September 26, 2008

Intelijen dan Negara

Berdasarkan kajian-kajian Peter Gill dan Uri Bar-Joseph, dirumuskan suatu kerangka akademik yang menggambarkan tipe interaksi Intelijen-Negara :

Pertama, kondisi negara dalam kekuasaan Rejim Otoriter, apabila terdapat :
Ancaman internal, disebut Intelijen Politik, tipe ini berkembang untuk mengantisipasi munculnya ancaman-ancaman internal yang terutama berasal dari kelompok oposisi politik yang ada di negara tersebut.
Ancaman eksternal, disebut Militerisasi Intelijen, tipe ini terbentuk ketika suatu negara mengerahkan sebagian besar sumber daya keamanan nasional untuk menghadapi ancaman eksternal.
Ancaman internal dan eksternal, disebut negara intelijen, tipe ini terbentuk saat negara berpersepsi bahwa ancaman terhadap keberlangsungan rejim politik akan bersifat internal dan eksternal, untuk menghadapi ancaman dari dua arah tersebut, negara berusaha memonopoli seluruh informasi strategis yang ada dan menggunakan seluruh aspek kehidupan, politik, ekonomi dan sosial budaya dari warganya.

Kedua, kondisi negara dalam kekuasaan Rejim Demokrasi, apabila terdapat :
Ancaman internal, disebut Intelijen Keamanan, terjadi saat negara terpaksa menggelar operasi intelijen untuk menghadapi ancaman internal yang umumnya berbentuk kejahatan teroganisir, konflik komunal, terorisme dan/atau separatisme.
Ancaman eksternal, disebut Intelijen Strategis, tercipta saat negara demokratik menggelar operasi preventif untuk mencegah terjadinya eskalasi ancaman militer yang berasal dari negara lain.
Ancaman internal dan eksternal, disebut Diferensiasi Intelijen, terjadi pada suatu negara yang membentuk berbagai dinas intelijen yang secara spesifik diarahkan untuk mengatasi suatu ancaman tertentu, baik yang berasal dari dalam maupun luar negara.

Bagaimana dengan interaksi Intelijen-Negara di Indonesia?

Andi Widjajanto dan Artanti Wardhani, membagi hubungan Intelijen-Negara di Indonesia ke dalam beberapa periode:

Revolusi Kemerdekaan (1945-1949), tipe Militerisasi Intelijen
Militerisasi intelijen menjadi karakter Interaksi Intelijen-Negara di periode ini karena adanya keharusan untuk mengembangkan suatu mekanisme pengelolaan informasi strategis untuk menghadapi ancaman eksternal. Militerisasi Intelijen ini juga terjadi karena di periode ini tidak ada satu lembaga non-militer yang mampu menyediakan infrastruktur dasar bagi pembentukan dinas-dinas intelijen.
Militerisasi Intelijen diawali dengan penunjukan Zulkifli Lubis untuk membentuk lembaga intelijen Indonesia. Zulkifli Lubis kemudian membentuk Badan Istimewa (BI) yang dapat dikatakan sebagai organisasi intelijen pertama di Indonesia. Organisasi ini bertugas mendapatkan sebanyak mungkin informasi yang diperlukan oleh tentara nasional dalam menghadapi pasukan Belanda yang mencoba kembali menduduki Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Setelah BI, kemudian berturut-turut terbentuk Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani), Badan Pertahanan B dan Bagian V atau KP V sebagai ganti dari pembubaran Brani dan Badan Pertahanan B.

Periode Parlementer (1950-1959), tipe Politisasi Intelijen Militer
Secara teoritik, tipe yang terbentuk di periode ini adalah Intelijen Politik karena saat itu Indonesia harus mengarahkan operasi-operasi intelijen untuk mengatasi ancaman-ancaman internal. Namun dominannya intelijen militer dalam kegiatan operasional dinas-dinas intelijen dari periode sebelumnya sampai dengan periode ini, menyebabkan kontruksi Intelijen Politik baru terjadi di tahun 1958.
Proses politisasi dimulai dengan dibentuknya Biro Informasi Angkatan Perang (BISAP) sebagai penerus KP V yang dibubarkan. BISAP pun kemudian akhirnya dibubarkan.

Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965), tipe Intelijen Politik
Diawali dengan pembentukan Badan Koordinasi Intelijen (BKI), interaksi Intelijen Politik semakin mapan dengan bertransformasinya BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BKI) pada tahun 1959 yang berada di bawah tanggung jawab Menteri Luar Negeri Soebandrio. Pengangkatan Soebandrio mengukuhkan terbentuknya interaksi Intelijen Politik karena selain ia merupakan tokoh non militer pertama yang memegang kendali operasional intelijen, Soebandrio juga kemudian menjadikan BPI sebagai instrumen politik dalam pertarungan segitiga politik antara komunis, Islam dan militer.
Operasi Militer (Trikora untuk merebut Irian Barat dan Dwikora untuk menghadapi neo-kolonialisme Inggris di Malaysia) dijadikan Soekarno sebagai suatu diversionary war (perang pengalihan) untuk mengalihkan krisis politik domestik paska kegagalan demokratisasi 1953-1959, sekaligus menyingkirkan dominasi alamiah para jenderal dalam perang dengan menempatkan dirinya sebagai tokoh utama dalam perumusan tujuan-tujuan politik perang dengan gagasan politik anti-neo kolonialisme.

Periode Orde Baru (1965-1997), tipe Negara Intelijen
Diawali dengan upaya institusional Soeharto mengambil alih kendali operasi intelijen dengan membubarkan BPI yang kemudian diganti dengan Komando Intelijen Negara (KIN) yang diketuai langsung oleh Soeharto. KIN kemudian segera dirombak dan diganti dengan Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) yang penempatannya langsung dibawah Soeharto dibantu para perwira militer.
Selain militerisasi BAKIN, upaya institusional militerisasi dinas intelijen juga ditopang oleh upaya operasional melalui pembentukan/kemunculan:

Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib)
Berkembang menjadi suatu organisasi yang secara efektif melakukan militerisasi seluruh operasi intelijen dan memiliki otoritas hukum untuk melakukan operasi-operasi kontra intelijen. Operasi-operasi ini dilakukan dalam bentuk tindakan politik, tindakan pembersihan, tindakan penyelesaian tahanan, tindakan operasi militer, tindakan yustisional dan operasi tertib. Operasi ini sangat efektif karena ditunjang oleh organisasi Angkatan Darat.
Operasi intelijen Kopkamtib bertransformasi menjadi suatu hukum darurat dengan mandat untuk menggunakan segala sumber daya yang ada untuk menghancurkan seluruh ancaman nyata dan potensi ancaman terhadap stabilitas rejim Orde Baru.

Operasi Khusus (Opsus)
Opsus yang semula ditujukan untuk operasi infiltrasi di Malaysia, Irian dan Timor Timur dibiarkan memasuki ranah politik. Opsus misalnya ditujukan untuk memperkuat Sekber Golongan Karya antara lain melalui intervensi dalam rapat-rapat internal partai, manipulasi konvensi partai, organisasi profesi seperti IDI atai Persahi serta organisasi Islam seperti Parmusi, dengan tujuan menciptakan krisis kepemimpinan internal.
Opsus juga menjadi tempat pengembangan manipulasi informasi dengan tujuan mempengaruhi proses penciptaan opini yang berpengaruh ke berbagai lapisan masyarakat dan lapisan kelembagaan.

Pusat Psikologi Angkatan Darat (PsiAD), Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat), Badan Intelijen Strategis (Bais), Badan Intelijen ABRI (BIA), Bakorstanas
Keberadaan intelijen militer ini memperkuat interaksi Negara Intelijen terutama karena intelijen militer dapat secara efektif melakukan operasi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan melalui adanya jejaring intelijen yang menyentuh hingga tingkat kecamatan dan desa yang terbentuk sangat rapi dalam suatu sistem komando yang ketat mulai dari tingkat Kodam hingga Koramil.

Periode Reformasi (1998-2004), Intelijen Keamanan
Interaksi Intelijen-Negara cenderung mengarah ke tipe Intelijen Keamanan daripada Intelijen Politik karena melemahnya proses intervensi dinas-dinas intelijen ke sistem politik dan bukan karena terciptanya suatu pengawasan politik demokratik yang efektif untuk dinas-dinas intelijen.
Meskipun Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dipegang perwira militer seperti ZA Maulani atau AM Hendropriyono, tetapi penetapan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2002 tentang pemberian kewenangan pada BIN untuk melakukan fungsi koordinasi intelijen serta mekanisme rapat kerja dengan Komisi I DPR, dapat dipandang sebagai awal munculnya interaksi Intelijen Keamanan dalam sistem politik demokratik.

Bagaimana dengan negara-negara lainnya?

Sebagai perbandingan, interaksi Intelijen-Negara di Inggris, India, Afrika Selatan dan Israel termasuk dalam tipe Diferensiasi Intelijen. Keempat negara tersebut membentuk berbagai dinas intelijen yang secara spesifik diarahkan untuk mengatasi suatu ancaman tertentu, baik yang berasal dari dalam maupun luar negara. Keempat negara tersebut telah dilengkapi dengan Undang-Undang yang mengatur gerak operasional dinas-dinas intelijen.

Diferensiasi Intelijen di Inggris mencakup 3 organisasi, yaitu Security Service (MI 5) yang merupakan dinas intelijen domestik yang berada dibawah otoritas Menteri Dalam Negeri, Secret Intelligence Service (SIS-MI 6) merupakan dinas intelijen luar negara yang dikendalikan Menteri Luar Negeri dan Government Communications Headquarters (GCHQ) yang juga dikendalikan Menteri Luar Negeri bertugas untuk mengembangkan sistem signals intelligence. Ketiga dinas intelijen ini berada dibawah koordinasi Cabinet Office Joint Intelligence Commitee (JIC) yang akan mempersiapkan laporan mingguan intelijen untuk Perdana Menteri, Menteri-menteri yang terkait dengan keamanan nasional, angkatan bersenjata dan kepolisian. Khusus untuk strategi kontra terorisme, JIC berkoordinasi dengan Joint Terorism Analysis Centre (JTAC) untuk menghasilkan laporan analisa ancaman teroris yang akan diberikan kepada Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri.

India membentuk Joint Intelligence Commitee (JIC) yang bertugas memberikan hasil analisa produk intelijen dan estimasi intelijen nasional kepada Perdana Menteri. Produk-produk intelijen yang dilaporkan oleh JIC dihasilkan oleh 3 dinas intelijen, yaitu
Research and Analysis Wing (RAW), Intelligence Bureau (IB) dan Defense Intelligence Agency (DIA).

Afrika Selatan memiliki 3 dinas intelijen yaitu National Intelligence Agency (NIA) yang bertanggung jawab untuk intelijen domestik, South African Secret Service (SASS) untuk intelijen luar negeri dan National Defence Force Intelligence Division untuk intelijen militer. Mekanisme koordinasi antara 3 dinas intelijen di Afrika Selatan diciptakan melalui Joint Coordinating Intelligence Commitee (JCIC) yang kemudian diperkuat menjadi National Intelligence Coordinating Commitee (Nicoc). Komite ini memberikan laporan langsung ke Cabinet Commitee on Security and Intelligence yang diketuai oleh Menteri Urusan Intelijen dan didukung kepala dinas-dinas intelijen, Kepala Kepolisian Nasional dan Direktur Dinas Intelijen Kepolisian (National Criminal Intelligence Service).

Dan Israel, negara zionis ini juga memiliki 3 dinas intelijen negara, yaitu Sherut ha-Bitachon ha-Kali (Shin Bet) yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan intelijen domestik, ha-Mossad le-Modi’in ule’Tafkidim Meydahadim (Mossad) untuk kegiatan intelijen militer dan Agaf ha-Modi’in (Aman) untuk kegiatan intelijen militer. Shin Bet berada dibawah pengawasan efektif komite intelijen Parlemen, Mossad berada dibawah kendali efektif Perdana Menteri, dan direktur Aman melaporan seluruh kegiatan intelijennya kepada Menteri Pertahanan. Ketiga dinas intelijen ini adalah bagian dari forum koordinasi kebijakan keamanan nasional yang disebut Va-adat Rashei Hasherutim (Va-adat).


No comments: