September 26, 2008

Donnie Brasco + Elliot Ness

Sejak digulirkannya proses “modernisasi” Direktorat Jenderal Pajak dengan dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar atau lebih dikenal dengan sebutan KPP LTO di tahun 2002, harapan pemerintah sangat tinggi kepada DJP sebagai “lokomotif” sumber penerimaan negara dalam APBN.

Proses pembentukan KPP LTO dilanjutkan dengan reorganisasi dalam tubuh DJP. KPP, KPPBB dan Karikpa dilebur menjadi satu ke dalam satu unit kerja yaitu KPP. Seksi-seksi yang ada didalamnya juga diubah sesuai fungsi-fungsi administrasi perpajakan, bukan berdasarkan jenis pajak. Begitu juga dengan struktur organisasi di Kantor Pusat DJP yang mengalami perubahan sesuai fungsinya. Salah satu direktorat baru yang terbentuk dari hasil reorganisasi DJP adalah Direktorat Intelijen dan Penyidikan (Direktorat Inteldik) yang akan menjadi fokus tulisan sederhana ini.

Reorganisasi DJP diikuti pula dengan peningkatan kesejahteraan pegawai. Selain kenaikan gaji yang berlaku untuk seluruh PNS dan kenaikan tunjangan pokok yang berlaku untuk seluruh PNS di lingkungan Departemen Keuangan, pegawai DJP juga menerima tunjangan tambahan yang hanya berlaku di lingkungan DJP.

Reorganisasi yang diikuti dengan kenaikan anggaran negara yang dialokasikan untuk penghasilan pegawai DJP ini tentu saja diikuti dengan ekspektasi tinggi pemerintah dan sorotan tajam dari DPR, pers ataupun dari masyarakat pada umumnya. Value added apa yang bisa dihasilkan dari reorganisasi ini? Mungkin itu pertanyaan utama yang ada di benak mereka.

Jika kita tanya ke beberapa mahasiswa Administrasi Fiskal FISIP UI atau STAN tentang harapan mereka akan reorganisasi DJP, jawabannya hampir seragam :

1. Penerimaan pajak meningkat

2. Tidak ada kolusi, tidak ada korupsi

3. Pelayanan semakin meningkat

3 hal diatas inilah yang seringkali disebut mereka.

Lantas apa yang bisa dibuktikan DJP untuk membuktikan kalau “modernisasi” DJP memberikan nilai tambah bagi negara dan masyarakat ?

Atau jika kita balik, indikator performa/kinerja apa yang mereka ambil untuk menilai hasil dari “modernisasi” DJP ?

Jika kita melihat dari segi pemberitaan di media massa, ada 2 berita yang sering menjadi nilai positif bagi DJP. Pertama, soal realisasi penerimaan pajak yang melampaui target penerimaan. Kedua, soal keberhasilan penyidik pajak mengungkap tindak pidana perpajakan. Dua hal inilah yang sering dimuat di banyak media massa nasional baik media elektronik maupun media cetak. Dengan status media massa, yang saya anggap sebagai “sang penguasa dunia” dengan pengaruh kuat pemberitaannya, secara otomatis 2 berita inilah yang menjadikan DJP bernilai positif di mata DPR dan masyarakat. Dan salah satu instansi yang membawahi pekerjaan penyidikan adalah Direktorat Inteldik.

Pendiri perusahaan otomotif besar Amerika Serikat, Henry Ford pernah mengatakan Munafik kepada pengusaha yang menyatakan dirinya senang dan suka membayar pajak. Adakah manusia yang ikhlas menyerahkan sebagian penghasilannya kepada negara? Adakah manusia yang berat hati menyisihkan penghasilan yang dia terima minimal sebesar 2,5% untuk saudara kita yang tidak beruntung kehidupannya? Bila berzakat atau berinfaq saja tidak ikhlas, bagaimana bisa dia bersungguh-sungguh membayar pajak.

Albert Einstein pun ikut-ikutan berkomentar soal pajak. Menurut dia, hal paling sulit di dunia untuk dimengerti adalah Pajak Penghasilan. Wow.. Pajak lebih hebat dari Fisika menurut seorang Einstein.

Sistem self assessment dalam pemungutan pajak di Indonesia membuat beban tanggung jawab pelaksanaan pemungutan pajak ada ditangan Wajib Pajak. Akibatnya DJP punya tugas control dan law enforcement terhadap pelaksanaan pemungutan pajak. Sudahkan Wajib Pajak menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya dengan benar ?

Direktorat Inteldik mempunyai tugas pokok menyiapkan kebijakan, standarisasi, bimbingan teknis pelaksanaan dan evaluasi di bidang intelijen dan penyidikan pajak berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Dirjen Pajak.

Dan fungsinya adalah penyiapan bahan penelahan dan penyusunan kebijakan teknis operasional di bidang pengumpulan dan penelaahan bukti permulaan tentang adanya tindak pidana di bidang perpajakan, intelijen, penyidikan dan rekayasa keuangan.

Dasar pemikiran dibentuknya direktorat ini adalah untuk menjamin penegakan hukum dilaksanakan secara konsisten dan profesional.

Direktorat ini mempunyai 4 subdit yang melakukan satu rangkaian pekerjaan untuk membina dan menindak Wajib Pajak yang terindikasi melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Keempat subdit ini yaitu Subdit Intelijen, Subdit Rekayasa Keuangan, Subdit Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Subdit Penyidikan.

Kenapa digunakan nama intelijen? Hal ini dikarenakan selain melakukan tugas law enforcement perpajakan, direktorat ini juga melakukan tugas-tugas intelijen yang berlangsung secara tertutup guna mendukung penyidikan. Tugas intelijen diwujudkan dalam pengumpulan informasi secara sistematis mengenai Wajib Pajak yang terindikasi melakukan tindak pidana perpajakan. Informasi yang diperoleh ini kemudian akan disajikan ke unit lain untuk digunakan sebagai bahan baku analisa kewajaran pemenuhan kewajiban perpajakan.

Sedangkan proses penyidikan sendiri bertujuan mengumpulkan bukti lebih lanjut dan saksi untuk mengungkap tindak pidana pajak serta menemukan dan menahan tersangkanya, dengan berkoordinasi bersama kepolisian, kejaksaan dan instansi lain.

Tetapi tujuan akhir dari semua tugas dan proses dalam direktorat ini tetap satu, menjadi salah satu sumber penerimaan pajak.

Bagaimana saya “memandang” Direktorat Inteldik?

Saya mengibaratkan Direktorat Inteldik sebagai perpaduan dari Donnie Brasco dan Elliot Ness dalam term kesempurnaan. Kedua tokoh ini saya kenal lewat film Donnie Brasco karya Mike Newell yang dibintangi Johnny Depp dan Al Pacino, dan film The Untouchable karya sutradara legendaris Brian De Palma yang meroketkan nama aktor Kevin Costner. Kenapa saya mengibaratkan Direktorat Inteldik sebagai Donnie Brasco dan Elliot Ness ? Cerita dibawah ini mungkin akan memberikan cukup penjelasan.

Di New York dulu dikenal 5 keluarga mafia tersohor yang sangat ditakuti dipelataran dunia mafia. Keluarga Bonanno, Gambino, Genovese, Colombo dan Lucchese. Diantara kelima keluarga mafia itu, keluarga Bonanno yang didirikan Joseph Bananas Bonanno dikenal sebagai mafia pertama yang terlibat dalam perdagangan obat-obatan terlarangdi New York. Untuk membongkar jaringan kejahatan mafia Bonanno, FBI menugaskan agennya Joseph (Joe) D. Pistone untuk menyamar sebagai Donnie Brasco dan menyusup ke lingkaran dalam keluarga Bonanno. Tugas intelijen ini sukses dilakukan Joe Pistone dan akhirnya pimpinan terakhir keluarga Bonanno yaitu Joseph “Big Joey” Massino berhasil ditangkap dan bahkan menjadi informan tetap FBI dengan melanggar Omerta, sebuah kode etik Mafia. Saat ini Joe Pistone masih hidup dan tinggal dengan identitas baru untuk menghindari balas dendam mafia Bonanno.

Bagaimana dengan Elliot Ness? Dia dikenal sebagai pimpinan tim agen federal Amerika (dikenal dengan sebutan The Untouchable) yang sangat idealis, kebal dari godaan suap dan teror serta pantang menyerah menyeret seorang bandit dan mafia besar bernama Al Capone ke penjara. Al Capone yang pada tahun 20-30an dikenal sebagai bos mafia besar, pembunuh berdarah dingin dan tak tersentuh hukum itu akhirnya ditaklukkan Elliot Ness hanya karena persoalan “sepele” yaitu alpa membayar pajak. Al Capone ditangkap dan dipenjara bukan karena kasus pembunuhan, tetapi karena intelijen bisa dengan cerdik membuktikan adanya manipulasi pajak.

Kenapa di atas saya katakan dalam term “kesempurnaan” karena saya bermimpi di masa depan, Direktorat Inteldik mempunyai intel-intel tangguh dan cerdas seperti Donnie Brasco dan memiliki penyidik-penyidik yang pantang menyerah dan pintar seperti Elliot Ness.

Dengan potensi kerugian negara dari penggelapan pajak yang tidak kalah kecil dibandingkan kasus korupsi, DJP diharapkan memiliki intelijen dan penyidik yang aktif dan kuat serta berkesinambungan dalam operasi di bidangnya masing-masing. Apalagi intelijen dan penyidik memiliki kemampuan lebih dalam hal pencarian, pengumpulan dan analisis data dan informasi dengan teknik-teknik pencarian, pengumpulan dan analisis data yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan.

Proses penguatan kualitas dan kuantitas unit intelijen dan penyidik juga terus dilakukan karena peran pentingnya bagi peningkatan performa DJP sebagai sebuah instansi pemerintah. Publikasi media massa nasional yang cukup besar terhadap pengungkapan tindak pidana perpajakan, membuat Direktorat Inteldik mempunyai peran vital sebagai salah satu corong pengeras suara keberhasilan DJP selain berita terpenuhinya target penerimaan pajak. Sebuah hal yang sangat dibutuhkan untuk menetralisir pemberitaan negatif tentang DJP sekaligus meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kinerja DJP.


No comments: