwa bahwa mengobrol adalah bagian dari customer intimacy strategy yang akan berdampak pada Rupiah Customer Spending selama penerbangan. Terakhir, AirAsia sangat mengutamakan faktor keselamatan pesawat-pesawatnya, tarif murah hanya menganggu kenyamanan penerbangan tetapi tidak untuk keselamatan penerbangan. Khusus untuk pasar Indonesia, AirAsia membeli 20 pesawat baru Airbus A320 pada tahun 2007.<br />Keseragaman penggunaan pesawat Airbus A320 bukannya tanpa tujuan. Dengan penerbangan seluruhnya menggunakan armada A320, AirAsia ingin memperoleh keuntungan dari penghematan biaya pemeliharaan pesawat. AirAsia tidak perlu menyediakan stok cadangan yang bermacam macam. Pembelian spare part pun bisa dilakukan sekaligus dalam jumlah besar karena armada yang digunakan sejenis sehingga biaya pembelian spare part dapat lebih ditekan. Dengan hanya menggunakan pesawat satu tipe, diharapkan bisa mempercepat waktu penyediaan (turnaround time) pesawat dan menyederhanakan pemeliharaan.<br />Sebagai totalitas penerapan LCC, AirAsia telah membangun bandara LCC di Kuala Lumpur International Airport (KLIA) dan berencana membangun bandara sejenis di Bandara Sukarno-Hatta dan Thailand. Hal ini juga sejalan dengan ambisi AirAsia menjadi maskapai penerbangan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Bahkan AirAsia melakukan kerjasama dengan klub sepakbola terpopuler di dunia Manchester United untuk menancapkan imagenya. Selain di Asia Tenggara, AirAsia berencana berekspansi ke Australia, China, Korea Selatan, Jepang dan Timur Tengah. Tetapi status mereka sebagai maskapai asing dari Malaysia, agak membatasi sikap agresif mereka membuka rute penerbangan di Indonesia.<br />Dengan demikian, AirAsia sangat fokus menggarap segmen pasar menengah ke bawah dengan menegaskan status mereka sebagai perusahaan penerbangan LCC. Sebuah konsep yang mengandalkan rendahnya harga karena keunggulan di minimalisasi biaya operasional dan meninggalkan keunggulan kenyamanan dalam bertransportasi udara tanpa mengurangi tingkat keselamatan pesawat. Beberapa pernyataan yang dikeluarkan Tony Fernandes untuk menegaskan keberadaan AirAsia sebagai maskapai LCC disertai langkah-langkah strategis untuk mendukung klaim tersebut, membuat AirAsia mempunyai positioning yang jelas di mata calon konsumen penerbangan Indonesia. AirAsia identik dengan tarif murah tanpa mengurangi keselamatan penerbangan. Sebuah hal menguntungkan dari hasil strategic decision manajemen. Meskipun jika ditinjau dari tactical decision, penerapan harga murah justru memicu reaksi agresif dari para pesaingnya dengan melakukan cara yang sama.<br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">Lion Air</span><br />Pada awal berdirinya Lion Air langsung menerapkan strategi LFC (diklaim sebagai LCC) yang mengandalkan tarif murah pada tiap rute pesawatnya. Strategi ini berhasil, Lion Air sukses bertahan dan bahkan saat ini menjadi maskapai penerbangan terbesar kedua di Indonesia berdasarkan data INACA. Keberhasilan ini juga didukung oleh banyaknya jumlah pesawat yang melayani banyak rute penerbangan di Indonesia. Berdasarkan data INACA Lion Air merupakan maskapai nasional dengan jumlah pesawat yang dimiliki terbanyak kedua setelah Garuda Indonesia. Secara head to head, Lion Air berhadapan langsung dengan AirAsia pada ceruk pasar yang sama, konsumen yang sensitif terhadap harga.<br />Lantas apa strategi yang dilakukan Lion Air menghadapi ketatnya perang harga di dunia penerbangan. Lion Air ternyata menjadi perusahaan penerbangan yang memberikan komisi paling besar ke travel agent. Jika maskapai penerbangan lain rata-rata hanya memberikan komisi sebesar 2-3 persen maka Lion Air berani memberikan komisi kepada travel agent hingga sebesar 5 persen. Dampaknya hampir semua travel selalu mengarahkan dan menawarkan Lion Air sebagai penerbangan utama. Salah satu kelebihan lain dari Lion Air, hingga tahun 2005 Lion Air menempati Terminal Dua Bandara Soekarno-Hatta. Hal ini memberikan para penumpang kemudahan penerbangan sambungan ke Indonesia atau dari Indonesia ke tujuan internasional lainnya, selain memberikan keuntungan lebih dari segi prestise karena mayoritas perusahaan penerbangan lokal atau penerbangan domestik hanya menempati Terminal Satu.<br />Sayang, sebagian besar pesawat yang digunakan oleh Lion Air adalah pesawat yang sudah cukup berumur dengan didominasi pesawat MD80 dan sebagian menyewa pesawat dari perusahaan lain yang biasanya sudah tua. Dengan menggunakan pesawat sewaan, keuntungannya maskapai tidak perlu mengeluarkan biaya modal yang besar pada tahap awal operasi. Meskipun biaya modal dapat ditekan, sebenarnya strategi ini menyebabkan biaya operasional membengkak. Selain biaya perawatan, biaya pemakaian bahan bakar akan meningkat dan menjadi sangat terasa pada kondisi saat ini. Biaya bunga yang cukup besar juga merupakan beban bagi maskapai penerbangan. Akibatnya, kecurigaan bahwa pesawat tidak mendapatkan perawatan yang semestinya, timbul di masyarakat pengguna jasa. Padahal, dalam rangka menekan biaya operasional, keselamatan penerbangan juga dapat ditingkatkan dengan mengganti pesawat lama dengan pesawat baru. Lion Air juga termasuk dalam deretan maskapai penerbangan nasional yang beberapa kali mengalami kecelakaan.<br />Tetapi pada tahun 2007 Lion Air mengubah paradigma biaya operasionalnya. Maskapai penerbangan nasional terbesar kedua ini mendatangkan 60 pesawat Boeing 737-900ER yang peluncuran perdananya dilakukan di pabrik Boeing, Seattle, Amerika Serikat pada tahun 2006 dengan nilai transaksi pembelian pesawat sebesar USD 3,9 miliar. Kehadiran pesawat baru dan seragam ini diharapkan memangkas biaya operasional dari biaya perawatan. Biaya perawatan pesawat merupakan salah satu pos biaya yang cukup besar dalam operasional penerbangan, mencapai 12-20 persen. Dengan penghematan biaya perawatan tersebut, biaya operasional juga akan turun secara cukup signifikan. Penggunaan pesawat yang lebih muda akan meningkatkan keselamatan penerbangan karena kondisinya relatif lebih baik.<br />Pembelian pesawat-pesawat baru ini justru digunakan Lion Air untuk mulai meninggalkan konsep LFC dengan tarif murahnya dan hal tersebut dinyatakan langsung oleh Rusdi Kirana sebagai CEO Lion Air setelah memberi keterangan tentang Rapat Umum Anggota INACA Tahun 2007. Menurut Rusdi Kirana, tarif murah lambat laun akan ditinggalkan penumpang. Pengguna jasa penerbangan lebih memilih kenyamanan dan keamanan. Untuk itu, Lion Air memilih berinvestasi dengan mendatangkan pesawat baru dan memperbaiki peningkatan sistem teknologi informasi yang memudahkan penumpang, seperti mobile checking, Lion Passport, drive thru check in, Lion Credit Card dan internet booking. Kursi pesawat juga dibedakan menjadi kelas bisnis dan kelas ekonomi.<br />Rusdi Kirana juga menyatakan perubahan konsep penerbangan Lion Air dari konsep penerbangan murah ke layanan penuh (full service atau FSC) seiring dengan kedatangan pesawat baru Boeing 737-900ER. Layanan penuh yang diberikan Lion Air antara lain seperti pemberian makanan dan minuman ringan di pesawat. Meskipun demikian Lion Air tetap menyasar pasar menengah ke bawah dengan mengenakan tarif penerbangan yang masih bisa dijangkau segmen tersebut dengan sistem tarif subclass pada kelas ekonomi. Penentuan harga tiket pesawat didasarkan pada jangka waktu pemesanan tiket oleh calon penumpang. Semakin lama calon penumpang memesan tiket dari hari keberangkatan, maka harga tiket pesawat yang didapat akan semakin murah.<br />Langkah berikutnya Lion Air melakukan ekspansi ke negeri jiran Malaysia dengan menggandeng mitra lokal di Langkawi, Kedah. Langkah Lion Air ini tentu saja menjadi tantangan bagi AirAsia yang berambisi menjadi maskapai penerbangan terbesar di Asia Tenggara dengan konsep LCC-nya. Langkah Lion Air membeli puluhan pesawat baru dan sedikit menaikkan tarif penerbangannya mungkin secara tactical decision tidak menguntungkan perusahaan, tetapi secara strategic decision menguntungkan perusahaan karena akan memangkas besarnya biaya operasional dari biaya perawatan dan munculnya image penerbangan yang mengutamakan keselamatan serta perusahaan penerbangan full service (FSC) tetapi bertarif murah.<br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">KONKLUSI</span><br />Meskipun bersaing dalam pasar penerbangan domestik, baik Garuda Indonesia, AirAsia dan Lion Air memiliki strategi berbeda menyikapi perang harga yang terjadi dalam bisnis penerbangan Indonesia. Garuda Indonesia memposisikan dirinya sebagai penerbangan FSC pada pangsa pasar menengah ke atas dengan sangat mengutamakan sisi pelayanan atau kenyamanan penerbangan. AirAsia dan Lion Air bermain pada pasar yang sama yaitu menengah ke bawah. Perbedaannya AirAsia sangat mencitrakan dirinya sebagai perusahaan LCC dengan keunggulan di sisi keselamatan dan ketepatan waktu. Sedangkan Lion Air mulai meninggalkan konsep LFC dan beralih ke penerbangan FSC dengan mempertahankan klasifikasi harga terjangkau pada tarif penerbangannya melalui sistem tarif subclass untuk kursi ekonomi. Sehingga dari sisi penentuan harga atau tarif penerbangan, tidak terdapat cooperative pricing diantara ketiga maskapai tersebut.<br />Tetapi secara garis besar, ada 4 (empat) hal yang bisa menjadi nilai pembanding dari ketiga maskapai tersebut, yaitu harga tiket, kecepatan, kenyamanan dan keselamatan. Garuda Indonesia sebagai maskapai FSC di kelas premium mempunyai nilai tinggi di kenyamanan penerbangan, nilai menengah di kecepatan waktu dan keselamatan penerbangan dan nilai rendah di harga tiket pesawat. AirAsia sebagai maskapai LCC mempunyai nilai tinggi di harga tiket pesawat, kecepatan waktu dan keselamatan penerbangan serta nilai rendah di kenyamanan penerbangan. Lion Air sebagai maskapai LFC yang berubah ke FSC di kelas menengah ke bawah, mempunyai nilai menengah di harga tiket pesawat dan kenyamanan penerbangan serta nilai rendah di kecepatan waktu dan keselamatan penerbangan.<br /></div>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-12981096204142619332009-06-04T17:39:00.007+07:002009-06-05T07:13:23.197+07:00Red Light Economy<o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CTOSHIBA%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City" downloadurl="http://www.5iamas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place" downloadurl="http://www.5iantlavalamp.com/"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region" downloadurl="http://www.5iantlavalamp.com/"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CTOSHIBA%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City" downloadurl="http://www.5iamas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place" downloadurl="http://www.5iantlavalamp.com/"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region" downloadurl="http://www.5iantlavalamp.com/"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="" lang="NO-BOK">Pendahuluan<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span lang="NO-BOK" style="font-size:85%;">Sritua Arief pernah mengangkat tema <i>black economy</i> di Indonesia dalam bukunya yang berjudul Pemikiran Pembangunan dan Kebijaksanaan Ekonomi (Arief: 1993). Yang<span style=""> </span>dimaksudkan<span style=""> </span>dengan<i><span style=""> </span>black<span style=""> </span>economy</i><span style=""> </span>di<span style=""> </span>sini adalah<span style=""> </span>bagian dari ekonomi bawah tanah (<i style="">underground economy</i>) yang mengandung kegiatan-kegiatan ekonomi formal namun melanggar undang-undang dan peraturan yang berlaku (ilegal) dan kegiatan-kegiatan ekonomi informal yang disebabkan oleh berbagai hal tidak<span style=""> </span>tercatat<span style=""> </span>atau<span style=""> </span>tidak<span style=""> </span>sepenuhnya<span style=""> </span>tercatat<span style=""> </span>dalam<span style=""> </span>perhitungan<span style=""> </span>pendapatan<span style=""> </span>nasional. Oleh karena ada aktivitas yang ilegal maka dikenal juga sebagai <i style="">black economy</i>. Di Indonesia pemungutan pajak tidak memandang apakah itu dari hasil usaha dan sumber yang halal atau haram. Sepanjang merupakan penghasilan yang memberikan tambahan kemampuan ekonomis bagi yang menerimanya, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan yang bersangkutan, dari penghasilan itu wajib dipungut pajak. Dengan kata lain <i style="">black economy</i> sebetulnya mencakup aktivitas ekonomi yang dapat dikenakan pajak bila aktivitas-aktivitas tersebut tercatat di otoritas pajak. Oleh sebab itu diyakini bahwa semakin besar <i style="">black economy</i> maka semakin besar besar potensi pajak yang hilang.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span lang="NO-BOK" style="font-size:85%;">Menurut Aloysius Gunadi Brata (2004), beberapa kegiatan yang dapat diklasifikasikan sebagai <i style="">black economy</i> yaitu ekspor ilegal (pasir laut, BBM, kayu, kekayaan laut, satwa langka), impor ilegal (elektronik), prostitusi dan perjudian. Sedangkan Teddy Sangudi (2007) menambahkan perdagangan narkoba, minuman keras dan korupsi dalam kegiatan yang dapat dianggap sebagai <i style="">black economy</i>. Paper ini akan fokus pada pembahasan kegiatan prostitusi sebagai salah satu <i style="">black economy</i>. Alasan kenapa penulis memilih tema prostitusi karena dibandingkan dengan kegiatan <i style="">black economy</i> lainnya, kegiatan prostitusi lebih banyak dan lebih terbuka diulas di beberapa sumber dan literatur, baik itu internet, buku, koran, majalah dan televisi. Penulis mencoba mengenalkan istilah <i style="">red light economy</i> sebagai bagian dari <i style="">black economy</i> untuk mendeskripsikan kegiatan prostitusi yang diam-diam disediakan oleh tempat hiburan atau tempat kesehatan yang usaha resminya mendapat ijin dari pemerintah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span lang="NO-BOK" style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span><span style="font-size:85%;"><b><span style="" lang="NO-BOK">
<br /></span></b></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><b><span style="" lang="NO-BOK">Potensi Red Light Economy<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span lang="NO-BOK" style="font-size:85%;">Pada masa orde baru, beberapa pemerintah daerah (pemda) membuat atau memberikan tempat khusus untuk melokalisasi praktek prostitusi. Kramat Tunggak di Jakarta, Saritem di Bandung, Sunan Kuning di Semarang, Pasar Kembang di Jogjakarta, Selir di Solo atau Gang Dolly di Surabaya. Sebagai imbalannya, pemda-pemda tersebut memungut pajak daerah demi mengisi kas daerah untuk kepentingan pembangunan. Meskipun telah dilakukan lokalisasi, prostitusi tetap tumbuh subur di luar lokalisasi dengan praktek-praktek terselubung, seperti di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat misalnya. Pada era reformasi karena tuntutan dari masyarakat, beberapa tempat lokalisasi akhirnya harus ditutup, seperti Kramat Tunggak di Jakarta dan Saritem di Bandung.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span lang="NO-BOK" style="font-size:85%;">Di salah satu episodenya, Andy F. Noya lewat acara Kick Andy di Metro TV mengundang Elizabeth Pisani, pengarang buku Kearifan Pelacur. Buku ini oleh Andy F. Noya dianggap layak diangkat di Kick Andy karena mengungkap secara gamblang industri seks di Asia terutama Indonesia. Elizabeth Pisani yang asal Inggris itu berpendapat jika kehidupan seks di Indonesia ini sudah merupakan sebuah industri besar. Sebelum Elizabeth Pisani, pada tahun 1993, Endang Sulistyaningsih dan Yudo Swasono melakukan penelitian industri seks di Indonesia untuk Universitas Mahidol di Bangkok dengan judul The Sex Industry: Prostitution and Development in Indonesia. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span lang="NO-BOK" style="font-size:85%;">Hasil penelitian ini menjadi embrio terbitnya sebuah buku pada tahun 1997 berjudul Pelacuran di Indonesia, Sejarah dan Perkembangannya, ditulis oleh Terence H Hull, Endang Sulistyaningsih dan Gavin W Jones. Buku tersebut mencoba menghitung nilai ekonomis industri seks komersial, yang ternyata jumlahnya tidak main-main. Diperkirakan terdapat 140.000 - 230.000 pelacur dari berbagai segmen dengan penghasilan per tahun berkisar antara 1,18 milyar dollar Amerika (dengan kurs valuta asing pada tahun 1997 menjadi sekitar Rp 2,95 trilyun) sampai 3,3 milyar dollar Amerika (dengan kurs valas pada tahun 1997 menjadi sekitar Rp 8,25 trilyun). </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Perkiraan ini belum termasuk perhitungan pendapatan dari aktivitas pelacuran laki-laki dan waria. (Hull, Sulistyaningsih, Jones: 1997). Apabila kita menghitung menggunakan kurs dollar Amerika saat ini yang sudah menembus Rp. 11.000,-, maka omzet dari bisnis seks berdasarkan hasil penelitian Sulistyaningsih, Hull dan Jones, saat ini minimal bisa mencapai Rp. 12 trilyun! <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="" lang="FI"><o:p> </o:p>
<br /></span></b></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="" lang="FI">Deskripsi Masalah<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Berdasarkan UU PPh 2008 (perubahan keempat atas UU Nomer 7 Tahun 1983), definisi penghasilan yang menjadi obyek PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan Subyek Pajak Dalam Negeri salah satunya adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Berdasarkan definisi tersebut diatas maka pengenaan pajak tidak memandang apakah penghasilan tersebut berasal dari sumber atau perbuatan yang halal/legal atau haram/ilegal.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Dalam perubahan keempat atas UU Nomer 7 Tahun 1983 tentang PPh, mengenai objek pajak diantaranya diatur penekanan terhadap penghasilan dari usaha syariah untuk mengatur pesatnya pertumbuhan bank syariah di Indonesia. Sedangkan untuk pengecualian objek pajak diantaranya diatur zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia. Perubahan keempat UU PPh tidak mengatur pengecualian objek pajak bagi penghasilan yang bersumber dari perbuatan yang haram atau ilegal. Apabila mengacu pada ketentuan UU PPh 2008, maka omzet dari bisnis seks sebesar Rp 12 trilyun bisa menghasilkan potensi pajak minimal sebesar Rp 600 milyar dengan asumsi penghitungan menggunakan tarif tunggal 5%. Tetapi dengan telah ditetapkannya UU Pornografi dan karakter masyarakat Indonesia yang agamis dan ketimuran, belum diketahui apakah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menghitung potensi pajak dari <i style="">red light economy</i> dan apabila menghitung apakah mereka menggali potensi pajak tersebut dan terealisasi dalam penerimaan pajak penghasilan selama ini. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Sedangkan di Australia sebagai pembanding, undang-undang perpajakan di negara tersebut yaitu The Income Tax Assessment Act 1936 tidak<span style=""> </span>membedakan penghasilan yang berasal dari kegiatan ilegal dan legal. Selama jumlah pendapatan yang diterima masuk dalam kriteria penghasilan yang dikenakan pajak, maka pendapatan tersebut wajib dikenakan pajak melalui sistem PAYE (Pay As You Earn). </span><span style="font-size:85%;">Sebagai implementasi dari sikap ini, Australian Taxation Office (ATO) membentuk Special Audit Teams untuk melaksanakan Special Audit Program. Program audit ini khusus dibuat untuk mengaudit kegiatan yang dianggap sebagai <i style="">black economy</i> seperti perdagangan narkoba dan kegiatan prostitusi (Gallagher: 2003). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Penelitian terakhir yang menggambarkan potensi perputaran uang di dunia prostitusi Indonesia secara keseluruhan dilakukan oleh Terence H Hull, Endang Sulistyaningsih dan Gavin W Jones pada tahun 1997. Sehingga untuk mengetahui berapa sebenarnya potensi pajak saat ini dari <i style="">red light economy</i>, yang menjadi pertimbangan kebijakan DJP, harus memerlukan penelitian lebih lanjut. Atas dasar hal tersebut, penulis hanya akan memberikan kerangka kebijakan publik yang dapat diambil DJP menyikapi fenomena <i style="">red light economy</i>.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p><b style=""><span style="" lang="NO-BOK">
<br /></span></b></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="" lang="NO-BOK">Kerangka Kebijakan Publik<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (<i style="">public policy is whatever governments choose to do or not to do</i>). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi masalah publik. Sehingga seandainya DJP sebenarnya mengetahui keberadaan <i style="">red light economy</i> tetapi tidak membuat kebijakan terhadap hal tersebut, berarti DJP sudah mengambil sebuah kebijakan. Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Seandainya DJP membuat keputusan untuk tidak membuat program baru atau petunjuk pelaksanaan terhadap <i style="">red light economy</i> atau tetap pada <i style="">status quo</i> adalah sebuah kebijakan publik.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">James E. Anderson (1979) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah, termasuk DJP. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Kebijakan publik dapat dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang politik, ekonomi, industri dan sebagainya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai didalamnya (Dye: 1981). Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek sosial yang ada dalam masyarakat (Dye: 1981). Ini berarti kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktek-praktek sosial yang ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktek-praktek yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Menurut David Easton sebagaimana dikutip Dye (1981), kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, konversi dan output. Dalam konteks ini lingkungan domestik menjadi variabel makro yang mempengaruhi kebijakan publik. Lingkungan domestik dapat memberikan input yang berupa dukungan dan tuntutan terhadap sebuah sistem politik. Kemudian para aktor dalam sistem politik akan memproses atau mengonversi input tersebut menjadi output yang berwujud peraturan dan kebijakan. Peraturan dan kebijakan tersebut akan diterima oleh masyarakat, selanjutnya masyarakat akan memberikan umpan balik dalam bentuk input baru kepada sistem politik tersebut. Apabila kebijakan tersebut memberikan insetif, maka masyarakat akan mendukungnya, misalnya kenaikan tarif pajak, maka masyarakat akan melakukan tuntutan baru, berupa tuntutan penurunan pajak.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p><b style="">
<br /></b></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><b style="">Memberi Kerangka Kebijakan DJP<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Dalam memilih alternatif kebijakan publik ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan. Bardach sebagaimana dikutip oleh Patton dan Sawicki (1987) memberikan beberapa kriteria yaitu kelayakan teknis (<i style="">technical feasibility</i>), kelayakan politik (<i style="">political viability</i>) dan kemungkinan ekonomi dan finansial (<i style="">economic and financial possibility</i>). Kelayakan teknis mencakup efektifitas (<i style="">efectiveness</i>) dan kecukupan (<i style="">adequacy</i>). Efektifitas menyangkut apakah alternatif yang dipilih dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan kecukupan menyangkut seberapa jauh alternatif yang dipilih mampu memecahkan persoalan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Kriteria <i style="">political viability</i> mencakup <i style="">acceptability</i>, <i style="">appropriateness</i>, <i style="">responsiveness</i>, <i style="">legal</i> dan <i style="">equity</i>. Tingkat penerimaan adalah apakah alternatif kebijakan yang bersangkutan dapat diterima oleh para aktor politik (pembuat keputusan) dan masyarakat (penerima kebijakan). Kepantasan mempersoalkan apakah kebijakan yang bersangkutan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Daya tanggap menanyakan apakah kebijakan yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan legal adalah apakah kebijakan yang bersangkutan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Sedangkan aspek keadilan menanyakan apakah kebijakan tersebut dapat mempromosikan pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Kriteria <i style="">economic and financial possibility</i> menyangkut <i style="">economic effectiveness</i>, <i style="">profitability</i> dan <i style="">cost effeciency</i>. Efektifitas ekonomi mempersoalkan apakah dengan menggunakan <i style="">resources</i> yang ada dapat diperoleh manfaat yang optimal. Keuntungan mempersoalkan perbandingan antara input dengan ouput kebijakan. Sedangkan efisiensi biaya mempersoalkan apakah tujuan dapat dicapai dengan dengan biaya yang minimal.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Dengan demikian pada tahap awal harus diketahui apa sebenarnya tujuan yang diharapkan dari kebijakan yang akan dilakukan DJP terhadap <i style="">red light economy</i>. Persoalan apa yang ingin dipecahkan oleh DJP. Fungsi pajak sebagai <i style="">budgeter</i>, maka diharapkan kebijakan ini akan memasukkan uang ke kas negara. Peran DJP murni sebagai <i style="">revenue collection</i>, maka kebijakan ini semata-mata hanya bertujuan untuk mengumpulkan penerimaan pajak dari kegiatan prostitusi dan bukan bermaksud untuk menyelidiki, menginvestigasi ataupun menindak aspek ilegalitas dari kegiatan prostitusi. DJP hanya berusaha untuk memenuhi dan melebihi target penerimaan pajak yang dibebankan kepada mereka. Pajak juga mempunyai fungsi <i style="">regulator</i> atau mengatur sehingga DJP dapat memberikan tarif pajak dan sanksi pidana lebih tinggi pada <i style="">red light economy</i> untuk menekan perkembangan kegiatan prostitusi. Sejarah membuktikan Al Capone ditangkap bukan karena tindak kejahatannya tetapi justru dikarenakan masalah <i style="">tax evasion</i>. Alternatif kebijakan yang akan dilakukan DJP harus mampu mencapai tujuan yang diinginkan dan bisa memecahkan persoalan yang dihadapi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Yang menjadi pertimbangan selanjutnya adalah apakah kebijakan terhadap <i style="">red light economy</i> ini dapat diterima oleh para pimpinan DJP dan masyarakat penerima kebijakan baik itu pelaku kegiatan prostitusi maupun masyarakat pada umumnya. Mampukah para pimpinan DJP menerima beban <i style="">moral hazard</i> dalam kebijakan ini. Apakah kebijakan pajak terhadap dunia prostitusi ini tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> yang menganut budaya timur dan relijius. Penerimaan pajak digunakan pemerintah untuk membiayai pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat. Bagaimana reaksi masyarakat jika mengetahui uang yang digunakan untuk membangun jalan misalnya, ternyata berasal dari uang haram. Jika dikaitkan dengan kebutuhan, harus dipertimbangkan apakah masyarakat memang membutuhkan adanya kebijakan ini dan seandainya dilaksanakan kebijakan DJP terhadap <i style="">red light economy</i> tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Apakah kebijakan DJP untuk mengumpulkan penerimaan pajak dari kegiatan prostitusi berarti pemerintah telah melegalkan kegiatan prostitusi di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>. Kebijakan ini juga mengejar para pelaku dunia prostitusi yang sebelumnya tidak pernah membayar pajak. Apakah ini berarti kebijakan terhadap <i style="">red light economy</i> mempromosikan pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.<i style=""><o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Apabila kebijakan DJP terhadap <i style="">red light economy</i> harus dilaksanakan, harus dipertimbangkan kuantitas dan kualitas sumber daya yang ada. Teknik audit terhadap kegiatan prostitusi memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan membutuhkan bantuan unit intelijen dan lembaga lainnya. Menurut Gallagher (2003) hal tersebut menjadi pertimbangan ATO (kantor pajak Australia) membentuk Special Audit Teams khusus untuk kegiatan yang masuk kategori <i style="">black economy</i> seperti kegiatan prostitusi dan perdagangan narkoba. Dengan struktur organisasi yang ada saat ini, DJP mengkaji apakah</span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">pelaksanaan kebijakan tersebut akan memperoleh manfaat optimal dan tujuan kebijakan dapat dicapai dengan biaya yang minimal. Bagaimana dengan perbandingan input dan output kebijakan? Input apa saja yang masuk dan mendasari kebijakan DJP dan apakah output kebijakan melebihi input yang masuk. Input bisa berasal dari dalam organisasi DJP atau dari pihak luar seperti DPR, media <st1:place st="on"><st1:city st="on">massa</st1:city></st1:place>, masyarakat termasuk pengamat dan praktisi perpajakan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p><b style="">
<br /></b></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><b style="">Kesimpulan<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Undang-undang perpajakan <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> tidak memandang <i style="">taxable income</i> </span> <span style="font-size:85%;">dari hasil usaha dan sumber yang halal atau haram. Sepanjang merupakan penghasilan yang memberikan tambahan kemampuan ekonomis bagi yang menerimanya, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan yang bersangkutan, maka penghasilan tersebut wajib</span> <span style="font-size:85%;">dipungut pajak. Dengan demikian pelaku kegiatan prostitusi dan perputaran uang dalam</span> <span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">merupakan subyek dan objek pajak.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Meskipun demikian sejauh ini belum diketahui kejelasan sikap DJP terhadap <i style="">red light economy</i> termasuk apakah mereka telah menghitung potensi pajak dari kegiatan prostitusi. Sedangkan institusi pajak dari beberapa negara termasuk <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Australia</st1:country-region></st1:place> telah mengeluarkan kebijakan tegas terhadap penghasilan dari kegiatan ilegal termasuk prostitusi sebagai <i style="">taxable income</i>. <i style="">Status quo</i> kebijakan DJP terhadap <i style="">red light economy</i> adalah tidak mengeluarkan kebijakan khusus terhadap kegiatan prostitusi sebagaimana dilakukan beberapa negara lain.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;">Beberapa kriteria harus dipertimbangkan DJP sebelum mengeluarkan kebijakan terhadap <i style="">red light economy</i> yaitu kelayakan teknis, kelayakan politik dan kemungkinan ekonomi dan finansial. Apabila potensi pajak dari kegiatan prostitusi ternyata tidak signifikan dan kuatnya pengaruh nilai-nilai dan praktek-praktek yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sebagai bagian dari sebuah sistem politik, maka besar kemungkinan <i style="">status quo</i> adalah kebijakan publik yang dipilih oleh DJP.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">
<br /></p> Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-43440309198886338342009-06-04T17:28:00.011+07:002009-06-04T23:18:35.073+07:00Bay of Pigs: Policy Analysis<o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Calibri; mso-font-alt:"Century Gothic"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.NoSpacing, li.NoSpacing, div.NoSpacing {mso-style-name:"No Spacing"; mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal"><b style=""></b></p><span style="font-weight: bold;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">PERMASALAHAN</span><br />Tanggal 15 April 1961, dalam sejarah dikenal sebuah peristiwa pendaratan dan penyerbuan di Pantai Playa Giron, Kuba oleh pasukan Brigade 2506 untuk menggulingkan pemerintahan Fidel Castro. Brigade 2506 merupakan pasukan yang terdiri dari orang-orang Kuba di pengasingan yang dilatih, didanai dan didukung oleh Amerika Serikat (AS). Invasi Teluk Babi berlangsung dari tanggal 15 – 19 April 1961 yang berakhir dengan kemenangan berada di pihak Fidel Castro. Peristiwa ini lebih dikenal dengan sebutan Bay of Pigs Invasion atau Invasi Teluk Babi, karena Pantai Play Giron berada di wilayah Teluk Babi, Kuba Selatan. <br />Apa yang melatarbelakangi keterlibatan AS dalam Invasi Teluk Babi? Berbagai literatur sering menyebut Invasi Teluk Babi sebagai bagian dari Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet (US). Tetapi saya berpendapat lain. Kedekatan US dengan Kuba sebelum dan selama Invasi Teluk Babi justru terjadi karena ekses atau dampak dari sepak terjang imperialisme ekonomi AS di Amerika Latin. <br />Di Guatemala, pada tahun 1950an, Jacobo Arbenz Guzman muncul sebagai presiden dengan program yang menggemakan cita-cita Revolusi Amerika. Menurut Arbenz, warga Guatemala harus mendapatkan keuntungan dari sumber daya yang diberikan alam mereka. Korporasi asing tidak lagi boleh mengeksploitasi negara dan rakyatnya. Saat itu, kurang dari 3 persen orang Guatemala memiliki 70 persen lahan. Arbenz kemudian menerapkan program reformasi pertanahan menyeluruh yang secara langsung mengancam praktek-praktek United Fruit Company di Guatemala, sebuah perusahaan multinasional perkebunan buah-buahan berbasis di Boston, AS milik George Bush, Sr yang menguasai kawasan Amerika Tengah sejak awal tahun 1900-an. United Fruit kemudian melancarkan kampanye humas besar-besaran di AS. Mereka meyakinkan publik dan Kongres AS bahwa Arbenz telah mengubah Guatemala menjadi satelit Soviet dan program reformasi pertanahannya adalah rencana Soviet untuk menghancurkan kapitalisme di Amerika Latin. Pada tahun 1954, CIA menyusun rencana kudeta dan berhasil menggulingkan Arbenz untuk kemudian diganti dengan seorang diktator militer sayap kanan, Kolonel Carlos Castillo Armas.<br />Cerita yang sama terulang di Kuba pada tahun 1960-an sejak naiknya Fidel Castro menjadi pemimpin Kuba. Gerakan 26 Juli yang diusung Fidel Castro, Che Guevara dan kaum barbudos berhasil memaksa Jenderal Fulgencio Batista, sebuah rezim diktator militer sayap kanan yang didukung Amerika Serikat, melarikan diri pada tanggal 1 Januari 1959. Kebijakan ekonomi-sosialis yang diusung Fidel Castro menegangkan hubungan AS-Kuba. Pertemuan Wakil Presiden (Wapres) Richard Nixon (Presiden Dwight D. Eisenhower lebih memilih bermain golf daripada menemui pemimpin baru Kuba) dan Fidel Castro di Washington pada tanggal 19 April 1959 menjadi penentu awal sikap AS terhadap Kuba selanjutnya. <br />Kebijakan ekonomi-sosialis Fidel Castro dimulai dengan menuntut Amerika untuk mengembalikan wilayah Teluk Guantanamo dan menolak uang sewa sebesar 4.000 dollar per tahun dari AS. Fidel Castro selanjutnya melakukan nasionalisasi aset-aset Washington di wilayahnya. Lebih dari 100 perusahaan berbendera AS disita Kuba. Seperti Arbenz, Castro juga melakukan reformasi agraria pada tahun 1960 dengan mencanangkan Tahun Pembaharuan Agraria yang mengancam keberadaan United Fruit Company di Kuba.<br />AS merespon kebijakan Castro dengan melakukan boikot perdagangan, menghentikan bantuan finansial dan secara diam-diam melakukan sabotase dan pengeboman di beberapa perkebunan di wilayah Kuba. Boikot ekonomi dan ancaman sabotase dari AS, dimanfaatkan oleh Soviet dengan memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Kuba. Tekanan politik, ekonomi dan militer dari AS serta pemutusan hubungan diplomatik dari negara-negara di Amerika Latin, membuat Fidel Castro mencari sekutu dalam blok Soviet. Perdana Menteri US Nikita Khruschev bahkan menawarkan bantuan rudal kepada Fidel Castro untuk membendung ancaman invasi AS. <br />Meskipun merapat ke blok Soviet, Fidel Castro sejak mengambil alih kekuasaan, telah menyangkal bahwa mereka orang kiri atau komunis. Castro menyebut aksi mereka sebagai Revolusi Hijau Buah Zaitun dengan merujuk ke rona seragam para gerilyawan, bukan Revolusi Merah yang selalu dikaitkan dengan komunis. Dia malah mengutuk komunisme dengan konsep-konsepnya yang totalitarian. Revolusi Hijau Buah Zaitun kemudian berjalan dengan melakukan reformasi liberal-demokratik, diantaranya dengan menasionalisasi industri yang dikuasai perusahaan-perusahaan asing. Dalam Deklarasi Havana yang dia nyatakan pada tanggal 2 September 1960, Fidel Castro menegaskan posisi Kuba sebagai negara revolusioner yang anti kapitalisme dan imperialisme. <br /><br /><span style="font-weight: bold;">PROSES PEMBUATAN KEPUTUSAN KEBIJAKAN</span><br />Saat mencanangkan perang menghadapi teroris, George W. Bush dikenal dengan slogannya ”You’re either with us or with them”. Intinya jika negara tersebut tidak bekerjasama dengan AS, maka negara tersebut merupakan negara teroris. Hal yang sama juga terjadi di era Perang Dingin. Jika negara tersebut tidak mau bekerjasama dengan AS, maka negara tersebut merupakan negara komunis, ekstrim kiri dan sangat anti-Amerika, sehingga pemimpinnya harus digulingkan.<br />John Perkins yang dikenal dengan bukunya Confessions of Economic Hit Man dalam bukunya The Secret History of The American Empire, dengan jelas menceritakan peristiwa tergulingnya beberapa pemimpin Amerika Latin di Guatemala, Bolivia, Chili, Panama dan Ekuador karena berani mengusik keberadaan perusahaan multinasional Amerika. Badan intelijen Amerika, CIA, diindikasikan terlibat dalam berbagai peristiwa penggulingan tersebut. <br />Rencana untuk menggulingkan Fidel Castro, secara resmi disetujui pada tanggal 17 Maret 1960. Setelah bertemu dengan para petinggi keamanan nasional, Presiden Eisenhower menyetujui kebijakan CIA yang termuat dalam sebuah paper berjudul “Sebuah Program Aksi Tertutup Melawan Rezim Castro”. Rencana CIA melibatkan empat aksi utama pada fase pertama: (1) membentuk sebuah kelompok oposisi moderat di pengasingan dengan slogannya berupa perbaikan revolusi yang telah dikhianati Castro; (2) menciptakan sebuah stasiun radio medium yang siarannya dapat ditangkap di Kuba, mungkin di Swan Island, di selatan Kuba; (3) menciptakan sebuah intelejensi rahasia dan organisasi aksi di dalam Kuba yang responsif terhadap perintah dan arahan oposisi pengasingan; dan (4) memulai pelatihan pasukan paramiliter di luar Kuba. Dalam fase kedua, melatih para kader paramiliter untuk penyebaran di dalam Kuba agar mereka dapat mengorganisasikan dan memimpin pasukan perlawanan yang direkrut disana.<br />Secara bertahap CIA melaksanakan rencana ini termasuk melatih pasukan Brigade 2506 di Guatemala. Kenapa rencana invasi ke Kuba harus tertutup? Pertama, karena Doktrin Monroe yang mengatur kebijakan AS di Amerika Latin. Poin kedua Doktrin Monroe menyebutkan, AS mengakui dan tidak melibatkan diri dengan daerah jajahan dan apa yang disebut dengan dependensi dibelahan bumi barat (benua Amerika). Sedangkan poin ketiga doktrin tersebut menyebutkan, belahan bumi barat tertutup bagi kolonialisasi baru. AS berusaha menciptakan kesan bersih dan tidak melakukan pelanggaran terhadap Doktrin Monroe. Kedua, AS tidak ingin melakukan perang terbuka dengan US yang secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap kepemimpinan Fidel Castro di Kuba. Jika itu terjadi maka akan menyebabkan perang nuklir terbuka yang bisa mengakibatkan kehancuran massal di dunia. <br />Presiden Eisenhower secara diam-diam terus menekan CIA untuk segera menyelesaikan rencana tersebut diatas. Di lain pihak, pada kampanye pemilihan presiden, John F. Kennedy calon presiden (Capres) dari Partai Demokrat memanfaatkan ketegangan AS dan Kuba untuk menyerang pemerintahan Eisenhower dan Richard Nixon, capres Partai Republik. “Bila kau tidak dapat berhadapan dengan Castro, bagaimana kau bisa diharapkan untuk berhadapan dengan Kruschev?” Dan kemudian, “Kita harus berusaha untuk memperkuat pasukan pengasingan anti-Castro yang menawarkan harapan terakhir untuk menggulingkan Castro”. Nixon sendiri dengan jabatannya sebagai Wapres sebenarnya sangat sadar bahwa aktivitas anti-Castro sedang dilakukan dan direncanakan. Tetapi dengan pura-pura, Nixon menolak sikap Kennedy untuk menjaga kerahasiaan operasi dengan menyatakan kekhawatiran keterlibatan US dan perang saudara di Kuba. <br />CIA segera mengunjungi Kennedy setelah terpilih menjadi Presiden AS dan memberikan laporan kepadanya tentang rencana untuk menumbangkan Fidel Castro. Setelah pelantikannya menjadi Presiden AS pada bulan Februari 1961, Kennedy memberikan persetujuan pribadi terhadap rencana invasi ke Kuba kepada Direktur CIA. Sejak menduduki jabatannya, Kennedy mempelajari rencana-rencana CIA yang sangat banyak tersebut dan menunjukkan kekhawatiran mengenai kelangsungan rencana-rencana tersebut. Beberapa penasehat sipil terdekatnya juga sangat menentang rencana itu. Tetapi kombinasi antara peringatan dan bujukan-bujukan yang meyakinkan dari orang-orang CIA akhirnya mampu memenangkan hati John F. Kennedy. <br />Sebelumnya pada bulan Januari 1961, Presiden Eisenhower bertemu dengan Presiden terpilih Kennedy dan menyatakan dukungannya pada operasi rahasia terhadap Kuba dan menyatakan bahwa dukungan terhadap operasi rahasia ini melibatkan AS secara publik. Eisenhower mendesak Kennedy untuk menyelesaikan rencana yang dibuat pada masa kepemimpinannya dengan tidak membiarkan pemerintahan Fidel Castro yang ada di Kuba untuk terus berlanjut. Selanjutnya Kennedy melakukan beberapa rapat dengan stafnya membahas rencana invasi. Setelah rapat justru muncul perbedaan, untuk terus melanjutkan rencana invasi atau batal. Direktur CIA, Kepala Staf Gabungan dan Menteri Pertahanan menyatakan dukungan terhadap rencana invasi dengan memberikan prediksi tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Hal ini mereka sampaikan tegas dalam forum rapat. Sebaliknya Menteri Luar Negeri beserta asistennya justru memiliki pandangan lain karena bagi mereka jika invasi dilakukan, konsekuensi politik akan memburuk baik di AS maupun Amerika Latin. Sayangnya hal ini hanya mereka kemukakan dalam memo tertulis kepada Presiden Kennedy. <br />CIA terus mengusulkan dan mempresentasikan “Operasi Melawan Kuba” kepada Kennedy yang diantaranya dinamai Rencana Trinidad. Rencana ini dianggap Kennedy terlalu spektakuler dan terlalu mirip Perang Dunia II. Ia lebih memilih pendaratan diam-diam pada malam hari, tanpa ada basis intervensi militer Amerika. CIA kembali merevisi rencananya dan mempresentasikan rencana alternatif untuk operasi Kuba. Presiden Kennedy akhirnya memilih Rencana Zapata yang diajukan CIA dengan beberapa modifikasi agar membuat invasi tampak lebih seperti sebuah operasi gerilya dalam negeri. Agar rencana ini berjalan dengan lancar dan keterlibatan AS tidak diketahui, daerah yang menjadi titik pendaratan pasukan tersebut dipindah ke daerah Bahía de Cochinos (Bay of Pigs) sebuah daerah terpencil yang berada di pantai selatan Kuba. Proses pematangan rencana Invasi Teluk Babi terus berlangsung.<br />Tetapi meskipun rencana invasi telah berjalan begitu jauh, lagi-lagi muncul keraguan dari Kennedy. Keputusan final tentang invasi sendiri harus dibuat pada bulan April 1961. Dukungan untuk membatalkan rencana Invasi Teluk Babi masih datang dari Departemen Luar Negeri melalui memo tertulis. Di pihak Kuba, diam-diam Fidel Castro telah diperingatkan oleh agen-agen senior KGB Osvaldo Sánchez Cabrera dan "Aragon," tentang rencana invasi Amerika. Sedangkan beberapa media Amerika diantaranya The New York Post sudah mencium rencana invasi Amerika ini. Sebuah artikel Washington Post terbitan tanggal 29 April 2000, "Soviets Knew Date of Cuba Attack" (Soviet mengetahui tanggal penyerangan Kuba), menunjukkan bahwa CIA sebenarnya memiliki informasi yang menunjukkan bahwa US mengetahui invasi yang akan dilakukan dan tidak memberitahukannya kepada Kennedy. <br />Bulan April 1961 diawali dengan tercapainya sebuah kompromi tentang rencana Invasi Teluk Babi antara Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan dan CIA dengan didukung oleh Kepala Staf Gabungan. Sebelum memberikan keputusan final atas rencana Invasi Teluk Babi, Presiden John F. Kennedy mengadakan pertemuan dengan selusin penasehat dan stafnya untuk memilih apakah mereka akan terus maju dengan rencana Invasi Teluk Babi. Ia khusus mengundang Senator Fullbright untuk mengemukakan pendapatnya yang dengan keras menentang rencana invasi. Hampir semua yang hadir dalam pertemuan, termasuk seluruh penasehat Kennedy, tetap mendukung rencana invasi setelah mendengar pendapat Senator Fullbright, kecuali Menteri Luar Negeri Dean Rusk yang akhirnya menyatakan ketidaksetujuannya sebagai pribadi secara terbuka. Setelah pertemuan, salah seorang penasehat Kennedy bernama Arthur Schlesinger, yang sejak awal sebenarnya memprotes rencana invasi, memberikan memo tertulis yang menyatakan rencana invasi CIA sangat berbahaya. Hal yang sama dilakukan David M. Shoup, seorang komandan pasukan marinir. <br />Dalam sebuah pertemuan di Gedung Putih, Presiden Kennedy akhirnya menyetujui rencana Invasi Teluk Kuba setelah bertemu dengan Menteri Pertahanan, Direktur CIA dan Kepala Staf Gabungan. Dalam pertemuan tersebut disepakati aturan sejauh mana keterlibatan militer harus sesuai dengan syarat dari Presiden. Operasi akan dibatalkan bila pasukan AS harus melindungi kapal-kapal Brigade 2506 dari kerusakan atau penangkapan. Aturan keterlibatan ini direvisi untuk menunjukkan pentingnya untuk menghindari partisipasi AS.<br />Tetapi revisi keterlibatan ini membuat pesimis beberapa pejabat CIA yang paling bertanggung jawab terhadap rencana invasi, karena perubahan tersebut membuat operasi makin tidak punya peluang untuk berhasil dan secara teknis mustahil untuk dimenangkan. Seorang social psychologist dari Universitas Yale, Irving Janis menganalisis proses pengambilan keputusan yang dilakukan Kennedy dan timnya. Janis mencatat keputusan penyerbuan ke Kuba tersebut dilakukan oleh tim Kennedy secara mufakat tanpa perdebatan berarti. Hampir semua anggota tim setuju dengan keputusan tersebut, kecuali satu dua suara minor yang tidak berani membuka suaranya secara lantang atau bahkan diabaikan begitu saja. Para penasehat Kennedy sendiri, bila diamati lebih lanjut, memiliki latar belakang yang sama dengan sang presiden: kaya raya, kulit putih dari keluarga terpandang, dan dididik di universitas-universitas Ivy League. Setidaknya waktu itu ada dua suara yang menentang, yaitu Arthur Schlesinger, salah seorang penasehat JFK dan David M. Shoup, komandan pasukan marinir. Schlesinger diminta untuk menyetujui saran presiden oleh para koleganya, sementara Shoup yang bukan termasuk dalam barisan elit politik di Gedung Putih, diabaikan nasehatnya. <br />Presentasi terakhir Operasi Zapata, nama sandi untuk Invasi Teluk Babi, digelar pada tanggal 11 April 1961 oleh Direktur CIA dengan dihadiri Presiden, Menteri Luar Negeri, Kepala Staf Gabungan dan pejabat NSC yang lain. Dalam sebuah konferensi pers di Departemen Luar Negeri, Kennedy menolak dengan alasan apa pun, intervensi ke Kuba oleh angkatan bersenjata AS, untuk menutupi segera dilakukannya rencana invasi. Tanggal 15 April 1961, rencana Invasi Teluk Babi akhirnya dilaksanakan CIA melalui tangan Brigade 2506. <br /><br /><span style="font-weight: bold;">SIAPA AKTORNYA</span><br />Dari uraian Proses Pembuatan Keputusan Kebijakan, dapat diketahui siapa saja aktor dalam proses pembuatan keputusan Invasi Teluk Babi. Mereka adalah Presiden Kennedy dan para penasehatnya, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Direktur CIA, Kepala Staf Gabungan, dan pejabat NSC lainnya. <br /><br /><span style="font-weight: bold;">APA KRITERIA YANG DIPAKAI</span><br />Proses pembuatan keputusan kebijakan mengenai rencana Invasi Teluk Babi adalah salah satu contoh dari fenomena yang disebut sebagai groupthink dalam diri para penasehat Presiden John F. Kennedy. Sekelompok orang, untuk menjaga eksistensinya dalam kelompok, tidak berani menentang keputusan yang dianggap sebagai keputusan mayoritas. Semua orang saling menduga bahwa keputusan tersebut disetujui rekan-rekannya sehingga mereka memutuskan mengambil keputusan yang sama tanpa berpikir secara kritis.<br />Fenomena ini sangat sering terjadi di lingkungan yang paternalistik dan memandang tinggi status. Mereka yang tidak setuju biasanya akan mengeluarkan pendapat yang bertentangan dengan keputusan yang dibuat setelah keputusan tersebut diambil. Dalam kasus pembuatan keputusan kebijakan Invasi Teluk Babi, pihak-pihak yang menentang invasi tidak melakukan debat terbuka dengan pihak-pihak pro-invasi saat pertemuan dilakukan bersama presiden. Ketidaksetujuan baru mereka sampaikan setelah pertemuan menggunakan memo tertulis. Groupthink adalah salah satu fenomena penting proses pengambilan keputusan dalam suatu kelompok. Kadang, untuk menyenangkan pemimpin, suara-suara yang tidak setuju hanya tersimpan rapat-rapat.<br />Para pemimpin seharusnya mampu mengeluarkan suara-suara tersebut untuk menjamin keputusan yang lebih baik. Beberapa teknik seperti devil’s advocate di mana setidaknya satu orang ditunjuk secara khusus untuk mengeluarkan kritik terhadap suara mayoritas, bisa diterapkan. Atau pemimpin bisa mengajak satu per satu anggotanya untuk mengeluarkan pendapatnya dalam suasana yang lebih santai. Tentu saja, untuk bisa melakukan itu, sang pemimpin harus mampu membangun reputasi sebagai seorang yang open-minded dan demokratis. Tanpa itu, dipastikan tidak ada pengikut yang bersedia membuka mulutnya meski diminta secara langsung.<br />Dalam proses pembuatan kebijakan untuk melakukan invasi, Presiden John F. Kennedy justru tidak mampu merangsang pihak-pihak penentang invasi dalam lingkungan internalnya untuk menyampaikan pendapatnya dalam forum pertemuan. Moto musyawarah mufakat sering dipakai sebagai tameng untuk meloloskan kepentingan pemegang kekuasaan. Padahal, perdebatan sehat selama proses musyawarah justru merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan keputusan yang lebih baik. Barulah setelah melalui proses musyawarah, di mana semua pendapat-pendapat bisa dikeluarkan, dicapai kata mufakat yang harus didukung oleh semua pihak termasuk yang tidak setuju. Secara psikologis, walau keputusan akhir tidak sesuai dengan keinginan kita, selama suara kita didengarkan dengan serius, kita lebih bersedia mendukungnya.<br />Proses perdebatan sehat tidak terjadi dalam pertemuan membahas rencana Invasi Teluk Babi karena pihak-pihak yang memegang peranan penting dalam keputusan kebijakan justru bersuara seragam. <br /><br /><span style="font-weight: bold;">IMPLEMENTASI KEPUTUSAN</span><br />Rencana invasi terhadap Kuba didahului dengan adanya dua serangan dari udara terhadap pangkalan udara Kuba. Serangan kemudian dilanjutkan dengan invasi sekitar 1.500 orang yang mendarat di Teluk Babi dan menyerang secara tiba-tiba dalam kegelapan. Brigade 2506 yang telah dilatih oleh CIA, akan memegang peranan dalam mensabotase transportasi dan juga menahan serangan dari pasukan Kuba. Setelah itu, secara tiba-tiba dan serempak akan ada sejumlah pasukan yang mendarat di pantai timur wilayah Kuba untuk mengalihkan perhatian tentara Kuba.<br />Setelah mengalihkan perhatian pasukan Kuba, pasukan utama Brigade 2506 akan bergerak menuju daerah Matanzas. Para pimpinan orang-orang Kuba pengasingan ini selanjutnya akan menangkap Fidel Castro dan membentuk pemerintahan sementara. Keberhasilan dari rencana ini tergantung dari asumsi bahwa rakyat Kuba akan mendukung serangan ini karena ingin dibebaskan dari rezim Castro. Hal yang ingin dicapai dalam Invasi Teluk Kuba ini adalah menggulingkan kepemimpinan Fidel Castro di Kuba sekaligus melaksanakan keputusan kebijakan pemerintah Kennedy untuk menyingkirkan para pelarian Kuba yang dianggap menyebabkan masalah sosial di AS. <br /><br /><span style="font-weight: bold;">HASIL DAN DAMPAK</span><br />Invasi Teluk Babi berakhir dengan kegagalan-kegagalan. Kegagalan pertama terjadi pada tanggal 15 April 1961, saat pesawat pengebom gagal mengebom dan menembaki landasan-landasan udara Kuba di San Antonio de Los Banos, Bandara Internasional Antonio Maceo dan landasan udara di Ciudad Libertad. Hal ini disebabkan Fidel Castro telah mengetahui rencana invasi ini dan segera menyingkirkan pesawat-pesawatnya sehingga tidak bisa dihancurkan. Pesawat pengebom hanya mendapatkan bandara yang kosong. <br />Kegagalan kedua terjadi saat sekitar 1.500 orang Kuba pengasingan yang telah dipersenjatai mendarat di Teluk Babi. Para imigran Kuba di AS tersebut langsung dihujani oleh tembakan-tembakan peluru. Akibatnya persenjataan mereka menjadi sangat minimum karena persediaan persejataan telah dihancurkan. Selain itu, Fidel Castro telah mengantisipasi serangan ini dengan menangkap sejumlah besar masyarakat Kuba yang anti Castro. <br />Perdana Menteri US Nikita Khruschev langsung menyerukan “penghentian agresi terhadap Republik Kuba” dan mengingatkan deklarasi pemerintahan Soviet yang memiliki hak-bila intervensi terhadap Kuba tidak segera dihentikan-untuk mengambil tindakan, bersama dengan negara-negara yang lain untuk membantu Republik Kuba. <br />Kegagalan Invasi Teluk Babi ini selain karena lemahnya proses pembuatan keputusan kebijakan Presiden John F. Kennedy sebagaimana telah diuraikan diatas, juga disebabkan manipulasi analisis tingkat keberhasilan Invasi Teluk Babi oleh CIA. Aturan keterlibatan dan partisipasi militer AS yang terus direvisi oleh Presiden Kennedy selama proses perencanaan invasi sebenarnya telah memunculkan keraguan dari orang-orang dalam CIA maupun pimpinan militer AS mengenai keberhasilan invasi. Tapi hal ini tidak disampaikan ke Kennedy. Informasi mengenai antusiasme besar rakyat Kuba terhadap Fidel Castro juga tidak disampaikan ke Presiden. Analisis mengenai dukungan rakyat Kuba terhadap invasi hanya diambil dari para pengungsi dan pembelot yang sudah pasti membenci Fidel Castro. <br />Invasi Teluk Babi akhirnya justru meningkatkan pamor Fidel Castro. Menambahkan sentimen nasionalistik terhadap dukungan bagi kebijakan ekonomi sosialisnya. Castro yang sebelum invasi itu terjadi, terancam merosot popularitasnya karena gagal memecahkan persoalan ekonomi. Kuba kini justru menjadi sosok pahlawan penyelamat bangsa. Fidel Castro, Che Guevara dan kaum barbudos-nya tidak hanya menjadi simbol perlawanan rakyat Kuba yang miskin, tetapi bagi seluruh Amerika Latin. Dianggap sebagai perwujudan David dari Karibia menghadapi raksasa Goliath dari Amerika Utara. <br />Sebaliknya. Invasi Teluk Babi justru menorehkan sejarah hitam dalam pemerintahan Kennedy. AS menuai banyak kritik dan kecaman dari dalam negeri atas kegagalan tersebut. Para sekutu Amerika marah. Soviet dan sekutunya mengancam. PBB mempertanyakan kebijakan Amerika. Meskipun Kennedy menyangkal peran mereka dalam Invasi Teluk Babi tetapi keterlibatan Amerika tidak lagi dapat ditutupi. Beberapa tokoh penting CIA yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap gagalnya perencanaan operasional, dipaksa mengundurkan diri.<br /><br /></div><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><o:p></o:p></span></p> <span style="" lang="IN"><o:p></o:p></span><p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-78667529083636006672008-12-02T21:17:00.004+07:002008-12-02T21:26:55.699+07:00Teaching Decision Makers to Learn from Scenarios: A Blueprint for Implementation<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Saat berbicara dengan manajer di beberapa perusahaan yang menghabiskan banyak waktu dan energinya dalam proses skenario, kita seringkali mendengar keluhan seperti ini:</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“OK, kita telah membuat skenario. Sekarang apa yang kita lakukan dengan mereka?”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Skenario memberitahu kita lebih banyak mengenai masa depan hubungan geopolitik daripada meramal masa depan dari pasar kita. Lantas apa manfaat skenario bagi kita?”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Jadi, kita telah mengembangkan beberapa rangkaian cerita skenario dan mengenalkannya kedalam sistem perencanaan kita. Tetapi, jujur, skenario kelihatannya tidak membuat banyak perbedaan dengan cara kita dalam membuat perencanaan dan mengembangkan strategi”.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Apakah rasa frustasi tersebut diatas terdengar tidak asing? Seharusnya demikian. Rasa frustasi dan ekspresi mirip lainnya mengenai perencanaan skenario adalah sebuah hal yang akan terdengar kembali, 10 tahun kemudian, pada sebuah keluhan mengenai ketidakefektifan perencanaan strategik. Tandanya sama secara virtual. Dan akar penyebab dari kegagalan perencanaan strategik dan perencanaan skenario adalah sama. Eksperimen perusahaan pada kedua inovasi manajemen stratejik ini lalai untuk mengembangkan sebuah cetakbiru yang efektif untuk implementasi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p><br /><u>Sifat Dasar dan Ruang Lingkup dari Permasalahan Implementasi<o:p></o:p></u></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sebelum kita dapat memulai implementasi, kita harus memahami mengapa implementasi menjadi sebuah masalah yang serius. Apakah ada kelemahan dalam metodologinya? Apakah ada kegagalan untuk menghubungkan implementasi dengan dengan sistem perencanaan saat ini? Apakah ada penghalang institusional pada penerimaan implementasi? Setelah perencanaan selama 20 tahun saya sekarang percaya bahwa, ibarat sistem kekebalan dalam tubuh kita yang akan berusaha menolak pencangkokan organ, banyak sistem perencanaan-tanpa persiapan-akan menolak perencanaan skenario.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Alasan dari penolakan ini sebagian besar karena masalah budaya dan psikologi. Budaya pengambilan keputusan di banyak organisasi besar seringkali condong pada <i style="">single-point forecasting</i>. Banyak manajer senior percaya pada premis, “Beritahu padaku seperti apa masa depan nanti, dan aku dapat membuat keputusanku” (Untuk diuji: Apakah manajemen seniormu percaya bahwa masa depan dapat digambarkan dalam bentuk T-bill rate, GNP atau harga komoditas 5 tahun dari sekarang?). Tidak dapat disangkal, akan selalu ada tempat untuk <i style="">single-point forecasting</i> dalam pengembangan asumsi jangka pendek. Tetapi penafsiran mereka dapat ditingkatkan dengan membandingkan penafsiran mereka dengan latar belakang dari skenario alternatif untuk jangka waktu yang lebih lama.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Dalam perbedaan yang tajam, skenario adalah sebuah proses <i style="">multiple-point forecasting</i>. Metodologi ini memaksa setiap orang terlibat untuk memandang masa depan dan pengambilan keputusan dalam beberapa alternatif. Kapasitas untuk melaksanakan hal ini membutuhkan perubahan budaya yang besar, tidak hanya di organisasi, tetapi dalam cara pandang setiap anggota dalam tim manajemen.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Penghalang budaya lainnya untuk implementasi skenario datang dari bagaimana kita menentukan kompentensi manajerial. Manajer yang baik, kita seringkali mengatakannya, adalah mereka yang tahu secara intuitif dimana posisi mereka, kemana mereka akan melangkah dan bagaimana mereka akan sampai kesana. Kita mendefinisikan kompetensi sebagai <i style="">being tapped into the pipeline of knowledge and data</i> mengenai masa kini dan masa depan. Skenario, di lain pihak, mengkonfrontasi kita dengan kebutuhan untuk mengakui bahwa kita tidak melakukan, dan lebih jauh tidak dapat, mengetahui masa depan. Lebih jauh, skenario memaksa kita untuk mengakui beberapa tingkatan inkompentensi. Sejak beberapa budaya perusahaan memberikan sanksi atas inkompetensi, manajer biasanya mempunyai kecenderungan untuk tidak mengakui apa yang mereka tidak ketahui.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Dan masih banyak penghalang budaya yang menjadi perintang pemakaian skenario sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan manajemen pada sebuah perusahaan. Sebagai contoh, beberapa perusahaan Amerika menanamkan beberapa budaya seperti imbalan pada kepemimpinan yang bersifat otokrasi dan mempromosikan eksekutif yang enggan untuk menerima pandangan non-konvensional. Meskipun demikian, perencanaan skenario memaksa manajemen untuk menghadapi kebutuhan akan perubahan budaya perusahaan secara drastis pada proses dalam perencanaan, pengembangan strategi dan alokasi sumber daya. Tidak mengherankan seringkali terdapat penolakan untuk mempraktekkan pelajaran ini. <span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p><br /><u>Rencana untuk<span style=""> </span>Budaya Perencanaan berdasarkan Skenario<o:p></o:p></u></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sebagai langkah untuk menghadapi penolakan ini, pendekatan SRI International pada metodologi skenario adalah <i style="">decision focused</i>, sebuah langkah penting untuk berhadapan dengan masalah budaya. Tetapi merubah budaya organisasi memerlukan usaha bersama-sama dan terus menerus dalam :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Mengembangkan skenario pada keperluan organisasi yang lebih spesifik</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Memilih “<i style="">targets of opportunity</i>” untuk mengaplikasikan perencanaan skenario di dunia</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Mengembangkan sebuah program komunikasi</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Menekankan pendidikan manajer</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><i style="">Fine-tuning</i> dan <i style="">updating</i> skenario</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Pierre Wack dari Royal Dutch/Shell memulai eksperimen dengan skenario pada awal tahun 1970an, sebelum terjadinya krisis harga minyak. Meskipun dia mendapatkan perhatian manajemen dengan cepat sesuai logika menurunnya harga minyak pada tahun 1974, tindakan selanjutnya justru lebih lambat. Memakan waktu 5 sampai 6 tahun sebelum the Committee of Managing Directors merasa nyaman dengan penggunaan skenario dalam pengambilan keputusan mereka. Dan sekarang, penyebaran perencanaan skenario kedalam jaringan yang lebih luas pada kegiatan perusahaan masih tidak merata dan tidak menyeluruh.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Dibawah ini adalah bagaimana SRI bekerja dengan organisasi untuk mengimplementasikan perencanaan skenario dalam proses <st1:place st="on"><st1:city st="on">lima</st1:City></st1:place> langkah :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="">Langkah 1 : Mengembangkan untuk Kebutuhan Organisasi<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Perencanaan skenario dapat berhasil hanya jika skenario memenuhi kriteria dari relevansi perusahaan. Pierre Wack mencatat bahwa skenario harus mereflesikan perhatian utama manajemen. Jadi skenario harus menggambarkan kegelisahan manajemen tentang ketidakpastian dan persepsi mereka tentang isu penting dan keputusan yang mungkin akan mereka hadapi. Akan tetapi, skenario mungkin cukup berbeda dari harapan manajemen akan masa depan. Skenario diharapkan menantang pemikiran konvensional. Hal ini mungkin menjadi argumen paling potensial menghadapi penggunaan <i style="">“off-the-shelf” scenarios</i> dan menyetujui keterlibatan manajemen senior dalam proses pengembangan skenario. Di SRI klien sering meminta kita untuk mengembangkan skenario menurut versi kita sendiri, tetapi kita selalu menolak pendekatan ini. Menghasilkan <i style="">cookie-cutter scenarios</i> untuk sebuah perusahaan akan menjadi kontra produktif. Partisipasi aktif dari manajemen untuk mengembangkan skenario adalah esensial. Pendekatan ini meningkatkan relevansi skenario untuk kebutuhan perencanaan perusahaan dan meningkatkan rasa memiliki manajemen senior dan menengah terhadap hasil akhir. Semakin sering kita melibatkan manajer senior-pembuat keputusan sekaligus <i style="">end user</i> dari skenario-maka akan semakin baik.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Memasukkan proses pemikiran skenario kedalam sistem perencanaan membutuhkan perhatian manajemen. Pengalaman sukses dihasilkan dari pekerjaan SRI bersama CEO European Bank dan laporan langsungnya. Karena mereka sebenarnya mengembangkan sendiri skenarionya, mereka memahami skenario dan menggunakannya untuk menciptakan <i style="">working mental models</i> dari bisnis mereka dalam sebuah variasi situasi masa depan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Perusahaan <i style="">multi-divisional</i> mempunyai kebutuhan spesial untuk mengembangkan skenario, sejak pengembangan skenario di tingkat perusahaan kelihatannya tidak cukup detail untuk memandu level unit bisnis. Tapi tentu saja kebutuhan perencanaan akan berlainan dari unit bisnis satu ke unit bisnis yang lain. Tetapi SBU-<i style="">specific micro scenarios</i> perlu dirancang untuk sesuai dalam payung skenario makro perusahaan. Skenario yang lebih fokus akan menangkap detil dari tiap pasar, kompetisi, teknologi dan variabel lingkungan penting lainnya dari unit bisnis. Sebagai tambahan, skenario juga meningkatkan pemahaman manajer SBU akan proses skenario, yang mana akan meyakinkan komitmen mereka.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Pada tahun 1982, Shell Canada, sebuah perusahaan operasional dari Royal Dutch/Shell memiliki akses untuk menentukan skenario level grup, yang memberi mereka kebutuhan ekonomi internasional dan latar belakang politik sebaik gambaran energi global. Akan tetapi untuk dapat diaplikasikan ke Shell Canada, skenario tersebut harus di Kanadanisasi. Sebagai contoh, dimensi Kanada yang krusial adalah ketidakpastian mengenai kapan mereka melakukan kegiatan dibawah kebijakan masa depan dari para pemimpin oposisi, baik Pierre Trudean (sentralisasi) maupun Joe Clark (desentralisasi). Perbedaan antara program yang diajukan politikus mengenai kebijakan energi nasional, perpajakan, penanaman modal asing dan akses ke tanah Federal, akan menciptakan masalah dan peluang yang berbeda bagi Shell Canada.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Interaksi antara kekuatan internasional dan politik Kanada menghasilkan matriks 4 (empat) skenario. Meskipun hal ini memuaskan kebutuhan perencanaan pada tingkat perusahaan, mereka tetap meminta pengembangan lebih jauh untuk keperluan dari berbagai unit bisnis. Jadi keempat skenario perusahaan ini kemudian diperluas dengan industri dan detil pasar untuk minyak dan gas, batu bara, kimia dan segmen lainnya. Pada akhirnya, akan ada tiga <i style="">tier-nesting</i> yang terdiri dari skenario SBU, perusahaan dan grup yang masing-masing akan mengarah pada kebutuhan perencanaan yang spesifik dari setiap level.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="">Langkah 2 : Memilih <i style="">Targets of <st1:place st="on">Opportunity</st1:place></i><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tujuan dasar dari skenario adalah untuk membantu eksekutif membuat keputusan. Untuk melakukan itu, manajer harus menerima skenario sebagai sesuatu yang berguna. Hal ini adalah standar yang lebih tinggi dari yang kebanyakan manajer bayangkan. Pengalaman The Royal/Shell menunjukkan bahwa<span style=""> </span>hal tersebut memakan waktu lama sebelum eksekutif mengembangkan kemampuan untuk menggunakan skenario secara universal, sesuai naluri dan dengan imajinatif. Untuk membuat masa transisi lebih mudah, akan sangat membantu dengan cara menggunakan skenario satu langkah pada suatu waktu, dalam situasi yang akan dituju.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Elemen penting dalam perencanaan implementasi adalah, memilih “<i style="">targets of opportunity</i>” untuk penggunaan skenario. Sebagai contoh, sebuah organisasi mungkin ingin untuk mulai menggunakan skenario sebagai pengujian awal untuk menilai kelenturan, risiko dan manfaat dari keputusan investasi besar. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:City> dua keuntungan nyata saat mendapatkan sebuah target:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Keputusan jangka panjang seringkali tergantung pada perencanaan dan evaluasi berdasarkan skenario. Contoh keberhasilan dari SRI meliputi: menentukan kecepatan dan waktu pada pembukaan tambang baru di Chili dan menilai manfaat jangka panjang dan kelayakan dari penambahan 500 milyar dolar pada kapasitas saham manufakturing perusahaan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Sejak proses pengambilan keputusan melibatkan baik manajer SBU (yang mengajukan proposal) dan manajer perusahaan (yang menyetujui proposal), hal ini telah memberikan manfaat di 2 level. Jika seorang manajer unit bisnis tahu bahwa eksekutif perusahaan akan menggunakan skenario untuk mengevaluasi permintaan dana investasi, maka manajer dan tim manajemen SBU akan lebih sering menggunakan skenario untuk membantu mempertajam proposal mereka.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Dua target lainnya untuk mengenalkan skenario adalah asumsi perusahaan dan rencana kontingensi. Secara virtual rencana stratejik mengandung serangkaian asumsi tentang kondisi ekonomi, politik, kompetisi dan tren lainnya di masa depan. Biasanya, premis ini berupa produk dari <i style="">single-point forecasting</i>. Apakah <i style="">entry point</i> yang lebih baik bagi skenario daripada penilaian signifikan stratejik dari tren, ketidakpastian dan asumsi mengenai lingkungan bisnis masa depan dari perusahaan?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Setiap perencanaan stratejik seharusnya memperhatikan bagaimana sebuah bisnis akan menghadapi kontingensi, perbedaan dari asumsi perencanaan yang dapat menghambat kinerja perusahaan. Proses skenario dirancang untuk mengeksplorasi kontingensi beserta hasilnya. Sebagai langkah pertama, manajemen perusahaan dapat menggunakan skenario kontingensi untuk menilai kembali semua keputusan investasi dan strategis yang telah dibuat. Dorongan kepada pemikiran “<i style="">what if</i>” membentuk sebuah konstituen untuk pengembangan strategis berbasis skenario.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Apapun <i style="">targets of opportunity</i> yang manajemen pilih, keputusan mereka seharusnya mengakui kebutuhan akan perubahan dalam sistem perencanaan stratejik yang ada. Mereka seharusnya mempunyai ide baru mengenai bagaimana mengubah budaya sistem dan sumber daya serta tindakan yang diperlukan untuk menerapkan perubahan. Oleh karena itu, target seharusnya betul-betul dipertimbangkan dalam keseluruhan rencana implementasi, bukan dalam sebuah <i style="">random set of opportunities</i>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="">Langkah 3 : Mengembangkan Program Komunikasi<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Komunikasi adalah bagian esensial dari cetakbiru implementasi skenario. Jika mempunyai banyak kesempatan untuk mendapatkan akar permasalahan, banyak perubahan yang sebenarnya harus didefinisikan, diklarifikasi dan dikomunikasikan, baik secara sifat dasarnya maupun secara tujuannya. Pada akhirnya, hal ini harus dikembangkan dengan tepat untuk kebutuhan berbagai <i style="">audiens</i> internal dan beberapa eksternal. Kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sebuah karakteristik vital yang harus dibangun dalam skenario. Untuk mengubah <i style="">mindset</i> dari eksekutif dan <i style="">planner</i>, proses skenario yang bagus pertama-tama harus menangkap dan menahan perhatian mereka. Jalan yang sempurna untuk mendapatkan perhatian daro manajer operasional adalah dengan menulis skenario yang imajinatif mengenai kondisi pasar mereka. Istilah untuk skenario bisa datang dari dunia film dan teater. Skenario terbaik mengemas <i style="">movie script</i> secara meyakinkan atau bercerita tentang masa depan. Untuk mendapatkan perhatian manajemen, cerita tentang masa depan perlu untuk dibuat imajinatif dan logik. Idealnya, hasil dari usaha grup adalah skenario dapat membuka pikiran perusahaan tentang kemungkinan-kemungkinan baru tetapi tetap berdasar pada relevansi bisnis dan masuk akal. Ralph Waldo Emerson menjelaskan hal tersebut seperti sebuah proses dari membangun pondasi batu untuk kastil di udara.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Cerita memerlukan judul yang menarik dan alur cerita yang menawan. Judul seperti “<i style="">Best Case/Worst Case</i>”, “<i style="">High Growth/Low Growth</i>” tidak membangkitkan imajinasi. Judul tersebut hanya memberitahu kita sedikit tentang karakter sebenarnya dari lingkungan bisnis dan secara virtual tidak ada satupun mengenai dinamikanya. Untuk mendapatkan perhatian manajer, perencana Royal Dutch/Shell mengajukan dua skenario awal berjudul “<i style="">Fragile Compromise</i>” dan “<i style="">Restructured Growth</i>”. <span style=""> </span>Shell menamai banyak skenario barunya “<i style="">Sustainable Word</i>” dan “<i style="">Global Mercantilism</i>”. Sekali sebuah judul dijelaskan dan dielaborasi dengan sebuah alur cerita, mereka akan menjadi sesuatu yang sangat diingat. Masing-masing menyampaikan <i style="">a complex structure of forces</i>, <i style="">issues</i> dan <i style="">business results</i>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Alur cerita memainkan bagian penting dalam mengkomunikasikan sifat dasar dan signifikansi dari skenario dengan menggambarkan<span style=""> </span>hal yang dinamis daripada sebuah gambaran statis dari masa depan. Penjelasan naratif tidak berhenti pada satu titik akhir, seperti pasar kimia global di tahun 2010, tetapi <i style="">how it might come to pass</i>. Pengembangan detil jalan cerita menjadi langkah penting untuk memperkenalkan perencanaan berbasis skenario di Statoil, perusahaan minyak dan gas negara Norwegia.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Jika skenario benar-benar menjadi bagian dari budaya perusahaan, komunikasi tentang skenario akan berlangsung di dua level :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Komunikasi dari manajer senior seharusnya menjelaskan dengan serius mengenai komitmen mereka pada cara baru dari perencanaan. Mereka dapat memulai dengan menjelaskan bagaimana mereka berniat untuk menggunakan skenario pada pengambilan keputusan mereka. Top manajemen seharusnya juga secara eksplisit menjelaskan bagaimana mereka berharap pihak lainnya juga menggunakan skenario.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Anggota dari staf perencanaan seharusnya menyediakan <i style="">step-by-step guidlines</i> tentang bagaimana membangun skenario dan bagaimana menggunakannya dengan cara terbaik.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><b style="">Langkah 4 : Menekankan Pendidikan Manajer<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Seringkali dikatakan untuk “<i style="">learning by doing</i>”. Sesungguhnya saya seringkali mendesak perencana dan eksekutif yang berhati-hati untuk “<i style="">just do it</i>”. Meskipun demikian, saya juga percaya bahwa untuk mencapai sebuah perubahan budaya yang cepat, <i style="">on-the-job learning</i> harus diperkuat dengan program pendidikan formal.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Sebagai langkah pertama, institusionalisasi perencanaan skenario secara normal melibatkan pandangan yang lebih luas dan banyak perbaikan pada sistem perencanaan yang sudah ada. Minimal:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Baik perencana maupun eksekutif harus dididik tentang permintaan akan sistem baru.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Panduan harus dikembangkan untuk penggunaan skenario.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Beberapa pendidikan ini sementara dapat diatasi dengan manual dan bahan tertulis lainnya, tetapi hal tersebut masih belum cukup. Dari segala sesuatu yang kita ketahui tentang pendidikan tinggi menyarankan bahwa mengikuti seminar, interaksi grup dan latihan akan sangat bermanfaat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Ketika General Electric meluncurkan sistem perencanaan strategiknya di tahun 1970-1971, mereka mengembangkan sebuah program pendidikan manajer ekstensif untuk memudahkan peralihan ke sistem baru. Program tersebut meliputi briefing eksekutif selama setengah hari, pelatihan 2 minggu untuk calon perencana strategik, dan presentasi audio visual selama 2 jam untuk untuk hampir semua staf profesional. Hasil dari usaha ini memberikan kesan yang postif. Sayangnya, akan tetapi, mereka tidak bereksperimen dengan perencanaan skenario sampai mereka memasuki siklus pertama perencanaan mereka, atau setelah program pendidikan dirancang. Sebagai hasilnya, skenario tidak pernah menjadi sebuah bagian integral dari sistem pendidikan atau budaya perencanaan dalam perusahaan. Setelah pengalaman negatif ini saya menjadi seorang pendukung utama dilakukannya pendidikan manajer sebelum dan selama perencanaan skenario.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Bentuk dari program pendidikan manajer dapat berupa seminar satu sampai dua hari mengenai skill dan metodologi dari pengembangan skenario. Dalam beberapa sesi, pelajaran paling berharga untuk mendidik manajer adalah kebutuhan dan peran dari perencanaan skenario dan aplikasi skenario tersebut kedalam pengembangan strategi dan perubahan dalam budaya dan proses pengambilan keputusan yang membutuhkan pendekatan baru. Tujuan utama adalah untuk mengintegrasikan implikasi pada proses pemikiran skenario kedalam program pendidikan manajer, terutama yang berhubungan dengan <i style="">management style</i> dan budaya organisasi. Perencanaan skenario tidak akan mengambil akar dari sebuah perusahaan dimana program pendidikan meningkatkan budaya pemikiran hirarki dan “<i style="">going by numbers</i>”, sejak pandangan ini mengurangi respek terhadap fleksibilitas dan pemikiran inovatif.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><b style="">Langkah 5 : <span style=""> </span><i style="">Fine-tuning</i> dan <i style="">Updating</i> Skenario<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Satu indikator baik untuk menentukan apakah perencanaan skenario akan mengambil akar dalam perusahaan adalah tingkat kontinuitas dalam pengembangan skenario, <i style="">updating</i> dan perbaikan. Hanya dikarenakan skenario menggunakan perspektif jangka pendek dan panjang tidak berarti skenario layak menerima jenis perhatian seperti: “<i style="">Ladies and gentlemen, nine years have passed-we’d better revise our ten year scenario</i>!”. Jika manajemen benar-benar menggunakan skenario untuk membuat keputusan, mereka harus terus menerus memantau dan mengupdate untuk memelihara relevansi skenario.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Cetakbiru untuk implementasi seharusnya, menunjukkan bagaimana untuk mengatur <i style="">link</i> untuk memperkuat <i style="">monitoring</i> perusahaan dan proses <i style="">scanning</i>. <i style="">Monitoring</i> sangat berguna ketika digunakan untuk mencari peristiwa-peristiwa sebagai jalan menuju masa depan yang diidentifikasi oleh skenario. <i style="">Scanning</i>, dilain pihak, dapat memperingatkan perusahaan untuk pengembangan yang tidak terantisipasi-jangkauannya dari penemuan riset yang tidak diharapkan sampai ke transformasi politik, sosial dan budaya-yang mungkin membentuk dasar dari keseluruhan skenario baru. Baik <i style="">monitoring</i> dan <i style="">scanning</i> penting untuk menjaga proses skenario tetap berlangsung, relevan dan ada dalam pemikiran perusahaan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:City> tiga prosedur untuk menjaga proses skenario tetap pada jalurnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pertama, sesi pengembangan skenario seharusnya dijadualkan sehingga hasilnya akan tepat waktu untuk digunakan dalam siklus perencanaan tahunan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kedua, banyak orang dengan pandangan yang berbeda menjadi terlibat dalam proses perbaikan akan menjadi lebih baik. Jelas bukan ide bagus untuk membatasi partisipasi kepada anggota departemen perencanaan. Malah sebaiknya justru carilah ide dan pemikiran dari <i style="">marketers</i>, <i style="">technologists</i>, <i style="">public policy analists</i>-siapapun yang ahli di bidangnya untuk menentukan <i style="">driving forces</i> dari skenario. Kelompok ini ada untuk memberi manfaat secara langsung dari pemikiran dan pertukaran informasi pada proses skenario.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ketiga, sangat membantu untuk mempunyai jadual provisional untuk perbaikan skenario. Meskipun <i style="">annual fine tuning</i> dibutuhkan, kita seringkali menemukan fakta bahwa perbaikan yang radikal diperlukan setiap tiga sampai 4 tahun sekali. Jadual revisi tergantung pada kecepatan dan pelajaran dari <i style="">event</i> dan <i style="">foresight</i> dari skenario yang asli.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p><br /><u>Rencana untuk Belajar<o:p></o:p></u></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Skenario tidak menyediakan jawaban yang pasti dan jelas pada kebutuhan para perencana dan pengambil keputusan. Meskipun demikian, skenario dapat membawa kepada sebuah penciptaan budaya perencanaan yang baru, fleksibel dan efektif.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Sekitar 20 tahun yang lalu, <i style="">futurist</i> Donald Michael menulis sebuah kebutuhan mendesak untuk “<i style="">learning to plan and planning to learn</i>”. Langkah-langkah yang telah saya buat ternyata sama dengan yang ada di pikiran Donald Michael. Tujuannya adalah penciptaan <i style="">learning organization</i> dimana baik <i style="">plans</i> dan <i style="">learns</i> adalah jalan menuju masa depan yang tidak pasti.</p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-79411258664503462672008-11-26T14:20:00.001+07:002008-11-26T14:22:23.041+07:00Competitor Scenarios<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Skenario menawarkan sebuah bukti berarti untuk meningkatkan pemahaman terhadap strategi dan kemampuan pesaing serta kegiatan yang akan mereka lakukan di masa depan. Kesuksesan dari segala tindakan strategik seperti pengenalan produk baru, penambahan aplikasi baru sebagai sebuah solusi atau memasuki pasar geografis baru, selalu tergantung kepada inisiatif dan reaksi potensial terhadap pesaing. Pada intinya, pembuatan strategi yang tidak memperhatikan kondisi pesaing, akan sangat berisiko gagal.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><b style="">Competitor scenarios’ purpose<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Jika kemenangan berarti menaklukkan dan memperdaya para pesaing sehingga nilai ini terus ditingkatkan kepada para customer, shareholder dan stakeholder, maka setiap organisasi mempunyai pilihan yang sedikit dalam bertindak tetapi lebih baik dalam memahami pesaing-pesaingnya. Competitor scenario mendukung keinginan tersebut dan berguna dalam :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pertama, menyediakan sebuah peluang untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi pesaing di masa kini dan masa depan. Sebagai contoh, competitor scenario membantu sebuah organisasi mengantisipasi langkah strategik yang mungkin dilakukan pesaingnya, bagaimana kemungkinan mereka melakukannya dan bagaimana kemungkinan hasilnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kedua, menawarkan jalan lain yang mana sebuah organisasi dapat mengeksplorasi jenis persaingan yang dinamis yang mungkin mempengaruhi bermacam segmen produk-customer di masa mendatang.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ketiga, meningkatkan kualitas input untuk pengembangan, pelaksanaan dan pengawasan dari rencana tindakan dan strategi perusahaan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><b style="">What competitor scenarios might address?</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Competitor scenario lebih ditekankan kepada strategi pasar, baik itu jangkauan pasar, sifat pasar maupun tujuan memasuki pasar tersebut.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tetapi selain hal diatas, competitor scenario dapat ditujukan kepada hal teknologi yang dikembangkan pesaing dan bagaimana kemungkinannya, bagaimana pesaing menggunakan sekutunya untuk mencapai beberapa maksud seperti menyempurnakan penelitian atau mendapatkan akses ke pasar tertentu, atau bagaimana pesaing mengembangkan konsep low-cost pada proses manufakturing dan penjualan produknya ke pelanggan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><b style="">Two Types of Competitors Scenarios<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tipe yang pertama dibangun dari awal sampai akhir atau unconstrained what-if questions yang menghasilkan end state berupa kemungkinan seperti keberhasilan strategi pesaing baru. Kemudian tipe ini mengharuskan pengembangan sebuah plot atau cerita mengenai pola kegiatan pesaing mulai dari kondisi sekarang berdasarkan strategi mereka saat ini hingga menuju kondisi masa depan sebagaimana dinyatakan dalam end state.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sedangkan pada tipe yang kedua, pembuat skenario dapat bertanya tentang apa yang pesaing akan lakukan dalam kondisi industri dan kompetisi yang berbeda dari end state. Tipe yang disebut constrained what-if questions ini membutuhkan pengembangan dari beberapa plot yang saling berbeda, yang dapat membantu pembuat skenario untuk memperkirakan dan menilai berbagai macam langkah atau kegiatan pesaing beserta hasilnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Kedua tipe what-if scenarios ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menilai perubahan strategi kompetitor yang potensial, kemungkinannya, konsekuensi bagi kompetitor dan dampak bagi organisasi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kedua tipe ini melihat sisi luar dari perubahan strategi kompetitor dengan meminta pembuat skenario untuk bertanya what-if questions mengenai lingkungan makro dan kemudian menilai dampaknya bagi kompetitor, pesaing lainnya, industri dan organisasi mereka sendiri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kedua tipe skenario ini cocok untuk menghadapi manuver kompetitor yang seringkali tidak diharapkan oleh para pesaing.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sebagai konsekuensinya, competitor scenario seringkali menantang elemen dasar dalam model mental manajer atau memahami lingkungan kompetitif mereka dan menghasilkan sebuah perspektif baru mengenai apa yang harus manajer lakukan bagi organisasi mereka untuk memenangkan persaingan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><b style="">Assessing Competitor Scenarios<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Langkah-langkah dalam menilai competitor scenario :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pertama, <b style="">Scenario Consistency</b> dengan pertanyaan: apakah tindakan dan peristiwa yang direncanakan konsisten dari dalam? tindakan dan peristiwa mana yang harus terjadi dalam waktu yang berurutan?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kedua, <b style="">Plausibility of Logics</b> dengan pertanyaan: bukti apa yang mendukung logika? apa yang mungkin terjadi dalam lingkungan kompetitif yang akan menghambat pelaksanaan strategi? apa counterlogic terkuat?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ketiga, <b style="">Marketplace Dynamics</b> dengan pertanyaan: bagaimana kemungkinan strategi yang direncanakan berhasil memimpin perubahan di pasar yang lebih luas? apa yang akan menjadi konsekuensi dari keluar dan masuknya para pesaing? bagaimana kemungkinan dinamika persaingan dipengaruhi? </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Keempat, <b style="">Competitor Consequences</b> dengan pertanyaan: apa hasil dari pengembangan strategi yang direncanakan bagi pesaing? dapatkah pesaing melaksanakan strategi? bagaimana pesaing dapat mempengaruhi strategi?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kelima, <b style="">Implications for Our Organization</b> dengan pertanyaan: bagaimana strategi meningkatkan pemahaman kita akan pesaing, pasar yang lebih luas dan organisasi kita sendiri? bagaimana strategi yang direncanakan, hasilnya dan konsekuensinya bisa menjadi input bagi pengembangan dan pelaksanaan strategi kita? bagaimana strategi yang direncanakan dapat membantu kita menganalisa organisasi kita sendiri, asumsi kita, sumber daya dan kemampuan?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><b style="">Competitor Scenarios’ Benefit (Conclusion)<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Manfaat utama dari competitor scenario adalah mampu mengidentifikasi strategi-strategi yang mungkin dilakukan oleh organisasimu untuk merespon atau mendahului langkah-langkah stratejik yang potensial dari para pesaing.</p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-20897019168779849792008-11-26T14:11:00.003+07:002008-11-26T14:18:32.353+07:00Perkembangan Globalisasi dan Perspektif Sosiologinya<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-weight: bold;">A. Perbandingan Tren Globalisasi selama tahun 1980-2000 dengan tahun 2000-saat ini</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p style="font-weight: bold;"></o:p><span style="font-weight: bold;">Perdagangan</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selama tahun 1980-2000, jalur perdagangan dunia didominasi hubungan Utara-Selatan, adanya dominasi pakta perdagangan yang dipimpin Amerika dan banyak munculnya pakta perdagangan baik di lingkup regional maupun dunia.<br />Sedangkan tahun 2000-saat ini, hubungan perdagangan Timur-Selatan berkembang pesat, pakta/organisasi perdagangan seperti FTAA, APEC atau WTO mulai diabaikan dan adanya pergeseran pasar menuju hubungan bilateral FTA dalam perdagangan Utara-Selatan, khususnya dilakukan oleh Amerika.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><span style="font-weight: bold;">Keuangan</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selama tahun 1980-2000, finance capital memegang peranan penting tetapi rawan krisis karena peran pemodal spekulatif, Bank Dunia dan IMF lebih mengatur perekonomian negara berkembang dibanding negara maju, dolar Amerika sangat mendominasi perekonomian dunia, Amerika menjadi tujuan utama Foreign Direct Investment (FDI), IMF banyak mengatur monetary fund negara-negara Asia, dominasi pasar keuangan negara-negara Barat dan berkembangnya bank-bank investasi.<br />Sedangkan tahun 2000-saat ini, banyak negara-negara NIE (The Newly Industrialized Economies) menahan surplus dolar Amerikanya, IMF mulai berani mengingatkan kebijakan Amerika yang dianggap mengancam stabilitas ekonomi dunia, menurunnya penggunaan dolar Amerika sebagai mata uang cadangan devisa Negara, China menjadi tujuan utama FDI, Thai Asian Bond Fund mengganti peran IMF dalam Asian Monetary Fund, munculnya sumber keuangan baru diluar negara-negara Barat dan hedge fund menjadi instrument keuangan baru. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><span style="font-weight: bold;">Organisasi/Institusi</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selama tahun 1980-2000, arsitektur institusi perdagangan dibentuk berpatokan pada kebijakan IMF-Bank Dunia-WTO, infrastruktur keuangan dunia dikendalikan oleh Wall Street-US Treasury-IMF, adanya usaha ke social-liberalism dengan sebuah penekanan pada penanggulangan kemiskinan dan struktur ekonomi dunia dikendalikan oleh Washington Consensus.<br />Sedangkan tahun 2000-saat ini, IMF, Bank Dunia, WTO, US Treasury maupun Washington consensus kehilangan reputasinya karena lemahnya penanganan krisis ekonomi, banyaknya pelanggaran kesepakatan perdagangan, berkembangnya krisis keuangan global dan semakin meningkatnya defisit keuangan Amerika.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><span style="font-weight: bold;">Hegemoni</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selama tahun 1980-2000, hegemoni Amerika nampak dinamis dan menunjukkan pertumbuhan tinggi, paska Perang Dingin muncul teori clash of civilizations-nya Samuel Huntington yang mensinyalkan konflik dunia Barat dengan Islam dan keamanan dunia dipimpin oleh Amerika paska Perang Dingin.<br />Sedangkan tahun 2000-saat ini, Amerika sibuk dengan perang barunya di Irak dan Afghanistan serta mengatasi defisit keuangan mereka, ketegangan antara dunia Barat dengan masyarakat Muslim dunia dan munculnya poros keamanan dan ekonomi baru yang memunculkan list negara-negara yang harus diwaspadai oleh Amerika.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><span style="font-weight: bold;">Kesenjangan</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selama tahun 1980-2000, kesenjangan pertumbuhan dan perkembangan globalisasi semakin meningkatkan kemiskinan di pedesaan dan perkotaan, kecuali di negara-negara Asia Timur.<br />Sedangkan tahun 2000-saat ini, kesenjangan antara Utara dan negara-negara NIE semakin menurun tetapi kesenjangan didalam wilayah negara-negara NIE sendiri justru semakin meningkat, angka kemiskinan di pedesaan dan perkotaan semakin tinggi dan migrasi internasional akibat dampak kesenjangan global.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p><br /></o:p><span style="font-weight: bold;">B. Perspektif Sosiologi</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p style="font-weight: bold;"></o:p><u>Siklus yang berulang</u>. Berdasarkan sejarah, <st1:city st="on">Timur Tengah</st1:City>, <st1:country-region st="on">China</st1:country-region>, <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">India</st1:place></st1:country-region> dan Asia Tenggara pada jaman dahulu pernah menjadi pusat globalisasi dunia. Setelah ratusan tahun, proses globalisasi yang terjadi di tahun 2000-saat ini sepertinya mengarah pada terulangnya kondisi tersebut, terutama kondisi yang terjadi di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">China</st1:place></st1:country-region> saat ini.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><u>Posisi hegemoni Amerika</u>. Perkembangan Amerika sebagai negara hegemoni dunia sudah mencapai puncaknya tetapi masih mempertahankan status mereka sebagai negara hegemoni. Hanya saja status mereka sebagai negara hegemoni dari tahun ke tahun akan semakin tergerus karena kondisi di dalam negeri mereka sendiri dan semakin berkembangnya kekuatan-kekuatan baru</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><u>Kapitalisme dan Modernitas</u>. Globalisasi seringkali diartikan sebagai interaksi transnasional dari kapitalisme, sehingga perkembangan globalisasi dengan sendirinya akan dipengaruhi oleh perkembangan dalam kapitalisme. Bagaimana masing-masing negara di dunia akan menunjukkan cara yang berbeda dalam mengelola potensi ekonominya dan mengantisipasi risiko yang mereka hadapi. Bagaimana cara-cara tersebut akan saling berinteraksi di tataran internasional dan mempengaruhi perkembangan globalisasi. Sedangkan modernitas melihat sikap masing-masing negara menghadapi globalisasi dipengaruhi oleh faktor sejarah, budaya dan paradigma nasional mereka. Perbedaan ini menghasilkan perbedaan masing-masing negara dalam menangani kesenjangan ekonomi sebagai dampak globalisasi. Interaksi modernitas yang berbeda antar negara ini juga akan mempengaruhi perkembangan globalisasi. </p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-49523468786436177022008-11-26T14:03:00.002+07:002008-11-26T14:09:32.707+07:00Articulating The Business Idea: The Key to Relevant Scenarios<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN">Strategi adalah seni untuk membuat pilihan-pilihan investasi untuk keberhasilan saat ini dan masa depan. Untuk memahami pilihan-pilihan ini lebih awal, sebuah organisasi seharusnya mengidentifikasi sebuah business idea dan mengujinya dalam beberapa skenario yang berbeda. Proses ini dapat membantu sebuah organisasi mengembangkan sebuah business idea untuk mengembangkan organisasi di masa depan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><o:p></o:p>Sebuah penjelasan business idea harus rasional dalam penjelasannya yaitu mengenai mengapa organisasi sukses di masa lalu dan bagaimana kesuksesan tersebut dapat terulang di masa depan. Penjelasan business idea harus menerangkan bagaimana sebuah bisnis dapat menerapkan sistem yang kompeten untuk menyediakan barang dan jasa yang sesuai dengan customer value. Seberapa tinggi customer value terhadap barang dan jasa dan apa yang menjadi pilihan alternatif bagi customer untuk menentukan seberapa banyak economic value dikembangkan business idea. Ada 4 elemen yang diperlukan untuk mengembangkan business idea yang lengkap, yaitu : the customer value created, the nature of the competitive advantage exploited, the distinctive competencies which, in their mutually reenforcing interaction, create this competitive advantage, allowing the organization to appropriate some of the value created dan a positive feedback loop, in which resources generate growth.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><o:p></o:p>Menurut Michael Porter, kerangka dasar untuk mempertimbangkan the limit to growth dalam business idea terdiri dari 5 unsur yaitu : demand limits, supply limits, competition limits, limit imposed by the possibility of new entrants dan limit imposed by possible alternative and substitutes.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><o:p></o:p>Dalam masa depan bisnis, kesuksesan adalah sesuatu yang relatif dan setiap ide pada akhirnya meniru dari para pesaing. Dunia bisnis ibarat lomba balapan, dimana setiap peserta yang bergerak lamban akan tersalip. Pemenangnya adalah mereka yang dengan cepat membangun business concept atau business ideas baru dan mengembangkannya dengan efisien sebelum para pesaing melakukannya. Perusahaan yang melihat diri mereka dalam sebuah perubahan bisnis tidak akan menemukan banyak skenario baik atau buruk, tetapi yang membedakan mereka adalah bagaimana mereka menawarkan tantangan yang berbeda.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><o:p></o:p>Tantangan bagi perusahaan adalah menentukan bagaimana cara mengembangkan business idea untuk masa depan. Ada 2 jalan dimana sebuah business idea dapat dikembangkan yaitu : by entrepreneurial invention atau by building on the existing distinctive competencies to create new ones.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><o:p></o:p>Alasan mengapa business idea dibutuhkan untuk masa depan : respon to the future customer value, be a new unique combination of competencies, which can be exploited in a positive feedback loop dan be created on basis of the current business idea, leveraging existing distinctive competencies.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><o:p></o:p>Proses business idea mengenalkan sebuah kerangka pemikiran dan bahasa yang memungkinkan pertimbangan rasional dari : the current business idea, the strengths/ weaknesses of the current distinctive competencies in their systemic interaction dan the outlook for the strength of the distinctive competencies against a set of scenarios relating to the everchanging values in society.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><o:p></o:p>Setelah beberapa skenario dikembangkan dan pengujian business idea juga dilakukan pada beberapa skenario, sebuah perusahaan harus menyiapkan beberapa tujuan strategik kualitatif. Sekali business idea telah diuji dalam beberapa skenario dan menemukan kesesuaian dalam rentang kemungkinan di masa depan, business idea akan menjadi dasar dari keputusan stratejik yang akan diambil. Proses manajemen stratejik selanjutnya dapat lebih fokus dan prioritas menjadi lebih jelas.<o:p></o:p></span></p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-9571992579286605972008-11-05T00:21:00.006+07:002008-11-05T00:37:16.054+07:00Scenario and Foresight in State Government<p class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><b style="">Foresight di Pemerintahan Negara Bagian ( Amerika Serikat )<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><o:p></o:p></span>Dihadapkan pada semakin meningkatnya tekanan untuk mengelola pemerintahan menjadi lebih baik, <i style="">state policy-makers</i> saat ini tergerak untuk bersiap menghadapi masa depan. <i style="">Foresight</i> didefinisikan sebagai sebuah usaha untuk mencapai tujuan dan memunculkan isu-isu kebijakan untuk menyediakan waktu yang lebih lama dalam pengambilan keputusan. Aktivitas <i style="">foresight</i> meliputi <i style="">strategic planning</i> dan <i style="">long-term policy development</i> dan seringkali dibangun dalam bentuk <i style="">possible</i>, <i style="">probable</i> dan <i style="">preferable futures</i>. Tujuan dari aktivitas <i style="">foresight</i> bukan untuk memprediksi masa depan, melainkan untuk bersiap menghadapi masa depan. Pada intinya <i style="">foresight</i> adalah sebuah proses yang dibentuk untuk memajukan pemerintahan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Manfaat <i style="">foresight</i> bagi pemerintahan negara bagian :<br />Membantu pemimpin negara bagian menjadi lebih baik dalam mengantisipasi perubahan dalam lingkungan sosial, ekonomi dan fisik ; Membantu pengembangan tujuan jangka panjang dari setiap institusi pemerintahan ; Membantu pemimpin negara bagian dan pengelola pemerintahan membuat keputusan yang lebih bijak dan lebih informatif dengan pertimbangan yang matang ; Mempertinggi komunikasi dan kerjasama antara tiga pihak dalam <i style="">state government</i> dengan masyarakat ; Sangat dibutuhkan dalam sebuah era yang disebut “<i style="">Fend For Yourself Federalism</i>”.</p> <o:p><br /></o:p><span style="font-weight: bold;">Kegiatan </span><i style="font-weight: bold;">state foresight</i><span style="font-weight: bold;"> berdasarkan mekanisme struktural dikelompokkan dalam 6 model yaitu sebagai berikut :</span> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><i style="">State Futures Commission<o:p></o:p></i><br />Dalam model ini, sebuah komisi khusus atau gugus tugas seringkali disebut sebagai “<i style="">Future</i>”, “<i style="">Tomorrow</i>” atau “2000” yang diciptakan diluar <i style="">government agencies</i> yang sudah ada untuk 1 sampai 2 tahun. Tujuan untuk menciptakan tujuan yang diharapkan dan membuat rekomendasi kebijakan. Rekomendasi yang diberikan meliputi demografi, pembangunan ekonomi, lingkungan,<span style=""> </span>pendidikan, kesehatan, pelayanan umum, pengadilan kriminal dan pertanian. Laporan komisi berdasarkan pada penelitian, pertemuan komite, konferensi, media <st1:place st="on"><st1:city st="on">massa</st1:City></st1:place> dan survei pendapat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><i style="">The Executive Branch<o:p></o:p></i><br />Model ini digunakan untuk menentukan tujuan kebijakan jangka panjang dan rencana-rencana dalam <i style="">the state’s executive branch</i>. Motivasi dari usaha ini berasal dari kebutuhan untuk memperbaiki praktek perencanaan negara bagian yang tradisional. Keuntungan dari model ini meliputi pengembangan sebuah mekanisme perencanaan yang menyeluruh di sebuah negara bagian yang bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan perencanaan <i style="">agency</i> dan memproduksi <i style="">strategic planning</i> yang komprehensif. Model ini memerlukan dukungan dari <i style="">intra-agency</i> dan kerjasama <i style="">state-local</i> dibawah kepemimpinan Gubernur. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><i style="">The Executive Agency<o:p></o:p><br />Executive branch agencies</i> mempunyai banyak pengalaman dengan <i style="">strategic planning</i> apabila dibandingkan dengan institusi lainnya dalam <i style="">state government</i>. <i style="">Agency</i> melakukan <i style="">strategic planning</i> secara rutin di beberapa negara bagian di Amerika. Tapi di banyak negara bagian, tidak adanya insentif, masalah dana dan pendapatan kantor gubernur membuat pengelola pemerintahan kesulitan mengimplementasikan aktivitas <i style="">foresight</i>. Aktivitas <i style="">foresight</i> dalam <i style="">individual state agencies</i> secara ringkas menyoroti 4 area yaitu pembangunan ekonomi, lingkungan, pendidikan dan kesehatan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><i style="">The Legislative Branch<o:p></o:p></i><br />Legislator di beberapa negara bagian berpartisipasi<span style=""> </span>dalam <i style="">state future commissions</i> di wilayah mereka. Mereka juga melakukan proyek <i style="">foresight</i> dalam lembaga legislatif. Aktivitas <i style="">foresight</i> tersebut secara spesifik meliputi identifikasi isu-isu yang berkembang, penetapan tujuan, analisis dampak kebijakan, koordinasi komite pembelajaran, dukungan evaluasi dan fungsi <i style="">oversight</i> serta lebih banyak masyarakat dan swasta yang aktif terlibat dalam proses legislatif. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><i style="">The Judicial Branch<o:p></o:p><br />Judicial branch</i> menggunakan program <i style="">foresight</i> untuk bersiap menghadapi perubahan dalam sistem pengadilan kriminal.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><i style="">The Private Sector<o:p></o:p></i><br />Banyak organisasi swasta yang membantu <i style="">state government</i> dalam program <i style="">foresight</i>. Kelompok ini dibentuk untuk membuat penelitian dan program pendidikan yang membantu pembuat kebijakan dalam mengantisipasi masa depan. Biasanya kelompok ini dibentuk sebagai organisasi nirlaba dan bebas pajak yang dibiayai oleh organisasi swasta, iuran anggotanya dan bantuan pemerintah. Proyek <i style="">foresight</i> yang dilakukan kelompok ini mayoritas berjangka pendek dari hitungan bulan sampai 2 atau 3 tahun.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p><br /></o:p><span style="font-weight: bold;">Metode </span><i style="font-weight: bold;">Foresight</i><br />Berdasarkan alat dan teknik yang digunakan, metode <i style="">foresight</i> dapat diklasifikasikan :<br /><i style="">Goal-Setting</i>, dengan <i style="">key questions</i> apa yang ingin kita tuju (<i style="">vision-creation</i>) dan apa yang kita lakukan untuk mencapai ke arah sana (<i style="">strategic planning</i>) ;<i style=""> Issue Identification</i>, dengan <i style="">key questions</i> isu apa yang berkembang (<i style="">enviromental scanning</i>) dan bagaimana kita menangani isu tersebut (<i style="">issues management</i>) ; <i style="">Trend Analysis</i>, dengan <i style="">key questions</i> tren apa yang terjadi sekarang dan di masa depan (<i style="">trends track</i>) dan apa yang ingin kita lakukan dengan tren ini (<i style="">opinion surveys</i>) ; <i style="">Alternative Futures</i> dengan <i style="">key questions</i> peristiwa apa yang mungkin terjadi (<i style="">scenario</i>) dan apa yang seharusnya diantisipasi pengambil kebijakan (<i style="">policy options</i>).<i style=""><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p><br /></o:p><span style="font-weight: bold;">Perbedaan </span><i style="font-weight: bold;">foresight</i><span style="font-weight: bold;"> di </span><i style="font-weight: bold;">state government</i><span style="font-weight: bold;"> :</span><br />Praktek tradisional : <i style="">short-term, reactive, crisis-driven, incremental budget-making, agency database, agency-wide planning, one time projects, informal</i>.<br />Proyek <i style="">foresight</i> : <i style="">long-term, anticipatory, emerging issues-oriented, prioritizing in budget-making, state database, state-wide planning, on-going projects, formal.</i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><br /></b></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><span style="font-size:130%;">Skenario Memperkuat Keputusan Kebijakan Publik</span><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><o:p></o:p></b>Pemerintah daerah dan pusat dapat menggunakan pengembangan skenario untuk memperbaiki kemampuan perencanaan mereka, untuk memperkuat keputusan kebijakan publik yang strategis dan untuk memandu investasi modal besar mereka. Sebuah pengembangan skenario memberi pemimpin negara sebuah pandangan baru mengenai peluang dan risiko dalam pengambilan keputusan publik yang berdampak besar pada pembangunan wilyah selama beberapa dekade.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Skenario dapat membantu pemimpin sektor publik untuk fokus berpikir mengenai masa depan saat membuat keputusan kebijakan publik., terutama keputusan investasi publik. Pembelajaran skenario membantu pembuat keputusan publik dan swasta memperhatikan jangkauan dari kemungkinan masa depan yang akan terjadi, untuk melihat masa depan yang diinginkan, dan untuk menggunakan apa yang mereka pelajari dalam proses formal pengambilan keputusan untuk mendukung kepemimpinan yang hebat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Keputusan kebijakan publik yang paling sulit mungkin berhubungan dengan pilihan strategis yang berpotensi berdampak jangka panjang terhadap masyarakat. Contoh paling nyata adalah bagaimana pemerintah memilih proyek dalam penggunaan anggaran mereka, yang merupakan investasi publik yang substansial dalam sistem yang kompleks. Bagaimana pemimpin dapat membuat keputusan yang tepat dengan informasi yang sangat terbatas dalam situasi lingkungan yang penuh ketidakpastian?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Proses pembuatan skenario menjadi sebuah pembelajaran yang penting bagi pemimpin organisasi. Keterlibatan langsung dalam pembuatan skenario membantu pemimpin untuk berpikir kritis tentang kemungkinan masa depan dan sesuai dengan strategi organisasi.<span style=""> </span>Pembuatan skenario membantu pemimpin untuk memahami dan mengerti beberapa asumsi implisit yang mereka miliki mengenai seperti apa masa depan nantinya dan mengapa mereka berpikir seperti itu. Skenario yang fokus pada keputusan aktual dan implementasinya akan sangat mempengaruhi pemikiran kepemimpinan dan bermanfaat untuk organisasi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-984141868367758052008-10-26T14:42:00.003+07:002009-06-05T02:49:46.007+07:00Deception ala Suami Pintar<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Deception paling fenomenal yang aku ketahui tentu saja peristiwa pendaratan Normandia saat Word War II atau lebih dikenal dengan sebutan D-Day. Pasukan Sekutu berhasil mengalihkan perhatian Jerman dari Normandia dengan membuat pergerakan tipuan di Southern England sehingga Jerman menafsirkan Sekutu akan menyerang <st1:place st="on">Pas de Calais</st1:place> bukannya Normandia. Dunia mungkin lebih mengenal Jenderal Eisenhower sebagai tokoh sentral kemenangan Sekutu atas Jerman dengan Jenderal Rundstedt atau Erwin Rommelnya. Padahal otak dibalik kemenangan Sekutu adalah Kolonel John Henry Bevan yang memimpin organisasi London Controlling Section atau LCS. Organisasi ini sendiri dibentuk untuk merancang deception operation terhadap Jerman dan gerakan tipuan untuk membentuk opini penyerangan <st1:place st="on">Pas de Calais</st1:place> adalah salah satu dari beberapa operasi pengelabuan yang mereka rancang.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Deception sendiri bisa juga dipakai di kehidupan kita sehari-hari. Istilah simpelnya bohong berlapis-lapis.. kue lapis kali ya.. Contoh sederhananya seperti ini, seorang Suami ingin sekali pergi ke sebuah Club untuk berpesta, tetapi karakter Istri yang alim tidak memungkinkan bagi dia untuk pergi ke Club dengan sepengetahuan Istri, lantas apa yang akan dilakukan si Suami? Langkah sederhananya tentu saja Suami akan langsung pergi ke Club untuk berpesta tanpa sepengetahuan istrinya dan akan berbohong mengapa sampai larut malam dia belum pulang. Skenario selanjutnya si Istri yang alim ini akan cek dan ricek apa yang dikatakan sang Suami, bener nggak nih apa yang dikatakan suamiku? Dan akhirnya kebohongan Suami pun terbongkar.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Jika Suami lebih pintar, kebohongan pergi ke Club ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari dengan rutin berkata bohong untuk mengubah arah pemikiran Istri. Contoh simpelnya, saat ada meeting di kantor sampai larut malam, si Suami justru menginformasikan ke Istri kalau dirinya akan pergi ke Club. Sang Istri tentu akan mengecek keberadaan Suami di Club dan akhirnya diketahui sang Suami tidak pergi ke Club melainkan rapat di kantor. Kebohongan berkata pergi Club ini berkali-kali dilakukan Suami jika ada kepentingan perusahaan yang memaksanya bekerja lembur di kantor. Dan berkali-kali itu pula si Istri menemui kenyataan kalau Suami lembur di kantor. Akhirnya secara psikologis tertanamlah di pikiran Istri jika pergi ke Club itu artinya sang Suami lembur di kantor dan tidak ada lagi keinginan dari Istri yang alim ini untuk melakukan pengecekan. Hal seperti ini biasanya memerlukan kesabaran, tapi kesabaran seperti inilah yang harus dihadapi Sekutu untuk mengelabui Jerman menjelang pendaratan Normandia.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Pada saat yang tepat, Suami kembali berkata dia akan pergi ke Club dan kali ini dia benar-benar mengatakan yang sesungguhnya, mengatakan hal yang benar-benar akan dia lakukan. Sang Istri pun akan tetap tenang berada di rumah menikmati sinetron kesayangannya tanpa pemikiran prasangka dan curiga terhadap istri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aku tidak tahu apakah hal ini termasuk jenis reverse psychology karena aku bukan lulusan psikologi. Tapi sepertinya sama, agar pemikiran Istri seperti yang dia inginkan, sang Suami dengan reputasi bohongnya akan berkata jujur agar Istri berasumsi Suami kembali berkata bohong (padahal Suami memang benar-benar berkata jujur).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Apa yang dialami Hitler dan si Istri sebenarnya hampir sama. Dalam berbagai pertempuran menghadapi pasukan Sekutu (sebelum D-Day), Jerman selalu melihat pola yang sama dari pasukan Sekutu yaitu adanya peningkatan aktivitas/gerakan pasukan Sekutu di dekat wilayah akan terjadinya pertempuran. Hasilnya Jerman berhasil mengalahkan pasukan Sekutu dalam pertempuran di <st1:city st="on">Dieppe</st1:city> dan <st1:place st="on">Somme</st1:place>. Secara psikologis peningkatan aktivitas pasukan Sekutu di wilayah Inggris Tenggara pun akhirnya diartikan sebagai rencana penyerangan pasukan Sekutu ke wilayah <st1:place st="on">Pas de Calais</st1:place> yang dikuasai Jerman. Padahal dalam kenyataannya pendaratan besar-besaran sedang dipersiapkan kearah Normandia.</p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-20975870403601749442008-10-26T14:37:00.001+07:002008-10-26T14:40:28.687+07:00Operasi Psikologis<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b style=""><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Studi Kasus<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Pasar Modal yang berkembang di dunia sejak abad ke-19 (Pasar Modal di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1912) sampai dengan saat ini masih rentan terhadap prilaku para investornya (<i style="">panic selling</i>) yang mudah panik terhadap isu-isu negatif yang sengaja dihembuskan. Mekanisme <i style="">short selling</i> yang dilegalkan dalam peraturan Pasar Modal semakin menambah besarnya kemungkinan masuknya berita-berita yang direkayasa. Dari 2 peristiwa besar, <i style="">Great Depression</i><span style=""> </span>tahun 1928 dan sekarang Krisis Finansial Global menghasilkan keputusan untuk melarang (sementara) transaksi <i style="">short selling</i>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Pengambilalihan perusahaan melalui isu-isu yang sengaja dihembuskan pernah terjadi di Inggris di abad ke-19. Saat itu dihembuskan kabar bahwa Napoleon mengalami kemenangan di Rusia dan akan segera menguasai Inggris. Dampaknya banyak investor yang menjual sahamnya saat itu karena kondisi harga saham beberapa perusahaan Inggris yang semakin jatuh. Mereka tidak mau rugi terlalu besar. Situasi ini dimanfaatkan kelompok tertentu. Mereka memborong semua saham perusahaan Inggris yang dijual investor dengan harga rendah. Dalam sekejap kepemilikan di tiap perusahaan Inggris mayoritas sudah dikuasai oleh kelompok tertentu yang disponsori keluarga Rotschild. Akhirnya saat diketahui Napoleon mengalami kekalahan besar di Rusia, harga-harga saham perusahaan Inggris pun kembali meroket karena keyakinan investor terhadap keamanan Inggris.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><o:p></o:p></span><b style=""><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Obyek Isu<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Memanfaatkan kekuatan Perancis dibawah Napoleon Bonaparte yang saat itu ingin menguasai seluruh Eropa<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><o:p></o:p></span><b style=""><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Tujuan<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Mengambil alih kepemilikan perusahaan-perusahaan besar di Inggris<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><o:p></o:p></span><b style=""><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Sasaran enstom<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Karakter <i style="">panic selling</i> dari investor pasar modal menghadapi isu-isu negatif<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><o:p></o:p></span><b style=""><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Pilihan operasi<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i style=""><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Covert action</span></i><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> karena masyarakat tidak mengetahui jelas siapa sebenarnya yang menghembuskan kabar kemenangan Napoleon tersebut. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><o:p></o:p></span><b style=""><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Instrumen/agen<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Instrumen yang digunakan bisa menggunakan orang-orang yang disusupkan ke Pasar Modal untuk menyebarkan kabar bohong atau bisa juga penyesatan kabar melalui media seperti radio atau koran untuk kondisi pada saat itu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><o:p></o:p></span><b style=""><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Sarana/teknik operasi psikologis<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Teknik yang digunakan dengan cara menyebarkan isu-isu yang mengabarkan kemenangan Napoleon di Rusia dan rencana Perancis untuk segara menyerang Inggris.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /><span style="font-size: 9pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><o:p></o:p></span></p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-86527747678289056372008-10-26T14:34:00.003+07:002008-10-26T14:36:37.023+07:00Akuntabilitas dan Efektifitas dalam Aktivitas Intelijen Negara<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Akuntabilitas pada hakekatnya menggambarkan hubungan antara lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif. Di Indonesia, lembaga eksekutif adalah Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dipilih melalui pemilihan umum. Sedangkan lembaga legislatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga dipilih melalui pemilihan umum yang demokratis. Hubungan ini menggambarkan kemampuan dari eksekutif untuk memberikan penjelasan dan jawaban kepada parlemen sebagai akhir dari pelaksanaan tugasnya. Dengan kata lain eksekutif harus memberikan pertanggungjawaban atas segala pelaksanaan tugasnya kepada legislatif sebagai perwakilan rakyat. Parlemen akan menilai pertanggungjawaban eksekutif terutama untuk mengetahui apakah pelaksanaan tugas eksekutif beserta hasilnya tidak bertentangan dengan kepentingan rakyat. Sehingga dalam ini kasus intelijen, lembaga intelijen sebagai bagian dari lembaga eksekutif juga harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya termasuk dalam hal penggunaan kewenangannya atau aspek finansial kepada lembaga legislatif.<o:p> </o:p><br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Efektif berarti tepat sasaran. Efektifitas aktivitas artinya bagaimana sebuah pelaksanaan tugas dapat dapat mencapai hasil yang diinginkan dengan menggunakan langkah-langkah yang tepat. Sehingga apabila dikaitkan dengan aktivitas intelijen negara maka efektifitas dimaksudkan bagaimana aktifitas lembaga intelijen negara dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat sehingga kegiatan yang dijalankan mampu mengenai sasaran/target/tujuan yang diharapkan. Secara khusus target yang ingin dicapai lembaga intelijen negara yaitu mencegah pendadakan strategik dan menyiapkan informasi yang terkini dan akurat bagi policy maker dan secara umum tujuan yang diharapkan oleh rakyat yang terwakili dalam lembaga legislatif yaitu melindungi keamanan nasional.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Baik akuntabilitas dan efektifitas, dua-duanya harus diutamakan karena saling berkaitan. Akuntabilitas membutuhkan efektifitas untuk mengukur keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan dan ketepatan pilihan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Apakah intelijen negara telah melakukan tugas dengan benar (doing the right things) menjadi kebutuhan bagi sebuah akuntabilitas. Lewat akuntabilitas ini, lembaga legislatif bisa menilai apakah ada kooptasi intelijen oleh kepala negara dan pelanggaran prinsip demokrasi dan hak azasi manusia yang bisa membuyarkan tujuan intelijen untuk mencegah pendadakan statejik dan memberikan informasi akurat tercepat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sebaliknya efektifitas membutuhkan akuntabilitas untuk mendapatkan legitimasi rakyat mengenai kompetensi pelaksanaan tugasnya. Penilaian bahwa aktifitas intelijen negara sudah berjalan efektif dapat berasal dari Presiden sebagai usernya. Tetapi posisi lembaga intelijen berada dalam lembaga eksekutif yang merupakan pelaksana pemerintahan dalam negara. Dibutuhkan second opinion yang lebih kuat dan memegang kepentingan tertinggi dari rakyat. Efektifitas membutuhkan akuntabilitas untuk mendapatkan pengakuan dari rakyat bahwa lembaga intelijen negara telah melaksanakan tugas dengan benar.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dunia sekarang masuk dalam era globalisasi dan kestabilan kondisi keamanan dan ekonomi menjadi hal yang diprioritaskan negara. Dunia secara keseluruhan tidak berada dalam kondisi perang. Dunia tidak lagi berada dalam kondisi perang dingin. Non state actor yang muncul dalam wujud teroris digambarkan sebagai musuh bersama negara-negara dunia. Sehingga dalam kondisi yang bisa dikatakan damai dengan tidak adanya kekuatan luar yang saling memaksakan pengaruh dan kepentingannya dalam intelijen negara, kegiatan intelijen negara diharapkan masih dalam kerangka aturan yang berlaku untuk mewujudkan kepentingan nasional kita, dibandingkan dalam situasi dunia saat penuh ketegangan. Benturan persoalan kerahasiaan antara demokrasi dan intelijen juga bisa lebih jauh berkurang karena aktivitas intelijen modern seharusnya terbagi dalam perbandingan 95 : 4 : 1. Dimana 95% aktivitas intelijen berkaitan dengan open source, 4% berkaitan dengan semi tertutup dan hanya 1% yang benar-benar tertutup. Sehingga dalam intelijen negara kita, intelligence estimates seharusnya lebih dikembangkan dari basic intelligence dan open source intelligence lebih diutamakan dibanding counter-intelligence atau<span style=""> </span>covert action.</p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-42096151436782118612008-10-26T14:30:00.001+07:002008-10-26T14:33:07.206+07:00Mengenali Pendadakan Stratejik berdasarkan Paradigma Realis<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Paradigma realisme diantaranya diusung oleh Hobbes dan Machiavelli. Hobbes berasumsi bahwa individu-individu dalam suatu negara membutuhkan peran negara sebagai seorang monster atau makhluk jahat atau leviathan untuk menghindari terjadinya pertikaian antar individu yang pada akhirnya akan menjadi anarki. Menurut realisme sendiri pada dasarnya manusia adalah makhluk yang jahat sehingga kondisi damai sekalipun bagi realisme bisa merupakan sebuah ancaman. Sedangkan menurut Machiavelli negara mempunyai hak untuk melakukan akumulasi power dalam berbagai bentuk (militer) karena pertikaian antar individu ini biasa mengarah pada penggunaan power. Power style inilah yang akan menguatkan peran negara. Power menjadi sesuatu yang menentukan sekaligus menjadi sesuatu yang diperebutkan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Menurut konsepsi dasarnya, paradigma realisme terbagi dalam Individu (Realisme Klasik) dan Sistem ( Neo-Realisme dan Realisme Struktural).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Individu - Realisme Klasik</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Menurut realisme klasik, sebagai individu hakekat dasar manusia adalah struggle atau survive ditengah ancaman dan manusia harus meyakinkan dirinya aman. Sehingga dalam hal ini ada suatu kebutuhan dari manusia untuk tetap survive. Dengan demikian apabila diimplementasikan ke sebuah negara maka negara bisa melakukan segala sesuatu dengan dalih untuk melindungi negaranya. Realisme klasik mempunyai asumsi bahwa dalam lingkungan internasional tidak ada yang memiliki kekuatan hegemoni, tidak ada satu-satunya kekuatan hegemoni yang paling kuat yang dapat mengatur seluruh manusia di dunia. Sedangkan tiap negara akan selalu berusaha memaksimalkan kepentingannya masing-masing untuk tetap survive dan menjamin eksistensinya di dunia. State memandang negara lainnya sebagai musuh potensial yang menjadi ancaman sehingga mengakibatkan dilema keamanan yang mempengaruhi kebijakan luar negeri. Hal yang dilakukan negara dalam situasi ketidakpastian dan kerentanan dunia tanpa kekuatan hegemoni terkuat adalah dengan memelihara balance of power.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan demikian paradigma ini lebih mengutamakan karakter individu yaitu state dengan meyakini bahwa state merupakan aktor penting dalam hubungan internasional, di mana negara-negara akan saling memperjuangkan kepentingan nasionalnya dan hubungan antarnegara yang terjadi merupakan bentuk struggle for power. Dan strategi yang digunakan untuk mencegah pendadakan strategis adalah defensif.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sistem – Neo-Realisme dan Realisme Struktural</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Menurut konsep ini sistem internasional lah yang mempengaruhi power bukannya negara. Segala sesuatu yang terjadi ditentukan oleh sistem. State sendiri merupakan bagian dari sistem ini. Secara keseluruhan sistem internasional terdiri dari aktor yaitu great power yang bersifat konstan, interaksi yaitu kondisi dunia yang anarkis dan struktur berupa distribusi kekuatan atau polaritas.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sistem akan cenderung stabil apabila polaritas sistemnya kecil dan sistem dwipolar adalah salah satunya. Negara hegemonik yang ada dalam sistem dwipolar ini akan menstabilkan sistem dengan bersifat ofensif. Sehingga untuk mengetahui dinamika yang terjadi dalam sistem, kita hanya perlu memperhatikan aktor-aktor utama saja yaitu negara hegemonik itu sendiri apabila terjadi perang antar negara kecil sistem akan tetap dianggap stabil karena adanya hegemonic stability. Polaritas dwipolar ini pernah memunculkan teori long peace selama masa cold war dari tahun 1945-1989 dengan 2 aktor utamanya Amerika Serikat dan Uni Sovyet.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalam hegemonic stability theory oleh Paul Kennedy, umur negara hegemonik yang menguasai sistem makin lama makin pendek. Sebuah negara hegemonik yang masih mengalami masa pertumbuhan akan cenderung ofensif tapi disaat negara hegemonik sudah dalam batas pertumbuhan alias mentok dia akan menjadi defensif. Disaat negara hegemonik mulai melemah akan terjadi masa transisi negara hegemonik yang menyebabkan sistem menjadi tidak stabil. Tetapi kemungkinan akan muncul aktor baru yang berekspansi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan asumsi senjata ofensif bisa dibedakan dengan senjata defensif maka sebuah negara akan menggelar kekuatannya dalam rangka keamanan negara melalui manuever yang bersifat defensif, attrition dan firepower yang bersifar ofensif. Demikian pula dengan kasus military build-up, sebuah negara bisa bersifat ofensif atau defensif tergantung dari karakter sistem pertahanan yang mereka bangun. Apabila manfaat lebih besar dari biaya ekspansi maka ofensif yang dipilih, sebaliknya jika biaya ekspansi lebih besar dari manfaatnya maka defensif yang dipilih. Konsepsi dasar realisme berupa sistem yang cenderung ofensif merupakan paradigma Neo-Realisme sedangkan yang bersifat defensif merupakan paradigma Realisme Struktural.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Mengenai pendadakan stratejik, secara tradisional pertahanan nasional melihat strategic surprise sebagai sebuah realisasi ancaman berupa serangan dari negara lain menggunakan kekuatan militer. Tetapi seiring dengan globalisasi dan perkembangan teknologi, strategic surprise bagi sebuah negara juga berubah. Pendadakan stratejik bisa juga terjadi di bidang ekonomi. Amerika mengalaminya pada saat The Great Depression 1929 dan sekarang. Sedangkan <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> shock dengan krisis moneter 1997 dan sekarang terancam gelombang tsunami krisis finansial global. Pendadakan stratejik sendiri berarti sebuah tindakan atau perbuatan besar yang mengejutkan yang dapat mempengaruhi keseimbangan kondisi sebuah negara dan berdampak pada hasil pertempuran kedua belah pihak.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Menurut saya Realisme Struktural menjadi paradigma yang paling bisa mengenali sumber-sumber pendadakan stratejik di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>, dengan alasan:</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pertama. Karakteristik dari kegiatan militer di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> adalah defensif. Hal ini mengacu pada kenyataan bahwa Indonesia memiliki struktur negara yang lemah atau weak state akibat krisis moneter 1997 dan besarnya gelombang konflik di Indonesia. Militer <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> pun tidak bisa mengembangkan dan memodernisasi angkatan bersenjatanya untuk bersaing dengan kemampuan militer negara-negara lainnya. seperti Singapura atau <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Malaysia</st1:country-region></st1:place> misalnya. <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> menjadi amat sangat rentan terhadap serangan dari negara lain.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kedua. Ofensif lebih mungkin terjadi apabila ketika kemungkinan untuk melakukannya sangat mudah dilakukan. Namun ketika defensif lebih mudah dilakukan dibanding ofensif, keamanan akan muncul dimana-mana, dorongan untuk bertindak ekspansif pun berkurang dan sikap saling pengertian antar negara dalam sebuah sistem internasional akan berkembang. Dan jika defensif memiliki keuntungan dan negara-negara mampu membedakan antara senjata untuk bertahan dan menyerang, pada akhirnya negara-negara dapat memperoleh alat-alat untuk mempertahankan dirinya tanpa mengancam negara lain. Hal ini secara tidak langsung akan mengurangi efek dari sistem yang anarki.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ketiga. Di era globalisasi dan kondisi dunia yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, sudah seharusnya sebuah negara tidak berkonsentrasi pada karakteristik-karakteristik dalam negerinya. Lebih baik berkonsentrasi pada karakteristik hubungan antar negara yang antagonistik karena pengaruh struktur sistem internasional. yang anarkis.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Untuk menemukan sumber-sumber pendadakan stratejik, <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> harus mengamati hirarki dan distribusi kekuatan dunia yang terbagi dalam balancing dan bandwagoning. Dengan melakukan balancing atau bandwagoning ke negara lain akan merangsang terjadinya stabilitas sistem yang berdampak eliminasi kemungkinan terjadinya pendadakan stratejik ke <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan memperhatikan perkembangan negara hegemonik dalam tataran sistem internasional maka dinamika suatu sistem internasional dapat diketahui. Sehingga saat terjadi masa transisi negara hegemonik, <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> sudah mengantisipasi peristiwa atau kondisi tidak stabil yang mengancam dan segera memutuskan mengenai tindakan apa yang harus dilakukan terhadap aktor baru untuk dapat menstabilkan sistem.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalam menghadapi ancaman pendadakan stratejik yang bersifat ofensif, tidak harus dihadapi dengan ofensif juga mengingat kondisi bawaan <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> sebagai weak state. Langkah-langkah diplomasi di PBB atau organisasi internasional lainnya dapat dilakukan disamping langkah militer untuk meningkatkan sistem pertahanan. Tapi peningkatan ativitas gelar kekuatan dan military build up negara tetangga tidak bisa langsung divonis sebagai sebuah ancaman pendadakan strategis dengan asumsi jenis senjata ofensif bisa dibedakan dari senjata defensif. Harus dilihat terlebih dahulu karakteristik dari gelar kekuatan dan military build up serta hirarki dan distribusi kekuatan dari negara yang bersangkutan.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-42462080125047818792008-10-26T14:26:00.003+07:002008-10-26T14:29:58.370+07:00Pemerintahan Berlegitimasi bagi Hubungan Intelijen dan Negara<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> memiliki struktur negara yang lemah (weak state) dan dalam sebuah weak state, kebijakan politik yang diambil terkondisikan oleh adanya krisis legitimasi sebuah kondisi yang menimpa lembaga intelijen negara. Hal ini dikarenakan selama ini intelijen <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> gagal keluar dari paradigma operasi militer dan terkooptasi secara sistematik sehingga keluar dari kerangka keamanan nasional dan masuk dalam pertarungan elit politik. Dalam sebuah negara demokratis, akuntabilitas dan transparansi diperlukan parlemen (sebagai representasi rakyat hasil pemilu) sebagai quality of control terhadap hasil aktivitas intelijen berupa informasi terkini dan akurat untuk mencegah pendadakan strategik. Akuntabilitas dan transparasi dibutuhkan untuk menilai ketepatan cara atau langkah yang diambil lembaga intelijen untuk mencapai tujuannya. Intelijen sebagai alat yang digunakan oleh pemerintah dan pemerintahnya itu sendiri, legitimasinya akan ditentukan dalam proses penilaian akuntabilitas dan transparansi. Aktivitas intelijen yang mendapat dukungan politis akan menjadikan pemerintahan berlegitimasi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Terciptanya suatu pengawasan politik demokratik yang efektif untuk dinas-dinas intelijen dapat mendukung terciptanya interaksi Intelijen Keamanan dalam hubungan Intelijen dan negara di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. <span style=""> </span>Interaksi ini sangat dibutuhkan saat negara terpaksa menggelar operasi intelijen untuk menghadapi ancaman internal yang umumnya berbentuk kejahatan teroganisir, konflik komunal, terorisme dan/atau separatisme. Dan situasi inilah yang saat ini terjadi di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>. Sebuah situasi yang memposisikan <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> sebagai sebuah weak state.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan demikian sebuah pemerintahan berlegitimasi menjadi syarat mutlak hubungan intelijen dan negara dalam sebuah negara demokratis. Bukan sebuah legitimasi oleh kekuatan otoriter tetapi sebuah legitimasi dari rakyat terhadap pemerintahan berdasarkan hasil pemilihan umum. Pemerintah yang berlegitimasi juga akan mengurangi memonopoli negara terhadap seluruh informasi strategis yang ada dan tidak lagi menggunakan seluruh aspek kehidupan, politik, ekonomi dan sosial budaya dari rakyatnya.</p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-44199192805109307732008-10-17T23:42:00.003+07:002008-10-22T22:54:12.216+07:00Corat Coret Realisme<p class="MsoNormal"><b style="">Realisme </b>:<b style=""><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Rosseau, Machiavelli, Michael Doyle</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->sesuatu yang harus dimiliki untuk menguasai sesuatu</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->manusia pada dasarnya makhluk yang jahat</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->akumulasi power dalam berbagai bentuk</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->orang yang kuat dalam 24 jam pasti memiliki titik lemah</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->negara menciptakan monster untuk melindungi semua orang</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p><br />Realisme mencegah pendadakan strategis di power, state dan keamanan.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p><br /><b style="">Konsepsi Dasar Realisme<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Power style akan menguatkan peran negara. Hard power jadi dominan berlawanan dengan soft power. Sehingga pada dasarnya Realisme = Power (untuk menentukan dan untuk diperebutkan).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p><br /><b style="">Realisme dibagi menjadi </b>:<br /><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Individu – Defensif ( Realisme Klasik )</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->sebagai individu hakekat dasar manusia adalah struggle / survive di tengah ancaman</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->sebagai individu manusia harus meyakinkan dirinya aman</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->kebutuhan untuk survive</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->strateginya defensif untuk mencegah hal-hal pendadakan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Sistem – Ofensif (Neo-Realisme)</b> <b style="">dan Defensif (Realisme Struktural)</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->sistem internasional lah yang mempengaruhi power</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->segala sesuatu ditentukan oleh sistem</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->sistem terdiri dari aktor (great power bersifat konstan), interaksi (anarki) dan struktur (distribusi kekuatan / polaritas)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><b style="">Neo-Realisme ( ofensif ) </b>:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->sistem akan stabil apabila polaritas kecil, sistem dwipolar cenderung untuk ofensif</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->untuk mengetahui dinamika pasar kita hanya memperhatikan aktor-aktor utama</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->negara-negara yang sejajar akan saling bertarung satu sama lain</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->great power yang akan menstabilkan sistem sehingga bersifat ofensif</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><b style="">Realisme Struktural ( defensif ) </b>:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->teori long peace selama cold war (1945-1989) karena polaritas dwipolar</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->yang dilihat hanya great power jadi meskipun ada perang antar negara kecil sistem akan tetap dianggap stabil</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->hegemonic stability theory (Paul Kennedy), umur negara hegemonic yang menguasai sistem makin lama makin pendek (misal: <st1:city st="on">Mesir</st1:City>, <st1:country-region st="on">Persia</st1:country-region>, <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Austria</st1:country-region></st1:place>, Hungaria) karena mereka mempunyai batas pertumbuhan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->negara hegemonic akan menggunakan strategi defensif saat mencapai batas pertumbuhan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="">Variasi Realisme </b>:<br /><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Power </b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Realisme Klasik</b> – <b style="">Balance of Power</b><span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Balance of power antar negara</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->negara-negara menjadi penting</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->pembagian kuantitatif, misal dalam kekuatan pesawat, kekuatan kapal</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->proyeksi kekuatan, mau diapakan kekuatan yang dimiliki (<i style="">way of war military culture</i>)<br /><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Neo-Strukturalis</b> – <b style="">Stabilitas Sistem</b><span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->untuk melihat stabilitas sistem kita harus melihat hirarki dan distribusi kekuatan yang menurut Stephen Waltz dibagi menjadi balancing dan bandwagoning. Dalam kasus balancing, beberapa negara kecil akan bersatu untuk mengimbangi kekuatan negara besar. Sedangkan dalam bandwagoning, negara kecil justru akan mendekati dan bergabung dengan besar dan hal ini sering terjadi di politik</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Megawati menggunakan balancing karena <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> mendekati Cina dan Brasil, tetapi SBY tidak jelas karena selain mendekati Cina dan <st1:place st="on"><st1:city st="on">Brasil</st1:City>, <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> juga mendekati Amerika</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Negara</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Realisme Klasik</b> – <b style="">Mandala Negara</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Teori mandala atau kautiliya</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Misal kasus hubungan negara B-A-C, negara A akan melihat negara B dan C sebagai lawan karena posisinya yang dekat, negara C akan melihat negara A sebagai lawan dan negara B sebagai kawan karena negara B merupakan lawan negara A</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->misal dalam bidang ekonomi ada persaingan bisnis, maka perusahaan yang memiliki target customer berhimpitan akan saling menganggap musuh satu sama lain</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->dipengaruhi oleh geo stratejik dan pola musuh teman (ennity dan arnity yang dipengaruhi peran sejarah)<br /><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 1in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Neo-Strukturalis</b> – <b style="">Negara Hegemonik</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Negara hegemonik ofensif bila masih terus tumbuh dan defensif jika masuk batas pertumbuhan atau mentok</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Amerika kemungkinan akan defensif bila melihat defisit neraca Amerika yang berpengaruh pada anggaran pertahanan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Transisi negara hegemonik mengakibatkan sistem tidak stabil, akan ada ekspansi kekuatan baru dan dicari siapa aktor yang akan berekspansi</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Jika CIA bisa memprediksi keruntuhan kekuatan Uni Soviet maka transisi hegemonik dapat berjalan mulus</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Paska 9/11 ada non state character yaitu Al Qaeda, sedangkan paska Cold War memang pecah tapi karakternya tetap state.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Keamanan</b> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 1in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Realisme Klasik</b> – <b style="">Dilema Keamanan</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->ada dilema keamanan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->dalam kasus hubungan negara B-A-C, upaya negara A untuk mengamankan diri dengan meningkatkan kekuatan akan dianggap ancaman oleh B dan C</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->misal dalam bidang ekonomi, XL yang bertambah kuat, bagi Telkomsel merupakan ancaman</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->perlombaan senjata, <st1:country-region st="on">Malaysia</st1:country-region> membeli <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> terancam, <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> membeli <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Malaysia</st1:place></st1:country-region> terancam, menciptakan siklus arm race yang bisa mengakibatkan perang</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Untuk mencegah perlombaan senjata harus ada treaty atau pengaturan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Hemisphere -> “<st1:city st="on"><st1:place st="on">Monroe</st1:place></st1:City> Doctrin”<br /><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 1in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><b style="">Neo-Strukturalis</b> – <b style="">Ofensif-Defensif</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Dengan menggelar kekuatan meliputi manuever (defensif movement), attrition dan firepower (ofensif), dengan asumsi senjata ofensif bisa dibedakan dari senjata defensif</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Dalam kasus military build up, negara Singapura berkarakter ofensif sedangkan <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> berkarakter defensif dengan sistem pertahanan rudal, teknologi roket (<st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> sama dengan <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Malaysia</st1:place></st1:country-region> menerapkan sistem control of air yang berkarakter defensif)<b style=""><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Ofensif tidak harus dihadapi dengan ofensif. Ofensif lebih tepat dihadapi dengan defensif.<b style=""><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Military culture <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> mengandalkan PBB, diplomasi dan militer berjalan bersama, contoh saat konfrontasi <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Malaysia</st1:place></st1:country-region> berhenti karena ASEAN<b style=""><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Singapura mempunyai strategi “2 weeks war”, angkatan perangnya dirancang menghadapi serbuan Indonesia/China dan 2 minggu adalah waktu yang digunakan untuk dapat mengundang PBB masuk ke Singapura<b style=""><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><b style=""><o:p></o:p></b></p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-29813776099946915752008-10-15T01:11:00.003+07:002008-10-15T01:31:57.908+07:00Strategi Perusahaan Nasional<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="">GUDANG GARAM = Pria sejati<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">PT Gudang Garam Tbk dengan tagline “<i style="">Finest Clove Cigarettes</i>” ingin membuktikan kepada konsumen dan khalayak umum bahwa mereka menguasai panga pasar rokok terbesar di Indonesia karena mereka memproduksi rokok kretek dengan campuran tembakau dan cengkeh bermutu tinggi yang kekuatan dan kemantapan rasa dan aromanya sangat khas dan cocok dengan keinginan para pria.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Market utama yang dituju rokok Gudang Garam adalah para pria dengan definisi pria sejati, berkepribadian kuat, modern dan yang terpenting mengerti arti kenikmatan rokok sesungguhnya. Sehingga dalam iklan-iklannya Gudang Garam kerap memunculkan sosok pria macho yang suka berpetualang dengan dibumbuhi <i style="">keyword</i>s.. “Pria Punya Selera” atau “Selera Pemberani”.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Untuk memperkuat <i style="">brandvalue</i>nya di mata masyarakat dan menancapkan imagenya, Gudang Garam banyak mensponsori beberapa kegiatan di olahraga otomotif seperti rally mobil, motocross, offroad; olahraga tinju; siaran langsung sepakbola di TV atau festival musik rock.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan citarasa dan aroma rokok yang khas serta image yang melekat kuat di masyarakat, tidak mengherankan apabila Gudang Garam memiliki banyak konsumen loyal di Indonesia.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p><br /><b style="">NYONYA MENEER = Pewaris tradisi jamu jawa asli<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">PT Nyonya Meneer punya motto <span style=""> </span>“<i style=""><span style="">Tradisi terbaik untuk kesehatan dan kecantikan</span></i><b>”. </b><span style="">Dengan motto ini Nyonya Meneer ingin menegaskan kepada masyarakat bahwa sebagai jamu tradisional, jamu produksi mereka telah diakui sangat lama sejak tahun 1919. Merekalah sang pewaris nenek moyang dalam menjaga tradisi kesehatan dan kecantikan. Hal ini didukung dengan konsistensi<span style=""> </span>logo yang sangat lama, dilihat dari konsistensi gambar potret Nyonya Meneer, tulisan tahun dan <i style="">keyword</i> “Jamu Jawa Asli” di sebagian besar produk, board toko jamu atau reklame. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="">Image jamu Nyonya Meneer di masyarakat sangat melekat sebagai jamu yang sudah lama ada di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> dan masih bertahan sampai dengan sekarang. Akibatnya jamu Nyonya Meneer lebih diasosiasikan kepada konsumen yang mempunyai tradisi minum jamu sudah lama atau cenderung ke konsumen strata orang tua. Dan dalam hal beriklan di TV misalnya, Nyonya Meneer lebih memilih acara yang banyak ditonton orang dewasa seperti dialog politik dan ekonomi. Amurat, produk yang sekarang sedang diandalkan PT Nyonya Meneer juga menyeser segmen orang tua, dengan bintang iklan Tukul Arwana untuk menarik perhatian. Tetapi sebagaimana halnya Gudang Garam, jamu Nyonya Meneer juga mempunyai banyak konsumen loyal di Indonesia.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""><o:p> </o:p></span><br /><b>MUSTIKA RATU = Puteri Keraton<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="">PT Mustika Ratu punya <i style="">tagline</i> “Dari balik dinding kraton mencuat ke mancanegara”. Modal utama dari tagline ini, Pertama dari keberadaan Mooryati Soedibyo, Presiden Direktur, yang merupakan anggota keluarga Keraton Kasunanan Surakarta. Dengan tagline ini Mustika Ratu mengklaim bahwa semua produk mereka terbuat dari bahan alami dan diramu sesuai resep leluhur yang diwariskan turun temurun di lingkungan Keraton Surakarta Hadiningrat, atau dengan kata lain seperti yang selama ini digunakan oleh puteri keraton. Kedua, Mustika Ratu memegang lisensi penyelenggaraan kontes Putri <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> dan kedatangan Miss Universe ke <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Hal kedua inilah yang meningkatkan <i style="">brandvalue</i> termasuk <i style="">image</i> Mustika Ratu karena produk-produknya tidak hanya digunakan oleh ratu kecantikan di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> tetapi juga oleh ratu sejagat. Secara tidak langsung produk-produk Mustika Ratu menjadi lebih gampang dikomunikasikan, tidak hanya di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> tetapi sampai ke mancanegara.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="">Selain memiliki banyak varian produk, Mustika Ratu juga mempunyai market remaja dan wanita dewasa sehingga dalam iklan mereka menggunakan tema <i style="">keywords</i> yang berbeda.<o:p></o:p> Untuk wanita dewasa, iklan Mustika Ratu ingin menyampaikan pentingnya kecantikan tidak hanya dari luar tetapi juga dari dalam.<o:p></o:p> Sedangkan untuk remaja, iklan Mustika Ratu ingin menyampaikan pentingnya produk mereka dalam urusan cinta.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""><o:p></o:p></span><b><br />MASPION = Nasionalisme<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="">Kata Maspion bisa merupakan singkatan dari kalimat Mengajak anda selalu percaya industri olahan <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> atau Master of Champion menurut versi Alim Markus, Presiden Direktur Maspion.. PT Maspion sendiri punya tagline “<st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>’s Achievement”. Semangat nasionalisme yang ingin disasar oleh Maspion. Mengajak masyarakat <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> untuk lebih mencintai produk-produk buatan bangsa sendiri. Apalagi Alim Markus dan Maspionnya mempunyai misi bersaing dan mengalahkan produk-produk impor. Sehingga sangat wajar apabila dalam iklannya Maspion memilih keywords “Cintailah produk-produk dalam <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>”. Iklan ini bahkan dibintangi langsung oleh Alim Markus. Dengan logat khas Tionghoa, keyword dan iklan ini menjadi gampang diingat, dan pesannya pun mengena di masyarakat.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br /></p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-76949951597071599272008-10-15T00:53:00.004+07:002008-10-15T01:04:43.137+07:00Scenario Planning: Mapping The Paths to The Desired Future<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Metode <i style="">Future Mapping</i> menciptakan beberapa model ketidakpastian yang dapat membuat kita bereksperimen dan belajar bagaimana mendapatkan keuntungan besar dari sebuah pengawasan terhadap masa depan yang kita harapkan pada sebuah organisasi. Model ini dibentuk pertama kali dengan mengumpulkan bukti yang layak dari suatu peristiwa dan kemudian membuat hipotesis yang terpercaya sebagai pernyataan akhir. Kemudian kita melengkapi model dengan menciptakan sebuah logika ketidakpastian dengan mempelajari bagaimana bukti tersebut mempengaruhi hipotesis. Pemahaman terhadap ketidakpastian yang kita kembangkan dengan membuat beberapa model dapat mempersiapkan kita untuk mengelola peluang dan risiko yang dihadapi organisasi di masa depan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><i style="">Scenario planning</i> dilakukan untuk mendukung manajemen saat ini untuk merealisasikan strategi mereka dan keputusan yang berhubungan dengan investasi mereka perlu untuk diuji kelayakannya dalam berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Tetapi proses <i style="">Future Mapping</i> yang dibahas disini mempunyai sebuah tujuan yang lebih besar yaitu menggunakan skenario untuk mengembangkan seluruh konsep strategi yang baru, yang akan mempersiapkan organisasi untuk menghadapi masa depan dengan keyakinan yang bisa dipertanggungjawabkan. Skenario juga menyiapkan suatu wilayah uji coba risiko untuk mengenalkan perusahaan pada beberapa potensi dari bermacam-macam strategi yang diinginkan. Scenario planning memberi pemimpin sebuah kesempatan untuk kembali menilai kekuatan dari strategi organisasi saat ini dibanding saat organisasi dibentuk. Apakah strategi tersebut masih layak untuk semua kondisi atau strategi tersebut hanya mendukung organisasi pada kondisi-kondisi tertentu saja?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Jika kegiatan usahanya bertahan cukup lama, banyak organisasi yang biasanya mempunyai satu atau dua peluang untuk menciptakan kembali masa depannya. Mereka dapat memilih dalam beberapa bisnis dibanding yang lainnya, untuk menjadi pelopor dalam teknologi, mempunyai kegiatan di beberapa negara dan memperkerjakan orang-orang istimewa. Pemimpin dapat menggunakan <i style="">scenario planning</i> untuk mempersatukan kelompok dalam satu arahan dan untuk memperkuat kerangka logika untuk mengukur: Siapa kita? Apa yang kita lakukan? Untuk siapa kita melakukannya? dan Mengapa? Proses ini juga dapat mengarahkan tujuan organisasi ke dalam suatu pertanyaan: Apakah apa yang kita lakukan hari ini adalah apa yang kita ingin lakukan besok? Apakah pilihan bagi kita?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Proses <i style="">Future Mapping</i> dalam sebuah <i style="">workshop</i> yang bertujuan untuk memahami pilihan strategi yang akan dimasukkan sebagai bagian dari<span style=""> </span>pengembangan jalur informasi (<i style="">infohighway</i>), dilakukan dalam 4 <i style="">primary exercises</i>, yaitu:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in;"><!--[if !supportLists]--><i style=""><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></i><!--[endif]--><i style="">The Conventional Wisdom Exercise<o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Menentukan peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi di masa depan berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa silam.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in;"><!--[if !supportLists]--><i style=""><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></i><!--[endif]--><i style="">Scenario Defense Exercise<o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Masing-masing tim dalam <i style="">workshop</i> melakukan presentasi untuk menyampaikan visi beserta alasan mereka tentang masa depan dari <i style="">infohighway</i>. Proses ini akan merumuskan skenario yang terbagi dalam 5 tipe: <i style="">simplicity, fragmentation, network affinity, content-driven</i> dan <i style="">doing business electronically</i>.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in;"><!--[if !supportLists]--><i style=""><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></i><!--[endif]--><i style="">The Common and Critical Event Exercise<o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Mengidentifikasi rangkaian peristiwa yang akan dikembangkan secara berbeda ke semua kelompok skenario. Peristiwa yang dianggap positif dalam skenario yang satu bisa dianggap negatif di skenario yang lain.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in;"><!--[if !supportLists]--><i style=""><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></i><!--[endif]--><i style="">A Composite Exercise<o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Mengkombinasikan kelima tipe skenario dalam sebuah <i style="">evolutionary sequence</i> dengan cara mengklasifikasikan mereka dalam urutan peringkat berdasarkan 2 kriteria : </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">- <i style="">Attainability</i>, diasumsikan kita bertanggungjawab mengimplementasikan strategi perusahaan, disusun dari yang termudah sampai ke yang tersulit.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">- <i style="">Desirability</i>, diasumsikan kita tidak bertanggungjawab mengimplementasikan strategi perusahaan, disusun dari yang paling menarik sampai ke yang paling sedikit menarik.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p><br />Hal yang penting bagi kita untuk sependapat mengenai manfaat dari <i style="">scenario planning</i> dan definisi dari keberhasilan <i style="">outcome</i>-nya. Memilih ruang lingkup yang tepat untuk langkah-langkah yang akan dilakukan dalam <i style="">scenario planning</i> adalah dengan cara menjawab beberapa pertanyaan kunci:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Sebenarnya topik apa yang paling tepat bagi perusahaan untuk pahami?</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Apakah usaha skenario diarahkan untuk mempelajari dan mengajarkan pengalaman atau sebuah proses pembuatan keputusan strategik?</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Siapa yang menjadi target <i style="">audiens</i> skenario? (<i style="">leadership team, managers, planners</i>)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Tipe informasi seperti apa yang seharusnya ada dalam skenario? (<i style="">global</i> atau <i style="">regional information</i>? <i style="">significant regulatory issues</i>? <i style="">the different classes of technology</i>?)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Apakah ada <i style="">planning system</i> yang diharapkan dapat mendukung skenario? (<i style="">financial plan, budget</i> atau <i style="">plan based on traditional competitive strategy techniques</i>?)</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p><br />Pada akhirnya proses <i style="">scenario planning</i> bertujuan:</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“<i style="">to engage stakeholders in a creative journey-the exploration of how their organization could grow and evolve if the pulled and pushed it toward the particular future they desire</i>”. </p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-55583276079995613382008-10-10T01:08:00.004+07:002008-10-10T02:00:43.344+07:001839-1841: Kegagalan Inggris di Afghanistan<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><span style="font-size:130%;">THE MIRRORED ENEMY</span><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Pada bulan Juni 1838, Lord Auckland, Gubernur Jenderal Inggris di India mengadakan pertemuan dengan para petingginya untuk membicarakan rencana invansi ke <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Afghanistan</st1:country-region></st1:place>. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Auckland</st1:place></st1:city> dan beberapa menteri Inggris lainnya semakin memperhatikan berkembangnya pengaruh Rusia di wilayah tersebut. Rusia telah membuat persekutuan dengan Persia, dan sekarang mereka mencoba melakukan hal yang sama dengan Afghanistan, dan jika mereka berhasil, posisi Inggris di India akan terancam dan rentan terhadap serangan mendadak oleh Rusia. <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Daripada mencoba melakukan hal seperti yang dilakukan Rusia dan menegosiasikan persekutuan dengan pemimpin Afghan, Dost Mohamed, Auckland justru mengajukan ide yang menurut dia adalah sebuah solusi yang paling meyakinkan yaitu </span><span style="color: rgb(255, 0, 0);">menyerang Afghanistan dan memunculkan pemimpin baru</span>- Shah Soojah, mantan pemimpin Afghan yang digulingkan dari kekuasaan 25 tahun lalu- yang kemudian akan merasa berhutang budi kepada Inggris.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Seseorang yang mendengarkan <st1:city st="on"><st1:place st="on">Auckland</st1:place></st1:city> saat itu adalah William Macnaghten, 45 tahun, seorang <i style="">chief secretary</i> pemerintah Inggris di Calcutta. Macnaghten berpikir bahwa invansi adalah sebuah ide yang cemerlang: <st1:country-region style="color: rgb(255, 0, 0);" st="on"><st1:place st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region><span style="color: rgb(255, 0, 0);"> yang bersahabat akan mengamankan kepentingan Inggris di wilayah tersebut dan membantu penyebaran pengaruh Inggris. Tentara Inggris tidak akan menemui kesulitan mempengaruhi orang-orang Afghan; mereka akan memperkenalkan diri mereka sebagai </span><i style="color: rgb(255, 0, 0);">liberator</i><span style="color: rgb(255, 0, 0);">, membebaskan </span><st1:country-region style="color: rgb(255, 0, 0);" st="on">Afghanistan</st1:country-region><span style="color: rgb(255, 0, 0);"> dari tirani Rusia dan membawa ke negara tersebut sebuah dukungan dan pengaruh </span><i style="color: rgb(255, 0, 0);">civilizing of <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">England</st1:place></st1:country-region></i>. Segera setelah Shah Soojah berkuasa, tentara akan meninggalkan Afghan, agar pengaruh Inggris yang sedemikian besar terhadap shah, tidak terlihat di mata masyarakat Afghan. Ketika Macnaghten mendapat kesempatan untuk memberikan pendapatnya mengenai rencana invansi, dukungannya terhadap rencana tersebut sangat besar dan antusias sehingga Lord Auckland tidak hanya memutuskan untuk meneruskan rencana invansi, dia juga memberi Macnaghten sebuah jabatan di Kabul, ibukota Afghan, pejabat tertinggi pada perwakilan Inggris di Afghanistan.<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan menemui sedikit kesulitan, pada bulan Agustus 1839 tentara Inggris berhasil memasuki <st1:place st="on"><st1:city st="on">Kabul</st1:city></st1:place>. Dost Mohamed diasingkan ke pegunungan dan shah dibawa masuk ke <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:city>. <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Bagi penduduk lokal, hal ini menjadi pemandangan aneh. Shah Soojah yang sebagian besar tidak mengingatnya, kelihatan tua dan tunduk disamping Macnaghten, yang memasuki </span><st1:city style="color: rgb(255, 0, 0);" st="on"><st1:place st="on">Kabul</st1:place></st1:city><span style="color: rgb(255, 0, 0);"> dengan mengenakan seragam berwarna cerah dengan topi yang dihiasi bulu burung unta. Mengapa orang-orang ini datang? Apa yang mereka lakukan disini?</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan kembalinya shah menduduki kekuasaan, Macnaghten harus menilai kembali situasi yang ada. <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Laporan yang datang menginformasikannya bahwa Dost Mohamed sedang menyusun kekuatan di pegunungan utara. </span><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sementara itu, di selatan, saat tentara Inggris memasuki wilayah Afghan, mereka menghina beberapa kepala suku setempat dengan merampas tanah-tanah mereka untuk mendapatkan makanan</span><span style="color: rgb(255, 0, 0);">. </span><st1:place style="color: rgb(255, 0, 0);" st="on">Para</st1:place><span style="color: rgb(255, 0, 0);"> kepala suku ini kemudian justru menimbulkan kesulitan</span>. Juga menjadi jelas bahwa ternyata shah dengan status mantan<span style=""> </span>pemimpin Afghan ternyata tidak populer di masyarakat, sedemikian tidak populernya sampai Macnaghten tidak dapat meninggalkannya dan kepentingan Inggris lainnya di negara Afghanistan menjadi tidak terlindungi. Dengan agak sungkan Macnaghten terpaksa meminta sebagian besar tentara Inggris untuk tetap berada di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region> sampai situasi stabil.<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Waktu berjalan dan akhirnya Macnaghten memutuskan untuk mengijinkan petugas dan tentara untuk mendatangkan keluarga mereka sehingga kehidupan tidak akan begitu kejam bagi mereka yang terlalu lama bertugas menduduki <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region>. Segera setelah itu, para istri dan anak-anak mereka datang ke <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region> beserta orang Indian yang menjadi pelayan mereka. <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tetapi saat Macnaghten membayangkan bahwa kedatangan keluarga tentara akan berdampak </span><i style="color: rgb(255, 0, 0);">humanizing</i><span style="color: rgb(255, 0, 0);"> dan </span><i style="color: rgb(255, 0, 0);">civilizing</i><span style="color: rgb(255, 0, 0);">, bagi orang Afghan justru merupakan sebuah tanda bahaya. Apakah Inggris berencana untuk menduduki selamanya? Di setiap tempat orang-orang lokal melihat perilaku orang-orang</span><span style="color: rgb(255, 0, 0);"> </span><span style="color: rgb(255, 0, 0);">dari perwakilan kepentingan Inggris, mereka berbicara keras di jalan, minum anggur, nonton bioskop dan menunggang kuda, kegemaran aneh yang didatangkan dan diperkenalkan ke negara tersebut. Dan kemudian banyak keluarga tentara Inggris yang didatangkan ke </span><st1:country-region style="color: rgb(255, 0, 0);" st="on"><st1:place st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region><span style="color: rgb(255, 0, 0);">. Kebencian akan segala sesuatu yang berbau Inggris pun mulai tumbuh</span>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sebenarnya sudah ada yang memperingatkan Macnaghten tentang hal ini, tetapi Macnaghten selalu memberikan jawaban yang sama: segala sesuatu akan dilupakan dan dimaafkan saat tentara Inggris nanti meninggalkan </span><st1:country-region style="color: rgb(255, 0, 0);" st="on"><st1:place st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region><span style="color: rgb(255, 0, 0);">. Orang-orang Afghan itu seperti anak kecil, orang-orang yang emosional; sekali mereka merasakan keuntungan dari </span><i style="color: rgb(255, 0, 0);">English civilization</i><span style="color: rgb(255, 0, 0);">, mereka akan sangat berterima kasih</span>. Tetapi ada satu hal yang mengkhawatirkan sang utusan: pemerintah Inggris tidak gembira dengan meningkatnya biaya pendudukan. Macnaghten harus melakukan sesuatu untuk memangkas biaya dan dia tahu darimana harus mulai.<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sebagian besar dari pegunungan yang merupakan jalur utama perdagangan dijaga oleh suku Ghilzye selama bertahun-tahun, melebihi masa kekuasaan dari setiap pemimpin </span><st1:country-region style="color: rgb(255, 0, 0);" st="on"><st1:place st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region><span style="color: rgb(255, 0, 0);">. Mereka dibayar untuk menjaga agar jalur tersebut tetap terbuka. Macnaghten memutuskan untuk memotong separo pembayaran ini. Suku Ghilzye merespon dengan memblokade jalur dan semua suku di negara tersebut bersimpati dengan pemberontakan suku Ghilzye</span>. Macnaghten mencoba untuk meredam pemberontakan ini tetapi dia tidak melakukannya dengan serius dan petugas yang memberitahunya untuk merespon lebih kuat justru ditegur karena bereaksi berlebihan. Tentara Inggris sudah dipastikan harus tetap tinggal.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Situasi semakin memburuk. Bulan Oktober 1841 terjadi penyerangan dan pembunuhan terhadap rumah seorang pegawai Inggris. Di Kabul, para pemimpin lokal mulai berkomplot untuk mengusir pemimpin mereka yang pro Inggris. Shah Soojah panik. Selama beberapa bulan dia memohon Macnaghten untuk membiarkannya menangkap dan membunuhnya pesaingnya, sebuah cara tradisional pemimpin Afghan untuk mengamankan posisinya. <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Macnaghten memberitahu shah bahwa sebuah negara yang beradab tidak menggunakan pembunuhan untuk menyelesaikan masalah politik. Shah memahami bahwa orang Afghan menghargai kekuatan dan kekusaan, bukan nilai-nilai peradaban; bagi orang Afghan kegagalan shah menangani musuh-musuhnya menjadikan dirinya kelihatan lemah dan tidak memiliki kekuasaan dan membuat dirinya terkepung oleh musuh. Tetapi Macnaghten tidak akan mendengarkannya</span>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pemberontakan telah menyebar dan sekarang Macnaghten harus menghadapi kenyataan bahwa dia tidak memiliki kekuasaan untuk menumpas pemberontakan. <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tetapi mengapa dia harus panik? Orang-orang Afghan dan para pemimpinnya adalah orang-orang polos; dia akan mendapatkan kembali kepercayaan</span>. Macnaghten kemudian merundingkan sebuah perjanjian dimana pasukan Inggris termasuk warganegara Inggris akan meninggalkan <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region>, dan dilain pihak orang-orang Afghan akan mendukung mundurnya Inggris dengan makanan. <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Secara diam-diam, Macnaghten memberitahu beberapa pemimpin penting Afghan bahwa dia akan menjadikan salah satu dari mereka menjadi perdana menteri dan memberinya uang sebagai pertukaran untuk menghentikan pemberontakan dan mengijinkan Inggris untuk tetap tinggal</span>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pemimpin suku Ghilzyes kawasan timur, Akbar Khan, merespon penawaran tersebut, dan pada tanggal 23 Desember 1841, Macnaghten keluar untuk sebuah pertemuan rahasia dengan Akbar Khan untuk melakukan perundingan. </span><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Setelah saling bertukar salam Akbar bertanya pada Macnaghten apakah dia ingin tetap melaksanakan pengkhianatan seperti yang direncanakan. Macnaghten dengan gembira menjawab “ya”. Tanpa penjelasan apapun, Akbar mengisyaratkan orang-orangnya untuk menangkap Macnaghten dan memasukkannya ke dalam penjara-dia tidak berminat untuk mengkhianati pemimpin suku lainnya</span>. Dengan kemarahan orang Afghan yang telah terbentuk bertahun-tahun, Macnaghten pun harus menerima nasib yang sangat mengenaskan. Badan dan kepalanya diarak di sepanjang jalanan <st1:city st="on">kota</st1:city> <st1:city st="on"><st1:place st="on">Kabul</st1:place></st1:city> dan kemudian tubuhnya digantung di pasar.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Segala sesuatu segera berubah. Pasukan Inggris yang masih tersisa dipaksa untuk segera mundur dari <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region>, meskipun saat itu sedang musim dingin. Karena yakin Inggris tidak akan pernah mundur jika tidak dipaksa, orang-orang Afghan pun menyerang mereka tanpa ampun. Banyak orang-orang sipil dan tentara Inggris yang tewas di salju.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p>Pada tanggal 13 Januari 1842, pasukan Inggris di benteng Jalalabad melihat seekor kuda berusaha memasuki gerbang dengan penunggangnya yang sedang sekarat. Dia adalah Dr. William Brydon, satu-satunya orang yang selamat dari kegagalan invasi Inggris di Afghanistan.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br /></p>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-434323018932779768.post-51224705222007621452008-10-08T23:43:00.008+07:002009-06-05T02:45:16.088+07:00Ramalan Nouriel Roubini<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;font-size:180%;" >Dr. Doom </span><br /><br />By <span style="font-weight: bold;">STEPHEN MIHM</span><br /><span style="font-style: italic;">Stephen Mihm, an assistant professor of economic history at the University of Georgia, is the author of “A Nation of Counterfeiters: Capitalists, Con Men and the Making of the United States.” His last feature article for the magazine was about North Korean counterfeiting</span>.<br /><br />Published: August 15, 2008, <span style="font-weight: bold;">The New York Times </span><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 0, 0);">On Sept. 7, 2006</span><span style="color: rgb(204, 0, 0);">, </span><span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 0, 0);">Nouriel Roubini</span><span style="color: rgb(204, 0, 0);">, an economics professor at New York University, stood before an audience of economists at the International Monetary Fund and announced that a crisis was brewing. In the coming months and years, he warned, the United States was likely to face a once-in-a-lifetime housing bust, an oil shock, sharply declining consumer confidence and, ultimately, a deep recession. He laid out a bleak sequence of events: homeowners defaulting on mortgages, trillions of dollars of mortgage-backed securities unraveling worldwide and the global financial system shuddering to a halt. These developments, he went on, could cripple or destroy hedge funds, investment banks and other major financial institutions like Fannie Mae and Freddie Mac</span>.<br /><br />The audience seemed skeptical, even dismissive. As Roubini stepped down from the lectern after his talk, the moderator of the event quipped, “I think perhaps we will need a stiff drink after that.” People laughed — and not without reason. At the time, unemployment and inflation remained low, and the economy, while weak, was still growing, despite rising oil prices and a softening housing market. And then there was the espouser of doom himself: Roubini was known to be a perpetual pessimist, what economists call a “permabear.” When the economist Anirvan Banerji delivered his response to Roubini’s talk, he noted that Roubini’s predictions did not make use of mathematical models and dismissed his hunches as those of a career naysayer.<br /><br /><span style="color: rgb(204, 0, 0);">But Roubini was soon vindicated. In the year that followed, subprime lenders began entering bankruptcy, hedge funds began going under and the stock market plunged. There was declining employment, a deteriorating dollar, ever-increasing evidence of a huge housing bust and a growing air of panic in financial markets as the credit crisis deepened. By late summer, the Federal Reserve was rushing to the rescue, making the first of many unorthodox interventions in the economy, including cutting the lending rate by 50 basis points and buying up tens of billions of dollars in mortgage-backed securities. </span>When Roubini returned to the I.M.F. last September, he delivered a second talk, predicting a growing crisis of solvency that would infect every sector of the financial system. This time, no one laughed. “He sounded like a madman in 2006,” recalls the I.M.F. economist Prakash Loungani, who invited Roubini on both occasions. “He was a prophet when he returned in 2007.”<br /><br /><span style="color: rgb(204, 0, 0);">Over the past year, whenever optimists have declared the worst of the economic crisis behind us, Roubini has countered with steadfast pessimism. In February, when the conventional wisdom held that the venerable investment firms of Wall Street would weather the crisis, Roubini warned that one or more of them would go “belly up” — and six weeks later, Bear Stearns collapsed. Following the Fed’s further extraordinary actions in the spring — including making lines of credit available to selected investment banks and brokerage houses — many economists made note of the ensuing economic rally and proclaimed the credit crisis over and a recession averted. Roubini, who dismissed the rally as nothing more than a “delusional complacency” encouraged by a “bunch of self-serving spinmasters,” stuck to his script of “nightmare” events: waves of corporate bankrupticies, collapses in markets like commercial real estate and municipal bonds and, most alarming, the possible bankruptcy of a large regional or national bank that would trigger a panic by depositors. Not all of these developments have come to pass (and perhaps never will), but the demise last month of the California bank IndyMac — one of the largest such failures in U.S. history — drew only more attention to Roubini’s seeming prescience.</span><br /><br />As a result, Roubini, a respected but formerly obscure academic, has become a major figure in the public debate about the economy: the seer who saw it coming. He has been summoned to speak before Congress, the Council on Foreign Relations and the World Economic Forum at Davos. He is now a sought-after adviser, spending much of his time shuttling between meetings with central bank governors and finance ministers in Europe and Asia. Though he continues to issue colorful doomsday prophecies of a decidedly nonmainstream sort — especially on his popular and polemical blog, where he offers visions of “equity market slaughter” and the “Coming Systemic Bust of the U.S. Banking System” — the mainstream economic establishment appears to be moving closer, however fitfully, to his way of seeing things. “I have in the last few months become more pessimistic than the consensus,” the former Treasury secretary Lawrence Summers told me earlier this year. “Certainly, Nouriel’s writings have been a contributor to that.”<br /><br />On a cold and dreary day last winter, I met Roubini over lunch in the TriBeCa neighborhood of New York City. “I’m not a pessimist by nature,” he insisted. “I’m not someone who sees things in a bleak way.” Just looking at him, I found the assertion hard to credit. With a dour manner and an aura of gloom about him, Roubini gives the impression of being permanently pained, as if the burden of what he knows is almost too much for him to bear. He rarely smiles, and when he does, his face, topped by an unruly mop of brown hair, contorts into something more closely resembling a grimace.<br /><br />When I pressed him on his claim that he wasn’t pessimistic, he paused for a moment and then relented a little. “I have more concerns about potential risks and vulnerabilities than most people,” he said, with glum understatement. But these concerns, he argued, make him more of a realist than a pessimist and put him in the role of the cleareyed outsider — unsettling complacency and puncturing pieties.<br /><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Roubini, who is 50, has been an outsider his entire life. He was born in Istanbul, the child of Iranian Jews, and his family moved to Tehran when he was 2, then to Tel Aviv and finally to Italy, where he grew up and attended college. He moved to the United States to pursue his doctorate in international economics at Harvard. Along the way he became fluent in Farsi, Hebrew, Italian and English. His accent, an inimitable polyglot growl, radiates a weariness that comes with being what he calls a “global nomad.”</span><br /><br />As a graduate student at Harvard, Roubini was an unusual talent, according to his adviser, the Columbia economist Jeffrey Sachs. He was as comfortable in the world of arcane mathematics as he was studying political and economic institutions. “It’s a mix of skills that rarely comes packaged in one person,” Sachs told me. After completing his Ph.D. in 1988, Roubini joined the economics department at Yale, where he first met and began sharing ideas with Robert Shiller, the economist now known for his prescient warnings about the 1990s tech bubble.<br /><br />The ’90s were an eventful time for an international economist like Roubini. Throughout the decade, one emerging economy after another was beset by crisis, beginning with Mexico’s in 1994. Panics swept Asia, including Thailand, Indonesia and Korea, in 1997 and 1998. The economies of Brazil and Russia imploded in 1998. Argentina’s followed in 2000. Roubini began studying these countries and soon identified what he saw as their common weaknesses. On the eve of the crises that befell them, he noticed, most had huge current-account deficits (meaning, basically, that they spent far more than they made), and they typically financed these deficits by borrowing from abroad in ways that exposed them to the national equivalent of bank runs. Most of these countries also had poorly regulated banking systems plagued by excessive borrowing and reckless lending. Corporate governance was often weak, with cronyism in abundance.<br /><br />Roubini’s work was distinguished not only by his conclusions but also by his approach. By making extensive use of transnational comparisons and historical analogies, he was employing a subjective, nontechnical framework, the sort embraced by popular economists like the Times Op-Ed columnist Paul Krugman and Joseph Stiglitz in order to reach a nonacademic audience. Roubini takes pains to note that he remains a rigorous scholarly economist — “When I weigh evidence,” he told me, “I’m drawing on 20 years of accumulated experience using models” — but his approach is not the contemporary scholarly ideal in which an economist builds a model in order to constrain his subjective impressions and abide by a discrete set of data. As Shiller told me, “Nouriel has a different way of seeing things than most economists: he gets into everything.”<br /><br />Roubini likens his style to that of a policy maker like Alan Greenspan, the former Fed chairman who was said (perhaps apocryphally) to pore over vast quantities of technical economic data while sitting in the bathtub, looking to sniff out where the economy was headed. Roubini also cites, as a more ideologically congenial example, the sweeping, cosmopolitan approach of the legendary economist John Maynard Keynes, whom Roubini, with only slight exaggeration, calls “the most brilliant economist who never wrote down an equation.” The book that Roubini ultimately wrote (with the economist Brad Setser) on the emerging market crises, “Bailouts or Bail-Ins?” contains not a single equation in its 400-plus pages.<br /><br /><span style="color: rgb(204, 0, 0);">After analyzing the markets that collapsed in the ’90s, Roubini set out to determine which country’s economy would be the next to succumb to the same pressures. His surprising answer: the United States’. “The United States,” Roubini remembers thinking, “looked like the biggest emerging market of all.” Of course, the United States wasn’t an emerging market; it was (and still is) the largest economy in the world. But Roubini was unnerved by what he saw in the U.S. economy, in particular its 2004 current-account deficit of $600 billion. He began writing extensively about the dangers of that deficit and then branched out, researching the various effects of the credit boom — including the biggest housing bubble in the nation’s history — that began after the Federal Reserve cut rates to close to zero in 2003. Roubini became convinced that the housing bubble was going to pop.</span><br /><br /><span style="color: rgb(204, 0, 0);">By late 2004 he had started to write about a “nightmare hard landing scenario for the United States.” He predicted that foreign investors would stop financing the fiscal and current-account deficit and abandon the dollar, wreaking havoc on the economy. He said that these problems, which he called the “twin financial train wrecks,” might manifest themselves in 2005 or, at the latest, 2006. “You have been warned here first,” he wrote ominously on his blog. But by the end of 2006, the train wrecks hadn’t occurred.</span><br /><br />Recessions are signal events in any modern economy. And yet remarkably, the profession of economics is quite bad at predicting them. A recent study looked at “consensus forecasts” (the predictions of large groups of economists) that were made in advance of 60 different national recessions that hit around the world in the ’90s: in 97 percent of the cases, the study found, the economists failed to predict the coming contraction a year in advance. On those rare occasions when economists did successfully predict recessions, they significantly underestimated the severity of the downturns. Worse, many of the economists failed to anticipate recessions that occurred as soon as two months later.<br /><br />The dismal science, it seems, is an optimistic profession. Many economists, Roubini among them, argue that some of the optimism is built into the very machinery, the mathematics, of modern economic theory. Econometric models typically rely on the assumption that the near future is likely to be similar to the recent past, and thus it is rare that the models anticipate breaks in the economy. And if the models can’t foresee a relatively minor break like a recession, they have even more trouble modeling and predicting a major rupture like a full-blown financial crisis. Only a handful of 20th-century economists have even bothered to study financial panics. (The most notable example is probably the late economist Hyman Minksy, of whom Roubini is an avid reader.) “These are things most economists barely understand,” Roubini told me. “We’re in uncharted territory where standard economic theory isn’t helpful.”<br /><br />True though this may be, Roubini’s critics do not agree that his approach is any more accurate. Anirvan Banerji, the economist who challenged Roubini’s first I.M.F. talk, points out that Roubini has been peddling pessimism for years; Banerji contends that Roubini’s apparent foresight is nothing more than an unhappy coincidence of events. “Even a stopped clock is right twice a day,” he told me. “The justification for his bearish call has evolved over the years,” Banerji went on, ticking off the different reasons that Roubini has used to justify his predictions of recessions and crises: rising trade deficits, exploding current-account deficits, Hurricane Katrina, soaring oil prices. All of Roubini’s predictions, Banerji observed, have been based on analogies with past experience. “This forecasting by analogy is a tempting thing to do,” he said. “But you have to pick the right analogy. The danger of this more subjective approach is that instead of letting the objective facts shape your views, you will choose the facts that confirm your existing views.”<br /><br />Kenneth Rogoff, an economist at Harvard who has known Roubini for decades, told me that he sees great value in Roubini’s willingness to entertain possible situations that are far outside the consensus view of most economists. “If you’re sitting around at the European Central Bank,” he said, “and you’re asking what’s the worst thing that could happen, the first thing people will say is, ‘Let’s see what Nouriel says.’ ” But Rogoff cautioned against equating that skill with forecasting. Roubini, in other words, might be the kind of economist you want to consult about the possibility of the collapse of the municipal-bond market, but he is not necessarily the kind you ask to predict, say, the rise in global demand for paper clips.<br /><br />His defenders contend that Roubini is not unduly pessimistic. Jeffrey Sachs, his former adviser, told me that “if the underlying conditions call for optimism, Nouriel would be optimistic.” And to be sure, Roubini is capable of being optimistic — or at least of steering clear of absolute worst-case prognostications. He agrees, for example, with the conventional economic wisdom that oil will drop below $100 a barrel in the coming months as global demand weakens. “I’m not comfortable saying that we’re going to end up in the Great Depression,” he told me. “I’m a reasonable person.”<br /><br /><span style="color: rgb(204, 0, 0);">What economic developments does Roubini see on the horizon? And what does he think we should do about them? The first step, he told me in a recent conversation, is to acknowledge the extent of the problem. “We are in a recession, and denying it is nonsense,” he said. When Jim Nussle, the White House budget director, announced last month that the nation had “avoided a recession,” Roubini was incredulous. For months, he has been predicting that the United States will suffer through an 18-month recession that will eventually rank as the “worst since the Great Depression.” Though he is confident that the economy will enter a technical recovery toward the end of next year, he says that job losses, corporate bankruptcies and other drags on growth will continue to take a toll for years.</span><br /><br />Roubini has counseled various policy makers, including Federal Reserve governors and senior Treasury Department officials, to mount an aggressive response to the crisis. He applauded when the Federal Reserve cut interest rates to 2 percent from 5.25 percent beginning last summer. He also supported the Fed’s willingness to engineer a takeover of Bear Stearns. Roubini argues that the Fed’s actions averted catastrophe, though he says he believes that future bailouts should focus on mortgage owners, not investors. Accordingly, he sees the choice facing the United States as stark but simple: either the government backs up a trillion-plus dollars’ worth of high-risk mortgages (in exchange for the lenders’ agreement to reduce monthly mortgage payments), or the banks and other institutions holding those mortgages — or the complex securities derived from them — go under. “You either nationalize the banks or you nationalize the mortgages,” he said. “Otherwise, they’re all toast.”<br /><br /><span style="color: rgb(204, 0, 0);">For months Roubini has been arguing that the true cost of the housing crisis will not be a mere $300 billion — the amount allowed for by the housing legislation sponsored by Representative Barney Frank and Senator Christopher Dodd — but something between a trillion and a trillion and a half dollars. But most important, in Roubini’s opinion, is to realize that the problem is deeper than the housing crisis. “Reckless people have deluded themselves that this was a subprime crisis,” he told me. “But we have problems with credit-card debt, student-loan debt, auto loans, commercial real estate loans, home-equity loans, corporate debt and loans that financed leveraged buyouts.” All of these forms of debt, he argues, suffer from some or all of the same traits that first surfaced in the housing market: shoddy underwriting, securitization, negligence on the part of the credit-rating agencies and lax government oversight. “We have a subprime financial system,” he said, “not a subprime mortgage market.”</span><br /><br />Roubini argues that most of the losses from this bad debt have yet to be written off, and the toll from bad commercial real estate loans alone may help send hundreds of local banks into the arms of the Federal Deposit Insurance Corporation. “A good third of the regional banks won’t make it,” he predicted. In turn, these bailouts will add hundreds of billions of dollars to an already gargantuan federal debt, and someone, somewhere, is going to have to finance that debt, along with all the other debt accumulated by consumers and corporations. “Our biggest financiers are China, Russia and the gulf states,” Roubini noted. “These are rivals, not allies.”<br /><br /><span style="color: rgb(204, 0, 0);">The United States, Roubini went on, will likely muddle through the crisis but will emerge from it a different nation, with a different place in the world. “Once you run current-account deficits, you depend on the kindness of strangers,” he said, pausing to let out a resigned sigh. “This might be the beginning of the end of the American empire.”</span><br /><br /><br /></div>Bevanhttp://www.blogger.com/profile/01267366046618377897noreply@blogger.com0